Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dilakukan sangat keras, sehingga aparat negara akan takut untuk bertindak korupsi.

"Jadi memang ada korupsi, tapi kita tekanannya (pemberantasan, red.) juga sangat keras. Hanya betul-betul yang mau korupsi sekarang itu yang pemberani-pemberani, yang tidak takut ditangkap," kata Wapres JK di Markas Pusat Palang Merah Indonesia (PMI) di Jakarta, Jumat.

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, menurut JK, juga tidak tebang pilih. Pelaku tindak pidana korupsi dari kalangan pejabat daerah, menteri dan anggota DPR juga dipidana.

"Coba tunjukkan satu negara mana, yang anggota DPR-nya ada 40 ditangkap, yang kepala daerahnya 100 lebih, yang menterinya sembilan. Coba cari negara yang ada seperti itu?" tambahnya.

Menanggapi pernyataan Capres Prabowo Subianto, yang menduga ada 'mark up' anggaran pembangunan hingga 25 persen dari APBN, JK mengatakan angka tersebut tidak mungkin terjadi.

JK mengatakan, dari kasus-kasus korupsi yang sudah ada, rata-rata nilai suap berkisar di angka 7 hingga 15 persen.

"Kasus-kasus yang kita lihat itu, orang minta bagian 7 persen, ada 10 persen, tidak ada yang minta 25 persen. Hanya sekitar 7, 10, ya yang paling nakal kira-kira 15 (persen), yang masuk pengadilan ya. Artinya tidak sebesar apa yang dikatakan (Prabowo)," jelasnya.

Korupsi lumrah terjadi di setiap negara, apalagi di negara berkembang seperti Indonesia yang sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur.

Menurut JK, pos anggaran yang umumnya sering dikorupsi adalah alokasi anggaran untuk pembangunan.

"Tidak benar itu diratakan 25 persen, saya kira tidak. Bahwa anggaran itu kan disamping anggaran biasa, buktinya anda tidak bisa korupsi katakanlah gaji pegawai atau korupsi subsidi. Yang dikorupsi itu hanya anggaran pembangunan," jelas JK.

Seperti diberitakan, Capres Prabowo Subianto menuding adanya kebocoran APBN hingga 25 persen atau setara dengan Rp500 triliun. Dugaan Prabowo, kebocoran tersebut disebabkan oleh adanya 'mark up' di sejumlah proyek pembangunan di Tanah Air.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019