Jakarta (ANTARA News) - Hari jadi Kabupaten Garut yang ke-205, kemarin, tampaknya menjadi momentum bagi kota tersebut untuk serius menggarap potensi pariwisata di daerah itu untuk menjadi destinasi wisata utama di Tanah Air.

Kota yang mempunyai potensi wisata cukup lengkap --baik wisata alam, budaya, belanja maupun kuliner-- itu, pada acara pembukaan Gebyar Pesona Budaya Garut ke-16, yang digelar di Lapangan Ciateul, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis (22/2), menampilkan berbagai kesenian daerah yang menunjukkan kekayaan budaya kota itu.

Di hadapan Menteri Pariwisata Arief Yahya dan beberapa undangan dari negara sahabat, pada acara yang sudah masuk dalam 100 event nasional dari Kementerian Pariwisata itu, mereka menampilkan berbagai seni budaya tradisional berupa tari-tarian, hingga berbagai atraksi dan keterampilan yang menunjukkan potensi besar Garut sebagai destinasi wisata.

Pejabat sementara Bupati Garut Kusmayadi berharap festival budaya ke-16 itu dapat memperkenal budaya dan potensi wisata Garut serta meningkatkan perekonomian warga dan menarik investasi masuk ke daerah itu. "Semoga Garut menjadi salah satu tujuan utama wisata di Indonesia," katanya. Melihat potensi tersebut Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan konsep pariwisata yang cocok bagi Garut adalah wisata nomaden atau nomadic tourism.

"Nomadic tourism yang berpindah-pindah akan cocok di Garut," kata Arief Yahya ketika memberi sambutan sekaligus membuka gebyar Pesona Budaya Garut ke-16, yang berlangsung 20-27 Februari 2018.

Garut yang pernah disinggahi komedian Charlie Chaplin dan dikenal sebagai Swiss van Java itu, disebut oleh Menpar mempunyai pemandangan yang bagus sehingga menurut dia tidak boleh dibuat dengan konsep pembangunan gedung permanen.

Menteri Pariwisata Arief Yahya saat memberi sambutan sekaligus membuka acara Gebyar Pesona Budaya Garut, di Lapangan Ciateul Kabupaten Garut, Kamis (22/2/2018). (ANTARA News/Fitri Supratiwi)

"Pariwisata nomaden itu cocok untuk Garut karena 80 persen wilayah Garut merupakan konservasi alam. Akomodasi yang berpindah-pindah cocok untuk Garut," ujar Menpar seraya mencontohkan bentuk penginapan karavan, glamorous camping (kemping mewah) dan home port.

Selain itu, Arief Yahya menyebutkan bahwa untuk membangun Garut menjadi destinasi pariwisata dunia, harus memperhatikan 3A; atraksi, aksesibilitas dan amenitas. 

Atraksi berkaitan dengan daya tarik wisata dan bagaimana mengemas potensi wisata menjadi menarik bagi wisatawan khususnya turis asing. Dalam hal ini Arief Yahya mengaku tidak khawatir dengan Garut karena sudah cukup terkenal.

"Selain terkenal sebagai Swiss van Java, banyak juga orang yang sudah mengenal Garut. Saat disebut Garut kebanyakan orang akan menyebut dodol, domba atau tukang cukur," katanya.

Dari sisi aksesibilitas, Menpar mengatakan bahwa destinasi wisata yang baik dapat diakses dengan mudah. "Orang tidak mau berwisata (dengan menempuh) lebih dari dua jam. Dari Jakarta ke Garut butuh lima jam, dari Bandung ke Garut dua jam," paparnya.

Sehingga yang menjadi pekerjaan rumah bagi warga Garut adalah bagaimana membuat kota itu mudah dijangkau oleh wisatawan, misalnya dengan menyambung jalan tol atau membuat akses yang dekat dari dan menuju bandara.

Adapun amenitas berkenaan dengan berbagai fasilitas yang membuat wisatawan nyaman dan aman berwisata.

Para perwakilan negara-negara sahabat, dari kiri: Direktur Malaysian Tourism to Indonesia Roslan Othman, Senior diplomat Uzbekistan Alisher Kayumov dan istri, Wakil Duber Afghanistan Zalmai Wafamal, Konsul dari Kedubes Azerbaijan Emil Ahmadov dan Atase Kebudayaan Kedubes Iran Mahdi Abolghasemi. (ANTARA News/Fitri Supratiwi)

Perkenalkan Garut

Sementara itu, beberapa perwakilan negara sahabat menyambut baik acara gebyar pesona budaya Garut tersebut sebagai upaya untuk lebih memperkenalkan Garut dan kekayaan budaya Indonesia ke mancanegara.

"Saya mewakili Duta Besar Afghanistan mengucapkan terima kasih telah memperkenalkan Garut yang merupakan bagian lain dari Indonesia," ujar Wakil Dubes Afghanistan Zalmai Wafamal.

Zalmai yang datang ke Garut bersama keluarganya itu mengatakan akan mendorong otoritas di negaranya untuk membangun kerjasama dengan Indonesia terutama di bidang pariwisata. Kedua negara yang mempunyai sejarah hubungan yang panjang sejak Afghanistan menjadi salah satu negara pertama mengakui kemerdekaan Indonesia itu, menurut Zalmai, mempunyai banyak kesamaan maupun perbedaan.

Persamaan, kata dia, akan membuat hubungan semakin kuat, sedangkan perbedaan akan memberi lebih banyak warna dan daya tarik untuk semakin saling mengenal.

Perwakilan negara sahabat lainnya, Konsul dari Kedutaan Besar Azerbaijan, Emil Ahmadov mengatakan bahwa sebagai sesama negara Islam, sudah selayaknya saling mendukung termasuk dalam bidang pariwisata.

"Setelah merasakan langsung potensi budaya dan pariwisata Garut termasuk melihat langsung industri kulit dan kerajinan, saya yakin Anda berada di jalur yang benar untuk mengundang wisawatan maupun investasi datang ke Garut," katanya.

Direktur Malaysian Tourism to Indonesia, Roslan Othman bahkan menyebut acara Gebyar Pesona Budaya Garut itu adalah cara yang tepat untuk mempromosikan Garut ke mancanegara.

"Ini adalah promosi budaya Garut yang sebenarnya," ujar Roslan.

Lima perwakilan negara sahabat yakni dari Malaysia, Iran, Afghanistan, Azerbaijan dan Kazakhstan khusus diundang oleh Dinas Pariwisata Garut untuk melihat dan merasakan langsung potensi-potensi wisata yang ada di daerah tersebut di antaranya wisata alam, budaya, belanja dan kuliner.

Mereka antara lain telah merasakan kesejukan udara di Samarang yang berada di dataran tinggi, lalu menginap di Cipanas yang mempunyai sumber air panas alami dengan pemandangan beberapa gunung yang mengitari Garut.

Candi Cangkuang, satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda yang terletak di tengah danau di Kampung Pulo, Leles, Garut, juga mereka singgahi.

Selain itu, mereka juga mencoba berbagai makanan khas Garut dan Sunda seperti nasi liwet, karedok, mi kocok, rujak dan lalapan. Tidak lupa juga berbelanja kerajinan akar wangi dan kulit.

Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018