Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu menilai rencana Kementerian Agama menerbitkan Kartu Nikah pada tahun 2019, dari perspektif kebijakan publik mengandung kelemahan filosofis dan yuridis.

"Dari sisi filosofis, keberadaan Kartu Nikah akan sulit dijelaskan oleh pihak Kemenag. Alih-alih memberi nilai manfaat bagi publik, rencana ini justru membuat kegaduhan baru di publik," kata Khatibul di Jakarta, Rabu.

Dia menilai, faktanya Kartu Nikah bukan kartu identitas diri seseorang serta bukan pula menggantikan buku nikah.

Dari sisi yuridis, menurut dia, tidak ada pijakan hukum atas rencana ini.

Apabila dianggap sebagai diskresi Menteri Agama, justru rencana ini bertentangan dengan spirit Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), yakni azas bertindak cermat.

"Dampak lainnya, jika rencana ini terealisasi akan memunculkan mata anggaran baru sebagai konsekwensi dari keberadaan Kartu Nikah ini," ujarnya.

Dia mencontohkan seperti biaya perawatan situs, pemeliharaan web, termasuk penggunaan sumber daya manusia (SDM) profesional yang khusus mengelola situs tersebut.

Khatibul menjelaskan, dari sisi penganggaran, rencana pembuatan Kartu Nikah tidak ada dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementeriaan/Lembaga (RKAK/L) tahun 2018. 

"Dalam RKAK/L tahun 2018 tercatat alokasi anggaran untuk Buku Nikah sebesar Rp11 miliar. Jika pengadaan Kartu Nikah diambil dari alokasi buku nikah tentu ini menyalahi mekanisme penganggaran," ujarnya.

Karena itu dia menolak tegas rencana penerbitan Kartu Nikah karena lemah dari sisi filosofis, yuridis dan berpotensi menabrak azas penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Dia menyarankan agar Menteri Agama fokus pada tugas, pokok dan fungsinya yang berbasis pada rencana kerja kementerian.

Sebelumnya, Kementerian Agama secara resmi meluncurkan Kartu Nikah sebagai pelengkap buku nikah pada 8 November 2018.

Kementerian Agama menargetkan satu juta kartu nikah bisa disebarkan untuk pasangan yang baru menikah pada 2018 dan untuk pasangan yang sudah menikah, suplai Kartu Nikah dilakukan bertahap.

Peluncuran itu ditandai dengan beroperasinya Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH) berbasis web dan Kartu Nikah. 

Simkah berbasis web merupakan direktori data nikah yang terintegrasi dengan Aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kementerian Dalam Negeri, dan Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) Kementerian Keuangan.

Kementerian Agama memastikan, keberadaan Kartu Nikah bukanlah pemborosan atau penghamburan uang negara misalnya biaya pencetakan Kartu Nikah tahun 2018 relatif murah yaitu Rp680 juta untuk satu juta kartu.

Kemenag juga menjelaskan bahwa pengadaan Kartu Nikah bukan program dadakan, melainkan sudah melalui mekanisme persetujuan DPR sebelum pagu anggaran tahun 2018 ditetapkan.
Baca juga: FPKS: Batalkan kebijakan kartu nikah
Baca juga: Kartu Nikah Poligami dipastikan hoaks
Baca juga: Hoaks Kartu Nikah Dengan Empat Kolom Foto Istri

 

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018