Samarinda (ANTARA) - Provinsi Kalimantan Timur dalam tahun 2019 menargetkan mampu merealisasikan perhutanan sosial seluas 239.697 hektare lebih  yang tersebar pada sejumlah desa/kampung,  dengan harapan kawasan tersebut bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan warga sekitar.

"Hingga Maret 2019 capaian perhutanan sosial di Kaltim sudah sebesar 140.930 ha, selanjutnya dalam tahun ini kembali  menargetkan luasan perhutanan sosial bertambah 98.766,81 ha atau total menjadi 239.697 ha," ujar Kasi Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim, Alfaret Dapen Simbolon di Samarinda, Kamis.

Ia mengatakan itu ketika mewakili Kepala Dinas Kehutanan Kaltim dalam Rapat Koordinasi Sinkronisasi Data dan Kegiatan Kelompok Kerja Perhutanan Sosial Kalimanatan Timur 2019.

Angka 98 ribu ha tersebut merupakan hasil kesepakatan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) se-Kaltim dalam rapat koordinasi di Jakarta pada awal tahun ini.

Pemerintah provinsi, katanya, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang  2019-2023 menetapkan capaian perhutanan sosial di Kaltim hanya sebesar 32 ribu ha per tahunnya.

Bahkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan target lebih kecil lagi untuk Kaltim, yakni 25 ribu ha pada 2019, sehingga menjadi kegembiraan karena dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) selaku pemangku wilayah tidak mau ketinggalan dalam percepatan perhutanan sosial.

Alfaret menyatakan, masih banyak pekerjaan yang harus dirumuskan dalam konsep perhutanan sosial di Kaltim, misalnya, dari 140 ribu ha perhutanan sosial yang sudah dicapai, masyarakat belum bisa merasakan manfaatnya secara langsung.

"Bagaimana izin perhutanan sosial yang sudah terbit bisa dimanfaatkan demi kesejahteraan masyarakat, itu yang belum optimal di Kaltim," ujarnya.

Dari 140 ribu ha izin perhutanan sosial yang terbit, lanjutnya, terdapat 23 hutan desa, 11 hutan kemasyarakatan, 12 hutan tanaman rakyat, 6 kemitraan kehutanan dan 1 hutan adat.

Sementara itu, Manajer Senior Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) yang berafiliasi dengan The Nature Conservancy (TNC) Indonesia, Niel Makinuddin mengatakan penerbitan izin perhutanan sosial harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas pengelolaan dan rencana bisnis.

"Masyarakat yang mendapat hak kelola harus siap dengan rencana bisnisnya, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Hak kelola tersebut perlu diterjemahkan dalam rencana bisnis agar bisa dirasakan manfaatnya jangka pendek maupun panjang," tutur Niel.

Ia juga mengatakan bahwa hal itu juga untuk mencegah masuknya kepentingan investasi non kehutanan yang berpotensi merusak kawasan kelola masyarakat, bahkan semua kemungkinan negatif yang mungkin masuk perlu diantisipasi.

"Bukan hanya akses masyarakat yang harus diperhatikan, namun tindak lanjut setelah akses diberikan adalah penguatan kapasitas masyarakat untuk kelola hutan dan perencanaan bisnisnya juga penting, terutama bisnis produk hasil hutan nonkayu yang secara akumulatif nilainya jauh lebih besar dari kayu," ucap Niel.

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019