Meningkatnya perekonomian masyarakat dalam beberapa tahun terakhir membawa angin segar bagi iklim investasi di Tanah Air dengan beragam pilihan instrumen yang tersedia.

Namun, pada sisi lain dari berbagai pilihan sarana investasi yang hadir tersebut tak sedikit diantaranya merupakan penipuan berkedok investasi yang berujung pada kerugian masyarakat yang telah menanamkan uang.

Jangankan memperoleh keuntungan, yang ada malah buntung. Data yang dihimpun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terungkap kerugian yang diderita masyarakat akibat investasi bodong sejak 2007 hingga 2017 mencapai Rp105,805 triliun.

Jumlah tersebut bukan angka yang kecil dan penipuan berkedok investasi tidak hanya menimpa kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah, namun juga menyasar kalangan atas akibat tergiur keuntungan yang besar.

"Dari Rp105,805 triliun tersebut kasus yang menonjol antara lain Koperasi Pandawa, First Travel, Cakra Buana Sukses dan Dream for Freedom (D4F)," kata Kepala Deputi Direktur Kebijakan Penyidikan OJK Akta Bahar Daeng.

Ia merinci untuk koperasi Pandawa jumlah korban mencapai 549 ribu orang dengan nilai kerugian sebesar Rp3,8 triliun.

Koperasi Pandawa modusnya menawarkan investasi dengan janji keuntungan 10 persen per bulan kepada mereka yang menanamkan uangnya.

Kemudian First Travel merupakan penipuan berkedok umrah dengan biaya murah, namun jamaah gagal diberangkatkan.

Jumlah korban lumayan besar mencapai 586 ribu orang dengan kerugian sebesar Rp800 miliar, katanya.

Menurutnya pada kasus First Travel pihak perusahaan menawarkan biaya umrah amat murah hanya Rp14 juta yang tentu saja amat menggiurkan bagi jamaah.

Sementara harga normal diatas Rp20 juta, akhirnya orang berbondong-bondong mendaftar dan dijanjikan berangkat setahun kemudian, katanya.

Berikutnya adalah kasus Cakra Buana Sukses lewat modus mendulang emas dengan jumlah korban tujuh ribu orang dengan kerugian Rp1,6 triliun.

Selanjutnya kasus Dream for Freedom (D4F) dengan jumlah korban 700 ribu orang menelan kerugian Rp3,5 triliun.

Dream for Freedom menjanjikan keuntungan satu persen per hari bagi mereka yang menanamkan uangnya.

Akta mengatakan pada umumnya modus investasi bodong adalah menawarkan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat sehingga orang jadi mudah tergiur.

"Ada juga yang menjanjikan bonus saat perekrutan anggota baru dan menggunakan tokoh agama serta masyarakat," katanya.

Ia menceritakan misalnya ada gubernur yang jalan pagi kemudian berfoto bersama warga tiba-tiba sudah diklaim saja ikut mendukung investasi tersebut.

Selain itu investasi bodong biasanya tidak memiliki legalitas yang jelas dan berusaha meyakinkan masyarakat bahwa usaha tersebut tidak memiliki risiko.

Ia mengakui saat ini pengetahuan masyarakat terhadap investasi masih minim sehingga mudah tertipu.

Oleh sebab itu sebelum menanamkan uang pastikan legalitas lembaga dan pahami proses bisnis serta manfaat dan risikonya, kata dia.

Menyikapi maraknya penipuan berkedok investasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengukuhkan Satuan Tugas Waspada Investasi Sumatera Barat sebagai upaya pencegahan dan penanganan dugaan tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi.

Hal ini diperlukan karena penipuan berkedok investasi tidak bisa ditangani sendiri oleh OJK karena lintas bidang sehingga perlu dibentuk Satgas Waspada Investasi yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan seperti Kepolisian dan Kejaksaan.

Satgas Waspada Investasi Sumbar dipimpin oleh Kepala Kantor OJK Sumbar beranggotakan delapan instansi yaitu Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, Bank Indonesia, Kementerian Agama, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan jumlah anggota sebanyak 32 orang.

Sementara Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menilai Satgas Waspada Investasi merupakan inisiatif cemerlang karena banyak masyarakat yang tidak memahami dan menjadi korban investasi bodong.

"Saya sering mendapat info soal investasi bodong dan cukup kewalahan menanganinya. Diharapkan satgas bisa menekan jumlah korban," ujarnya.

Ia berharap walaupun tidak separah provinsi lain, tetap diperlukan sosialisasi dan upaya pencegahan agar tidak ada lagi yang menjadi korban



Layanan Pengaduan

Untuk memaksimalkan perlindungan terhadap konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga meminta pelaku usaha jasa keuangan menyediakan layanan pengaduan dan penyelesaian masalah terhadap konsumen yang merasa dirugikan sebagai upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri keuangan.

Pelaku jasa keuangan harus membentuk fungsi atau unit layanan pengaduan di setiap kantor dan memiliki mekanisme pelaporan pengaduan, kata Pelaksana Tugas Direktur Penelitian Kebijakan dan Pengaturan Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Rela Ginting.

Menurutnya tugas dan fungsi layanan pengaduan tersebut antara lain menerima, melayani dan menangani pengaduan, menetapkan target kinerja, pemantauan dan evaluasi, memberikan rekomendasikan perbaikan serta menyusun laporan layanan pengaduan.

Direksi dan dewan komisaris pelaku usaha jasa keuangan harus memastikan layanan pengaduan konsumen ini tersedia dan terlaksana, katanya.

Jasa keuangan yang menjadi fokus antara lain bank umum, BPR, perantara pedagang efek, manajer investasi, perusahaan asuransi, lembaga pembiayaan, perusahaan pegadaian, perusahaan penjaminan dan penyelenggara layanan pinjaman uang berbasis teknologi informasi.

"Layanan pengaduan juga merupakan bentuk perlindungan kepada konsumen dengan prinsip transparan, adil, andal, terjaga kerahasiaan dan penanganan pengaduan secara cepat, sederhana dengan biaya terjangkau," kata dia.

Ia menambahkan jika sengketa yang terjadi tidak dapat diselesaikan oleh layanan pengaduan baru dilimpahkan kepada lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang terdaftar yaitu Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia.

Kemudian Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia, Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjamin Indonesia dan Badan Mediasi Pembiayaan Pegadaian dan Ventura Indonesia.

Dengan tiga pilar yang dilakukan OJK mulai dari literasi keuangan, inklusi keuangan dan regulasi perlindungan konsumen diharapkan korban dan kerugian penipuan berkedok investasi dapat ditekan sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat, stabilitas keuangan terjaga, pengentasan kemiskinan terwujud dan pemerataan pendapatan terdistribusi.*


Baca juga: Hati-hati! Investasi bodong via internet

Baca juga: Satgas: enam entitas diduga tawarkan investasi bodong



 

Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018