Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Lembaga Konsultan Politik Indonesia, Dendi Susianto menilai tim sukses pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) - Djarot Saiful Hidayat lemah dalam melawan pemberitaan negatif sehingga elektabilitas pasangan tersebut terus turun.

"Tim sukses Basuki-Djarot yang sudah bergerak lama sudah mulai tidak efektif (melawan pemberitaan negatif)," kata Dendi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Dia mengatakan, ada empat isu utama yang menyebabkan elektabilitas pasangan Basuki-Djarot terus menurun dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017, khususnya terkait pemberitaan negatif Ahok selama menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Dendi menjelaskan, untuk kasus dugaan korupsi pembelian lahan Yayasan Sumber Waras, 54 persen responden menilai Ahok bersalah dalam kasus tersebut dan 46 persen menilai benar.

"Untuk kasus reklamasi pantai di Jakarta Utara, 72 persen responden menilai Ahok salah dan 28 persen menilai benar. Untuk kasus Surat Al Maidah 51, 83 persen responden menilai Ahok salah dan 18 persen benar," ujarnya.

Menurut dia, pendapat masyarakat untuk kasus penggusuran di Bukti Duri, 49 persen menilai Ahok salah dan 51 persen dinilai benar.

Dendi mengatakan, timses paslon Ahok-Djarot dianggap sudah paling banyak bergerak melakukan sosialisasi. Lalu diikuti timses paslon Agus-Sylvi dan pasangan Anies-Sandiaga.

Pada kesempatan yang sama, pengamat politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun mengatakan ada faktor lain yang menyebabkan elektabilitas Ahok-Djarot terus menurun, yakni partai politik lamban merespon isu negatif terhadap pemberitaan Ahok.

Dia menilai, ada fenomena "masyarakat cair" di Jakarta yaitu mudah beralih pikiran terkait info yang diperolehnya.

"Dalam tiga bulan ini, intensitas informasi yang diterima masyarakat adalah negatif tentang Ahok. Karena itu menjadi rasional ketika pemilih bergeser yang jumlahnya 43,6 persen (berdasarkan survei LKPI)," ujarnya.

Ubedilah mengkritik ketua umum parpol yang tidak berkomentar apapun dalam merespon pemberitaan negatif terhadap Ahok sehingga kondisi itu berbahaya dalam sudut pandang politik.

Menurut dia, telatnya respon tersebut menimbulkan legitimasi bahwa seolah-olah Ahok bersalah dalam kasus-kasus yang sedang menjeratnya.

"Megawati (Ketua Umum PDIP) kapan berkomentar, dalam teori politik kondisi itu berbahaya. Respon telat menyebabkan seolah-olah ada legilitasi bahwa Ahok bersalah," katanya.

Dia mengatakan, masyarakat suka kinerja positif namun tidak suka gaya komunikasi maka masih menimbulkan efek negatif.

Karena itu dia menyarankan agar komunikasi politik Ahok harus diperbaiki karena tidak berpengaruh signifikan meskipun kinerjanya dinilai positif oleh masyarakat.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2016