Jakarta (ANTARA) - Salah satu alasan anak-anak frustasi usai gagal dalam ujian semisal Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK)-Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) yakni karena tak bisa melihat pilihan lain, ungkap Psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana Hadiwidjojo.

Baca juga: Pameran S.P.A.C.E digelar, angkat persepsi anak tentang pandemi

"Ada satu hal yang bisa membuat anak-anak jatuh, rapuh, frustasi itu yakni karena dia tidak bisa melihat jalan lain. Mereka tidak pernah diajak melihat ada pilihan lain," ujar Vera yang berpraktik di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia itu di acara virtual Ruangguru dalam rangka Peluncuran #PelatnasUTBK, Program Holistik Persiapan UTBK, Selasa.

Menurut dia, terkadang orang tua atau orang di sekitar anak enggan atau bahkan tidak memberikan wawasan pada mereka terkait pilihan lain misalnya jurusan-jurusan tertentu di perguruan tinggi. Keenggakenakan ini salah satunya karena khawatir anak tak fokus pada pilihan awalnya.

Vera mengatakan, cara berpikir ini salah. Menurut dia, memberikan anak-anak memungkinkan mereka bisa lebih leluasa bergerak dalam hidupnya sehingga tidak terbatas pada satu jalur itu saja.

"Kita takut kalau dia melihat pilihan lain dia tidak fokus dengan pilihan saat ini. Nah itu cara berpikir yang salah. Justru dengan memberikan sekian pilihan anak-anak bisa lebih leluasa bergerak dalam hidupnya. Dia tidak terbatas pada satu jalur itu saja. Toh kita mau anak-anak bahagia," kata dia.

Menurut dia, orang tua bisa menanyakan pada anak tentang apa yang dia suka dan inginkan dalam hidupnya. Seiring perkembangan anak, cara berpikirnya pun bisa berubah. Inilah yang bisa mengubah pertanyaan siapa dirinya dan apa yang dia suka.

Dalam kasus UTBK-SBMPTN, sebenarnya ada dua kesempatan yang bisa Anak dapatkan bila pernah gagal dalam ujian kali pertama. Vera mengatakan, anak-anak yang pernah gagal memiliki satu kelebihan dibandingkan mereka yang perdana mengikuti ujian.

Anak-anak ini umumnya sudah mengenali situasi dan merasakan momentum-momentum stres serta kegugupan menjelang hingga saat ujian.

"Kalau kita gambarkan otot-otot di badannya itu sudah pernah mengalami hal itu. Kalau anak-anak yang baru UTBK ini mungkin nervous-nya level 7 dia mungkin sudah 5 karena pernah mengalami sebelumnya," tutur Vera.

Di sini, mereka cenderung tinggal memerlukan bantuan baik itu dari orang tua ataupun keluarganya untuk mengembalikan optimisme dan motivasinya sekali lagi.

Anak-anak perlu diberi pemahaman alasan kegagalan pada ujian sebelumnya. Apakah faktor jurusan di PTN yang kurang realistis bagi dia, situasi tertentu yang membuatnya drop saat ujian.

Di sisi lain, ajari anak memiliki rencana lain bila hasilnya tetap tidak sesuai harapan. Vera mengatakan, walaupun UTBK penting, tetapi ini bukan satu-satunya jalan untuk anak bisa menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

"Ini perlu ditanamkan pada anak-anak. Kalau misalnya tidak masuk, planning-nya apa," kata dia.


Baca juga: Cocomelon disebut memicu anak terlalu aktif, begini kata pakar

Baca juga: Psikolog: Tantangan seorang ibu di era digital makin tinggi

Baca juga: Dua aspek penting untuk deteksi masalah tumbuh kembang anak

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022