Jakarta (ANTARA) - Kapolsek Kebon Jeruk Ajun Komisaris Polisi (AKP) Erick Sitepu menggelar pengungkapan kasus pembunuhan seorang bayi berusia tiga bulan oleh ayah kandungnya dan menjelaskan rangkaian peristiwa yang berujung tewasnya bayi malang tersebut.

Peristiwa pembunuhan ini terjadi pada Sabtu (27/4) dan baru terungkap setelah pihak Puskesmas Kebon Jeruk melaporkan adanya kematian bayi secara tidak wajar ke Mapolsek Kebon Jeruk pada Selasa (30/4).

"Waktu kejadian ketika korban meninggal dunia adalah Sabtu 27 April 2019 sekitar pukul 07.00 WIB. Untuk TKP di rumah pelaku, di Jalan Yusuf Raya, Kelurahan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk," kata Erick di Mapolres Metro Jakarta Barat.

DIjelaskan Erick, pelapornya adalah perawat dari Puskesmas Kebon Jeruk, kasusnya sendiri dilaporkan tiga hari kemudian pada hari Selasa (29/4).

Peristiwa itu terjadi pada Sabtu (27/4), awalnya tersangka dititipkan anaknya oleh istri pelaku yang berangkat pagi untuk belanja.

Di dalam rumah hanya ada pelaku, korban, termasuk mertua dari pelaku. Mertua pelaku adalah penyandang tunanetra, sehingga dia tidak mengetahui apa yang dilakukan pelaku terhadap korban.

Selama ditinggal oleh istri pelaku yang berinisial SK, bayinya ini mengalami kekerasan oleh pelaku, antara lain digigit tepat di wajah sebelah kiri, hingga meninggalkan bekas gigitan kemudian dipukul tepat di wajah, sehingga menyebabkan luka berat di bagian hidung dan bibir pecah.

"Kemudian bayinya juga tangan dan kakinya dipatahkan, ditarik sampai dipelintir berulang kali. Kalau menurut keterangan pelaku, dipelintir Sampai bunyi 'Krek' baru dia berhenti," tutur Erick.

Masih dikatakan Erick, setelah melakukan kekerasan itu, bayinya sebenarnya masih hidup, kemudian istrinya datang, melihat kondisi bayinya sudah lemas namun masih bernafas.

Kemudian SK bertanya kepada pelaku, Kenapa bayinya seperti ini, dijawab oleh pelaku bayinya tersedak di tenggorokan.

Dengan bantuan tetangga, korban kemudian dibawa ke Puskesmas Kebon Jeruk. Namun setelah sampai, pihak puskesmas menyatakan bahwa bayinya sudah meninggal dalam perjalanan.

Saat di Puskesmas, MS sempat meminta meminta surat keterangan kematian kepada pihak Puskesmas.

Oleh Puskesmas permintaan itu ditolak karena kematian yang tidak wajar. Menyadari Puskesmas ini menolak, dan takut dicurigai, akhirnya pelaku berinisiatif membawa korban pulang ke rumah untuk dikubur.

SK yang tidak percaya dengan keterangan dari pelaku, akhirnya istri berinisiatif datang lagi ke Puskesmas. Setibanya di sana SK kemudian meminta surat kematian, namun kembali ditolak.

Pihak puskesmas yang curiga akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Kebon Jeruk.

"Dalam waktu 1x24 jam Unit Reserse yang dipimpin langsung oleh Kanit Reskrim AKP Irwandi, menangkap pelaku sempat akan kabur di rumahnya," ujarnya.

Erick mengatakan pelaku yang tidak bisa menghubungi istrinya merasa curiga dirinya akan dilaporkan ke polisi, namun MS berhasil ditangkap sebelum melarikan diri.

Berdasarkan keterangan dari pelaku, penganiayaan terhadap anaknya ini tidak hanya dilakukan satu kali saja, tetapi pernah dilakukan pada saat bayi berumur satu setengah bulan, saat itu MS mematahkan salah satu kaki bayinya.

"Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil rontgen dari rumah sakit, namun ini nanti yang berhak menjelaskan adalah dari pihak rumah sakit," tutur Erick.

Erick juga mengatakan yang membawa korban ke dokter adalah SK namun tanpa sepengetahuan pelaku.

Atas perbuatannya MS kini harus meringkuk di balik jeruji besi dan dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan subsider Pasal 351 (3) KUHP tentang Penganiayaan dan Pasal 80 (4) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara.

Namun ancaman hukumannya diperberat lantaran pelaku adalah orang tua kandung dari korban.

"Karena pelaku adalah orangtuanya sendiri maka hukumannya diperberat sepertiga menjadi 20 tahun penjara," tutur Erick.
 


 

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019