Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar mengatakan Kemen PPPA akan mengawal proses hukum terhadap tersangka IM, pelaku kekerasan seksual terhadap anak di pondok pesantren di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.

"Kami telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) Provinsi Sumatera Selatan, Dinas PPPA Kabupaten Musi Rawas dan tim Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kabupaten Musi Rawas untuk mengawal kasus ini sehingga korban mendapatkan hak-haknya dan pelaku mendapatkan hukuman setimpal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Nahar melalui siaran pers, diterima di Jakarta, Selasa (14/12) malam.

Nahar menegaskan Kemen PPPA akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengawal proses hukum yang seadil-adilnya terhadap pelaku dan memastikan para korban mendapatkan pendampingan dalam pemulihan fisik maupun psikis secara optimal hingga tuntas.

Baca juga: Menteri: Kasus asusila di Bandung jadi perhatian serius Presiden

Pihaknya mengecam keras kembali terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan pendidikan berasrama yang diduga dilakukan oknum pendidik kepada lima anak perempuan yang merupakan santrinya.

"Kasus ini seharusnya tidak terjadi, terlebih lagi dilakukan di lingkungan yang semestinya menghadirkan rasa aman dan melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan," kata Nahar.

Kemen PPPA melalui Dinas PPPA dan UPT PPA Kabupaten Musi Rawas telah mendampingi para korban dalam proses pelaporan hukum atas kasus mereka pada 16 dan 17 November 2021 melalui Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Polres Kab. Musi Rawas.

"Setelah itu para korban didampingi menjalani proses visum di salah satu rumah sakit daerah. Tim UPT PPA juga melaporkan telah berkoordinasi dengan camat setempat terkait keberadaan pondok pesantren dan latar belakang para korban yang mengalami tindakan kekerasan seksual tersebut," imbuh Nahar.

Nahar menuturkan hasil asesmen menunjukkan bahwa kondisi psikologis korban terlihat baik, namun ada sedikit rasa kecewa terhadap diri sendiri, tetapi dengan dukungan dari keluarga dan teman-teman yang juga menjadi korban, perasaan kecewa tersebut berhasil mereka kubur dengan menguatkan dirinya kembali.

Sementara pelaku IM telah ditangkap, namun IM masih belum mengakui perbuatannya dan tidak membenarkan laporan para korban.

Selanjutnya polres setempat akan memeriksa psikologis pelaku.

"Jika terbukti bersalah, pelaku akan dikenakan Pasal 76 D Jo 81 ayat (1), Pasal 76 E Jo 82 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan pemberian hukuman kebiri kimia serta pemasangan alat pendeteksi elektronik," tegas Nahar.

Nahar menekankan pelaku adalah pendidik yang seharusnya melindungi korban, maka pidana hukuman dapat ditambah 1/3 dari ancaman pidana yang diberikan.

Selain itu, pelaku juga telah melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Baca juga: Menteri PPPA respons kasus asusila santri dorong pentingnya pencegahan
Baca juga: Kemen PPPA: Terdakwa kasus pemerkosaan santriwati dapat dihukum kebiri

 

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021