Mataram (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan atensi penanganan dua kasus korupsi yang sedang dalam tahap penyidikan di Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat.

Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Budi Waluya saat ditemui di Polda NTB, Mataram, Selasa, mengonfirmasi dua kasus yang menjadi atensi KPK tersebut usai menggelar koordinasi dan supervisi (korsup) bersama Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB.

"Pengadaan alat 'marching band' dan di Poltekkes Mataram. Dua kasus itu yang masuk dalam atensi kami," kata Budi Waluya.

Menurut kajian KPK, jelasnya, kedua kasus tersebut masuk atensi karena terdapat kendala dalam proses penanganannya. Kendala tersebut membuat kasusnya bertahan di proses penyidikan kepolisian.

Baca juga: KPK geledah sejumlah rumah terkait kasus Bupati Penajam Paser Utara

Seperti pada kasus pengadaan alat "marching band" di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Barat yang ditangani kepolisian sejak tahun 2017.

Padahal dalam kasus ini, penyidik kepolisian telah menetapkan dua tersangka, yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berinisial MI dan direktur pelaksana proyek  CV Embun Emas, berinisial LB.

Keduanya ditetapkan dengan penguatan alat bukti dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB yang menemukan potensi kerugian negara senilai Rp702 juta.

Baca juga: 44 eks pegawai KPK resmi bertugas di Satgas Pencegahan Tipidkor

Potensi kerugian tersebut muncul dari identifikasi penyaluran anggaran pengadaan dalam dua tahap. Pertama senilai Rp1,57 miliar untuk dibagikan ke lima SMA negeri dan kedua Rp982,43 juta untuk empat SMA swasta.

Namun dengan progres penanganan demikian, jaksa bersikukuh dengan petunjuk yang diberikan dalam pengembalian berkas ke penyidik kepolisian. Jaksa meminta agar penyidik turut mencantumkan harga pembanding dari pengadaan alat tersebut.

Dengan melihat pemaparan kasus demikian, Budi mengatakan bahwa KPK telah memberikan arahan dan masukan kepada penyidik kepolisian.

"Jadi dalam kasus ini (marching band) kami menemukan adanya perbedaan pendapat antara penyidik kepolisian dengan jaksa peneliti. Itu makanya kenapa P-19 terus," ucap dia.

Baca juga: KPK gelar koordinasi dan supervisi kasus korupsi dengan Polda NTB

Kemudian terkait pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar (ABBM) Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Mataram yang menelan anggaran senilai Rp19 miliar.

Kasus tersebut mulai diusut kepolisian berdasarkan temuan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Dalam temuannya, ada kerugian senilai Rp4 miliar.

KPK menjadikan kasus pada Poltekkes Mataram itu sebagai bagian dari atensi karena berkaitan dengan realisasi anggaran pusat.

"Ini menyangkut proyek dari pusat. Saat ini penyidik masih melengkapi berkas penyidikannya," ujar Budi.

Perihal dua kasus korupsi yang masuk atensi KPK tersebut, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTB Komisaris Besar Polisi I Gusti Putu Gede Ekawana meyakinkan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti masukan dan arahan KPK.

"Memang ada beberapa yang perlu kita lengkapi, dan terkait hal itu sekarang kita sedang laksanakan," kata Ekawana.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022