Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komnas HAM Abdul Haris Semendawai mengatakan pihaknya akan mempercepat pembuatan nota kesepahaman atau "memorandum of understanding" (MoU) dengan Kejaksaan Agung, khususnya mengenai kerja sama penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Kami akan mencoba untuk mempercepat pembuatan MoU, khususnya dalam hal penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat," ujar Semendawai dalam konferensi pers Catatan Akhir Tahun Hak Asasi Manusia (HAM) Tahun 2022 dari Amnesty International Indonesia, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube Amnesty International Indonesia di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, keberadaan MoU bernilai penting bagi penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu karena berdasarkan diskusi yang dilakukan Komnas HAM dengan Kejagung di Jakarta, Selasa (6/12), ketiadaan nota kesepahaman antara kedua belah pihak menjadi salah satu kendala penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Jaksa Agung (Sanitiar Burhanuddin) mengatakan ada sejumlah kendala bagi mereka. Kami sudah mencoba untuk membangun suatu relasi yang lebih terprogram dan lebih terlembaga. Nah ketika kami diskusi dengan Jaksa Agung, ternyata (kendalanya) antara Komnas HAM dan Kejagung itu belum ada MoU," ucap Semendawai.

Baca juga: Komnas HAM pertanyakan keseriusan pemerintah dukung kasus Paniai
Baca juga: Komnas HAM sampaikan sejumlah catatan usai vonis kasus Paniai


Selain mempercepat pembuatan MoU, Semendawai menilai penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu memerlukan pola pikir yang selaras di antara Komnas HAM sebagai penyelidik dan Kejaksaan Agung sebagai penyidik.

Dengan demikian, kata dia, Komnas HAM dan Kejaksaan Agung perlu bersepakat untuk mendiskusikan upaya penyelarasan pola pikir dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Tidak kalah penting, saya kira perlu ada kesepakatan untuk ada pula diskusi dan pelatihan penyidik dari Kejaksaan Agung dengan penyelidik Komnas HAM agar mindset antara penyelidik dan penyidik bisa sama terkait dengan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu," ujar Semendawai.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022