Kami menemukan sekitar selusin militan garis keras yang menangani peluncur roket di sekitar tempat penyimpanan senjata di Adrar."
Paris (ANTARA News) - Pasukan Prancis dan Mali membunuh sekitar 10 terduga militan Islam selama operasi di daerah pegunungan Adrar des Ifoghas di Mali utara, kata juru bicara militer Prancis Gilles Jaron, Kamis.

Dalam pernyataan yang mengkonfirmasi keterangan Menteri Pertahanan Prancis Jean-Yves Le Drian sebelumnya pada Kamis, juru bicara itu mengatakan, militan diketahui keberadaannya oleh sebuah pesawat tak berawak, lapor Reuters.

Satuan-satuan udara segera dikerahkan untuk mengambil bagian dalam operasi itu, katanya.

"Kami menemukan sekitar selusin militan garis keras yang menangani peluncur roket di sekitar tempat penyimpanan senjata di Adrar," kata Le Drian kepada Le Figaro, mengenai insiden yang berlangsung Selasa malam itu.

Menurut surat kabar tersebut, operasi itu merupakan salah satu misi sukses pertama dari pesawat pengintai tak berawak Reaper buatan AS, yang dibeli Prancis pada akhir tahun lalu untuk menggantikan pesawat tak berawak Harfang buatan EADS.

"Ini menunjukkan bahwa ada sejumlah jaringan jihadis yang berusaha bersembuyi," kata Jaron.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari 2013 meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu.

Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret 2012 dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014