Jakarta (ANTARA News) - Para jurnalis saat ini masih menghadapi masalah dalam pemenuhan kesejahteraanya, salah satunya karena belum membaiknya aturan dalam sistem kerja dengan perusahaan media terkait.

"Sistem kerja di perusahaan media belum membaik, seperti jam kerja, hak jurnalis perempuan misalnya hak cuti hamil dan menyusui serta sistem penggajian yang belum layak," ujar ujar Sekertaris Jenderal Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Suwarjono, dalam diskusi publik soal keselamatan kerja jurnalis dan kebebasan pers di kantor Dewan Pers, Jakarta, Jumat.

Ia mengemukakkan, hal ini tercermin dari sedikitnya perusahaan media yang membuat perjanjian kerja bersama (PKB) dengan pekerjanya.

Haltersebuti merujuk pada hasil survei AJI pada Agustus 2013 yang menunjukkan, dari sekitar 3000 perusahaan media di Indonesia, kurang dari 10 yang membuat PKB dengan pekerjanya.

Hal senada disampaikan Ketua Serikat Pekerja Independen, FSPMI, Abdul Manan. Menurutnya, masalah kesejahteraan ini terutama dialami jurnalis yang berstatus bukan sebagai karyawan tetap.

"Wartawan berstatus karyawan tetap, hampir dipastikan memiliki standar kesejahteraan, misalnya soal penggajian. Berbeda halnya dengan wartawan yang tidak berstatus karyawan tetap seperti koresponden atau kontributor, kesejahteraanya sudah pasti tidak bisa dibandingkan dengan yang tetap," katanya dalam kesempatan yang sama.

Ia mengungkapkan, penelitian AJI tahun 2012 menunjukkan bagi jurnalis yang bukan karyawan tetap, hanya mendapatkan honor. Mereka tidak menerima tunjangan fasilitas seperti kesehatan dan asuransi.

"Sebenarnya bagi wartawan yang merupakan karyawan tetap, soal kesejahteraan belum bisa dibilang cukup. Tahun 2011, masih ditemukan wartawan yang mendapatkan gaji di bawah Rp 1 juta," ujar Abdul.

Selain soal gaji, lanjut Abdul, masalah kesejahteraan jurnalis juga menyangkut jam kerja. Menurutnya, saat ini sulit ditemukan perusahaan media yang menerapkan jam kerja 8 jam dalam sehari atau 40 jam seminggu pada jurnalisnya.

Sementara itu, Pengawas Ketenagakerjaan dari Direktorat Norma Kerja dan Jamsostek, Binwasnaker, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Sri Astuti, mengaku miris mengetahui masalah ini. "Saya miris mengetahuinya.

Namun, hingga kini belum ada pengaduan soal ini. Karena sepertinya, kurangnya sosialiasi baik pada teman-teman jurnalis dan perusahaan media soal ini," ungkapnya.

Ia mengatakan, sebenarnya memang belum ada peraturan khusus yang mengatur waktu kerja bagi pekerja profesi seperti jurnalis. Namun, menurut aturan umum yang berlaku umum disebutkan bahwa waktu kerja karyawan dalam sehari ialah 8 jam atau 40 jam dalam seminggu.

Sri menambahkan, temuan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak Kemenakertrans untuk membuat aturan khusus bagi jurnalis, terutama menyangkut jam kerja.(*)

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014