Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo mendorong perbaikan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dengan mengacu pada potensi ekonomi dan risiko bencana daerah tersebut.
   
"Saya titip agar Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mendorong jajaran pemerinta daerah menyiapkan RDTR, Rencana Detail Tata Ruang sehingga semuanya yang dibangun itu betul-betul mengacu pada RDTR ini khussunya daerah yang memiliki potensi ekonomi harus jadi acuan," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Rabu.
   
Presiden menyampaikan hal itu dalam pembukaan rapat kerja nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Tertanahan Nasional 2019 yang juga dihadiri oleh Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan sekitar 800 orang pegawai eselon 1 dan 2 Kementerian ATR/BPN.
   
"Lokasi program strategis nasional penting, sekali banyak daerah masuk dalam strategis nasional dan daerah rawan bencana tolong dilihat," tambah Presiden.
   
Presiden meminta agar RDTR tersebut ditaati sehingga bencana di daerah rawan bencana seperti di Nusa Tenggara Barat maupun Palu yang pernah terjadi pada 1978 tidak terulang lagi.
   
"Daerah rawan tsunami tapi tetap dibangun rumah di pinggir pantai, mestinya RDTR ketat, kalau zona merah tidak boleh dibangun, bangun di zona hijau karena tata ruang sebagai payung hukum penting dan untuk percepatan infrasktruktur nasional segera dapat kita lakukan sehingga kita bisa diperhitungkan di tingkal global," ungkap Presiden.
   
Presiden juga minta Kementerian ATR/BPN melakukan lompatan dan kerja keras agar dapat mencapai target.
   
Presiden Joko Widodo sendiri menargetkan pada 2025 seluruh bidang tanah di Indonesia sudah bersertifikat yaitu 126 juta bidang tanah. Target pada 2018 adalah 9 juta sertifikat, target pada 2017 sebanyak 7 juta sertifikat dan pada 2016 sebanyak 5 juta sertifikat yang seluruhnya terpenuhi.
 
"Tinggalkan pola-pola linier, rutinitas, keluar dari hal linier dan rutinitas. Ini penting mengingat bapak itu mengerjakan pekerjaan yang penting bagi rakyat Indonesia, yang mewujukan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tambah Presiden. 
 
Presiden mengungkapkan bahwa setidaknya ada 126 juta bidang tanah yang belum bersertifikat dan baru terselesaikan 46 juta sertifikat. 
   
"Ini yang harus kita kejar, kita rampungkan dan kalau ada hambatan, kita carikan solusinya. Misalnya pada 2015, pak menteri menyampaikan ada kekurangan juru ukur ya cari juru ukur, masa tahu kurang kita diamkan? Tahu kurang apa solusinya apa, termasuk kalau perlu menggunakan juru ukur swasta kenapa tidak?" ungkap Presiden.
   
Presiden menargetkan pada 2025 seluruh tanah di Indonesia harus selesai disertifikasi.
   
"Saya yakin akan selesai dengan cara kerja seperti 2-3 tahun ini dan bila sudah seluruhnya berseritifkat maka konflik pertanahan, maka sengketa lahan tidak ada lagi dan kita bisa melakukan lompatan kemajuan karena rakyat bisa menggunakan sertikat mereka sebagai agunan sehingga menggerakkan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," tambah Presiden.

Baca juga: Presiden ingin maksimalkan tunjangan kinerja pegawai ATR

Baca juga: Presiden minta layanan pertanahan berbasis digital


 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019