Jakarta (ANTARA) - Indonesia masih memiliki masalah kesehatan persisten meskipun dana penanggulangan yang digelontorkan pemerintah setiap tahun relatif besar, kata pejabat Kementerian Kesehatan RI.

"Belanja kesehatan kita selalu meningkat setiap tahun. Belanja kesehatan kita per tahun cukup besar dengan jumlah uang yang beredar rata-rata Rp490 triliun. Jumlah sangat besar," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI Abdul Kadir saat menyampaikan sambutan dalam Pramuktamar pertama PB IDI secara virtual yang diikuti dari YouTube MEDI Official di Jakarta, Kamis.

Sebanyak 52,1 persen anggaran tersebut diserap melalui pelayanan BPJS Kesehatan dan pelayanan pemerintah daerah. "Artinya, serapan dana kesehatan di pihak swasta maupun pribadi sebesar 47,9 persen," katanya.

Baca juga: Muktamar ke-31 IDI jadikan transformasi kesehatan nasional topik utama

Sementara itu, kata Kadir, permasalahan kesehatan di Indonesia terus bergerak naik meski dana yang dibelanjakan pemerintah untuk program sektor kesehatan relatif besar.

Misalnya, angka harapan hidup pada kelahiran di tahun 2018 Indonesia berkisar 71 tahun, di bawah Australia 83 tahun, Amerika Serikat 79 tahun, Turki 77 tahun dan sejumlah negara di Asia Timur dan Pasifik 75 tahun.

"Ini harus kita analisa, dengan meningkatnya umur harapan hidup, piramida penduduk Indonesia akan berubah. Artinya, penduduk kita yang lansia akan semakin banyak. Pelayanan khusus lansia juga harus semakin banyak," katanya.

Persoalan selanjutnya adalah kasus kekerdilan atau anak yang lahir dengan tinggi tubuh di bawah rata-rata usia yang belum memperlihatkan grafik penurunan kasus. "Kekerdilan masih menempati rata-rata 28 persen dari populasi balita kita," katanya.

Baca juga: IDI cabang Denpasar yakinkan tak ada vaksin booster ilegal

Baca juga: IDI ajak masyarakat jadi garda terdepan pencegahan COVID-19


Kadir melaporkan kasus Tuberkulosis (TB) di Indonesia masih menempati peringkat kedua dunia, sedangkan jumlah kematian akibat penyakit tidak menular seperti kanker, diabetes, jantung, dan stroke lebih tinggi dari Asia Tenggara dengan persentase rata-rata 60 persen per tahun.

"Yang mengerikan populasi umur 15 tahun ke atas yang merokok menempati prevalensi tertinggi di antara negara-negara ASEAN," katanya.

Kadir mendorong IDI untuk melakukan pembahasan terkait persoalan tersebut melalui Muktamar ke-31 yang dilaksanakan pada 22-25 Maret 2022 di Aceh.

"Harusnya dengan makin banyak uang yang pemerintah keluarkan, derajat kesehatan masyarakat kita meningkat. Ini artinya ada sesuatu yang harus dianalisa dalam Muktamar nanti," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022