Jakarta  (Antara) -- Usaha Pemerintah dalam menanggulangi bahaya terorisme akan semakin efektif apabila dibantu dengan pengelolaan big data yang menggunakan sensor real time dan analisis berbasis lokasi.  Hal inilah yang disampaikan oleh seorang ahli isu keamanan nasional, John Day.

“Dewasa ini, yang jadi pertanyaan bukan lagi apakah akan terjadi serangan teroris. Pertanyaannya adalah kapan serangan itu akan terjadi, dan apakah kita memiliki kemampuan untuk menghadapi dan meresponnya," ungkap John Day, Global Director of National Security di Esri, perusahaan terkemuka di bidang analisis berbasis lokasi.

Tahun lalu, Kepolisian Negara Republik Indonesia berhasil menggagalkan beberapa dugaan serangan teroris yang bentuknya cukup beragam, dari usaha peledakan bom bunuh diri hingga serangan roket dari Pulau Batam ke Marina Bay di Singapura.

Ini membuktikan bahwa lembaga keamanan Negara telah melakukan tugas mereka dengan sangat baik dalam memitigasi ancaman teror. Namun, John Day mengingatkan bahwa serangan teror di wilayah ini kian kompleks dan beragam. Kenyataan ini membuat lembaga keamanan nasional untuk memanfaatkan analisis berbasis lokasi  dalam meningkatkan kemampuan jaringan pengawasan dan respon antiteror.
 
“Dengan teknologi ini, lembaga terkait dapat dengan mudah mengintegrasikan dan menganalisis beragam sumber data, seperti lokasi kejadian, data mengenai tersangka atau pelaku, feed dari kamera dan media sosial. Dengan begitu, mereka mendapatkan gambaran informasi dalam bentuk pemetaan yang interaktif,” terang John Day.

“Terlebih lagi, teknologi ini dapat membantu melacak dan memonitor terduga teroris, mengetahui di mana biasanya aktivitas mencurigakan terjadi, dapat menganalisis dan menyelidiki transaksi finansial yang mencurigakan.”

“Dengan memiliki ragam informasi ini, pihak berwenang dapat lebih memfokuskan kegiatan pengawasan di wilayah-wilayah dengan risiko serangan teroris yang tinggi. Mereka pun siap untuk memobilisasi sumber daya yang dimiliki secara efisien ke lokasi-lokasi tersebut, bukan hanya untuk merespon, tapi juga untuk mencegah aksi teror.”

Di Amerika Serikat, Esri telah mendukung sejumlah fusion centre yang dibangun oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri AS. Fusion centre ini bertugas mengumpulkan, menganalisis dan berbagi informasi mengenai ancaman untuk kepentingan pemerintah lokal, Negara bagian dan federal.

“Fusion centre membuat peta yang sifatnya dinamis yang berisikan beragam informasi, termasuk informasi mengenai demografi, infrastruktur yang terdampak, pola kejahatan dan insiden, semuanya secara real time,” jelas John Day.

“Proses fusi atau peleburan data melibatkan penggunaan analisis berbasis lokasi untuk mengintegrasikan, menganalisis dan membagi data ke berbagai lembaga terkait sebagai upaya untuk memitigasi dan merespon tindak kejahatan dan aksiteror,” beliau menjelaskan.

John Day menjelaskan bahwa dengan demikian, lembaga terkait dapat dengan segera membuat visualisasi infrastruktur yang rentan maupun lokasi-lokasi tempat berkumpulnya massa dalam jumlah besar yang harus dijaga atau dilindungi lembaga terkait sebelum insiden terjadi.

Mereka juga dapat mengidentifikasi dan memprioritaskan potensi ancaman tertentu dan membuat rencana komprehensif untuk proses evakuasi, penyempitan ruang lingkup insiden, maupun mitigasi.
Melalui usaha-usaha ini, menurut John Day, pihak berwenang dapat secara lebih efektif melakukan pencegahan tindak criminal dan menyiapkan respon yang terkoordinasi dengan baik, di mana pihak berwenang dapat mengoptimalkan sumber daya mereka sesuai dengan waktu dan kondisinya.

Selain itu, John Day juga menggarisbawahi pentingnya mengumpulkan informasi dari masyarakat, melalui platform semacam Twitter dan media sosial lain.”

“Informasi dari masyarakat ini apabila diintegrasikan dengan informasi lain (laporan kejadian, informasi sensor dan lainnya) dan divisualisasikan dalam bentuk pemetaan dapat dengan cepat dibagikan ke lembaga terkait untuk melindungi masyarakat terhadap potensi ancaman yang akan terjadi,” pungkasnya.



Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2017