Jakarta (ANTARA News) - Komisi XI DPR RI meminta Kementerian Keuangan untuk mengkaji kembali rencana perluasan tarif batas barang mewah terkait Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan penambahan obyek PPh pasal 22 atas barang sangat mewah.

"Kami setuju pemerintah mengejar target pajak yang tinggi, namun untuk pajak barang mewah, kami minta direview, mana saja yang pantas dianggap sebagai barang mewah," kata Ketua Komisi XI DPR RI Fadel Muhammad di Jakarta, Kamis.

Fadel mengharapkan komoditas yang dikenakan pajak barang mewah itu sesuai dengan pemanfaatannya dan tidak ada barang konsumsi yang terkena perluasan obyek pajak tersebut agar tidak memberatkan masyarakat pengguna barang.

Menurut dia, akan lebih baik apabila Kementerian Keuangan fokus untuk mengejar pajak dari sektor usaha yang lebih besar potensi pajaknya, agar penerimaan perpajakan pada 2015 bisa mencapai target pendapatan yang diharapkan.

"Lebih baik mengejar yang besar-besar itu, hasilnya lebih kelihatan. Jangan hanya yang kecil-kecil seperti UMKM, kami dari Komisi XI telah meminta Kementerian Keuangan untuk melakukan evaluasi terkait pengenaan pajak satu persen dari total penjualan sektor UMKM," kata politisi Partai Golkar ini.

Anggota Komisi XI Ecky Awal Mucharam menambahkan Kementerian Keuangan harus melihat dan menghitung potensi dari perluasan obyek pajak ini, apalagi esensi pengenaan pajak untuk memenuhi rasa keadilan, agar orang mampu dapat berkontribusi kepada negara dan membantu masyarakat miskin.

"Jenis barangnya juga harus benar-benar selektif, jangan sampai merugikan produsen dalam negeri. Sedangkan untuk barang-barang mewah impor, sudah selayaknya dikenakan agar mengurangi sifat konsumtif atas barang luar negeri yang menggerus devisa," katanya.

Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera ini mengusulkan agar Kementerian Keuangan lebih kreatif, proaktif dan berani dalam mengejar penerimaan negara dari sektor pajak, salah satunya dengan mendorong pendapatan dari sektor tambang maupun sektor potensial lainnya.

"Idealnya fokus pada potensi pajak yang besar dan bisa mencapai triliunan rupiah. Misanya pengenaan Pajak dan Bea Keluar terkait batubara dan barang tambang, pencegahan transfer pricing, penghindaran dan penggelapan pajak," kata Ecky.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan siap melakukan revisi sejumlah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan menerbitkan aturan baru terkait pengenaan pajak untuk mendorong penerimaan negara dari sektor pajak non migas yang ditargetkan dalam RAPBN-Perubahan 2015 sebesar Rp1.244,7 triliun.

Dari sejumlah revisi dan penerbitan aturan baru tersebut, Kementerian Keuangan menargetkan adanya tambahan penerimaan negara senilai kurang lebih Rp27 triliun, meskipun rencana ini masih membutuhkan kajian terlebih dahulu.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015