Ketika kita sudah mengetahui apa yang menjadi penyebab-penyebabnya, pemerintah tentunya akan membuat perencanaan aksi dalam posisinya mengembalikan pemulihan itu menjadi fungsi-fungsi perlindungan.
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyo mengatakan bahwa banjir di Kalimantan Barat memerlukan penanganan secara holistik dan sinergi dari para pihak dalam upaya jangka pendek, menengah, dan panjang.

"Ketika kita sudah mengetahui apa yang menjadi penyebab-penyebabnya, pemerintah tentunya akan membuat perencanaan aksi dalam posisinya mengembalikan pemulihan itu menjadi fungsi-fungsi perlindungan," kata Sekjen KLHK Bambang dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Meninjau area terdampak banjir di Kabupaten Sintang, Kalbar, pada Kamis (25/11), Bambang menjelaskan kombinasi bentang alam dan penggunaan lahan menjadi faktor penyebab kejadian banjir, di samping karena kapasitas drainase yang kecil sehingga tidak mampu mengalirkan air yang masuk.

Baca juga: Banjir masih melanda Kapuas Hulu, warga terdampak menjadi 43.007 jiwa

Selain itu, banjir yang melanda Kalbar selama hampir satu bulan dipicu juga oleh hujan ekstrem yang menyebabkan luapan Sungai Kapuas dan Melawi. Ditambah saat ini Indonesia tengah mebgalami fenomena La Nina, yang menyebabkan peningkatan curah hujan di atas rata-rata.

Banjir di wilayah tersebut juga diduga karena ada pasang laut yang menyebabkan terhambatnya aliran air sungai. Kedua hal itu menyebabkan tidak tertampungnya volume air di badan sungai, serta menggenangi areal permukiman dan lahan daratan dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Lokasi banjir merupakan meander atau kelokan di badan sungai serta cekungan yang berada di hilir daerah aliran sungai (DAS) Kapuas dan merupakan dataran rendah dengan sistem lahan berupa dataran banjir (flood plain). Bagian hulu daerah tangkapan air (DTA) lokasi banjir didominasi oleh lereng curam hingga sangat curam.

Luas DAS Kapuas adalah sekitar 9.659.790 hektare dan DTA banjir sekitar 6.941.735 hektare. Dengan kata lain, luas DTA banjir lebih kecil dari luas DAS Kapuas.

Baca juga: KLHK turunkan tim cari langkah efektif atasi banjir Kalimantan Barat

Wilayah hulu DAS Kapuas yang hanya 25 persen merupakan suatu kawasan resapan air yang harus dilestarikan. Karena potensi penyimpanan air tanah sebagian besar berasal dari kawasan tersebut, jika kawasan rusak maka potensi hidrologi yang besar tersebut akan hilang.

Lokasi terdampak banjir di Kabupaten Sintang berada pada sempadan sungai yang merupakan rawa belakang yang merupakan bagian dari dataran banjir di mana endapan lumpur halus dan tanah liat mengendap setelah banjir.

Rawa belakang biasanya terletak di belakang tanggul alami sungai atau pemanjangan dari tanggul yang terdiri atas pasir dan lanau dan terendapkan sepanjang tepi sungai selama masa banjir. Temuan itu menunjukkan bahwa lokasi terdampak banjir yang terjadi di Kalbar berada di daerah dataran banjir, yang secara alamiah merupakan daerah tergenang.

"Daerah Tangkapan Air Kapuas itu menjadi prioritas yang harus dikelola kembali agar memenuhi prinsip-prinsip, norma-norma selayaknya sebuah DAS yang harus bisa dijaga tidak boleh ada hambatan dari atas ke bawah mengalir," ujar Bambang.

Menurut data KLHK, sebaran dan kondisi hutan di Kalbar berdasarkan fungsi hutan pada DAS Kapuas terdiri atas Hutan Produksi 2.732.132,97 hektare atau 28,28 persen dari total luas; Hutan Lindung 1.761.283,01 hektare (18,23 persen); Hutan Konservasi 1.116.894,90 hektare (11,56 persen); dan Areal Penggunaan Lain (APL) 4.049.524,02 hektare (41,92 persen).

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021