Jakarta (ANTARA News) - Ombudsman Republik Indonesia (RI) menemukan potensi maladministrasi dalam perizinan dan pengawasan senjata api bagi masyarakat sipil.

Hal tersebut terungkap dari hasil kajian "systemic review" yang dilakukan Ombudsman terkait senjata api nonorganik untuk kepentingan bela diri bagi masyarakat sipil.

"Kalau kami mengharapkan adanya pengaduan, tidak bakal ada yang datang, makanya kami melakukan inisiatif kemudian untuk mengetahui kira-kira potensi maladministrasinya apa. Kami tidak berangkat dari suatu kasus tetapi potensi adanya maladministrasi atau tidak," kata anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala saat jumpa pers di gedung Ombudsman RI, Jakarta, Selasa.

Pertama, pada pada tahap perpanjangan yang berpotensi terjadinya maladministrasi.

"Karena dalam proses permohonan izin penggunaan senjata ini tidak hanya cek kondisi fisik senjatanya saja dan pembaharuan buku kepemilikan. Seharusnya dilakukan juga tes menembak, psikologi, seperti persyaratan awal. Hal itu kami rasa penting karena orang harus sehat secara psikologis dan jasmani," tuturnya.

Kedua, potensi maladministrasi terjadi pada tahap pembayaran izin kepemilikan senjata api.

"Karena pembayaran ini dibayar secara tunai. Bisa terjadi petugas yang minta lebih lah, petugas berjanji macam-macam lah. Kami mengharapkan misalnya seperti halnya pelayanan PNBP pelayanan SIM di mana dilakukan secara transfer," kata Adrianus.

Ketiga, dalam hal penarikan senjata api yang telah habis masa berlakunya.

"Kesulitannya berupa penarikan senjata api tersebut dari tangan pemiliknya, sering terjadi pemilik senjata api itu sudah berganti alamat tanpa sepengetahuan Polri," kata dia.

Terakhir,  pada tahap pergudangan atau penyimpan senjata api.

"Senjata api yang telah berhasil ditarik oleh Polri tentu berada di penyimpanan di gudangkan Polri sebagaimana bentuk pengendalian senjata," kata Adrianus.

Dalam hal tersebut, ungkap dia, tidak semua Kepolisian Daerah (Polda) memiliki gudang yang representatif dalam penyimpanan tersebut.

"Berdasarkan pengumpulan data, hanya Polda Metro Jaya yang memiliki gudang yang cukup besar dan aman, pada Polda lain malah dijadikan satu dengan lain-lain," tuturnya.

Adapun kajian tersebut dilakukan Ombudsman mulai Mei 2018 hingga Januari 2019 dengan mendatangi sejumlah pihak, yaitu Polda Sumatera Utara, Polda Jawa Tengah, Polda Metro Jaya, Polda Jawa Timur dan Polda Sulawesi Selatan serta kunjungan ke beberapa pihak lainnya.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019