Jakarta (ANTARA) - Cathy Ahadianty, istri dari anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN), Mustofa Nahrawardaya, mengatakan tim pemenangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memberi sinyal untuk memberikan bantuan hukum pada suaminya.

Cathy menyebut dirinya telah berkoordinasi dengan Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak terkait hal tersebut.

"Infonya akan kasih bantuan hukum sih, tapi saya belum tahu karena baru datang lagi ke sini. Sebelumnya di rumah tadi pagi, saya baru koordinasi dengan Dahnil," kata Cathy pada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Minggu.

Hingga saat ini, kata Cathy pihaknya masih mengandalkan tim advokat yang merupakan rekan-rekan dari Mustofa.

Salah satu kuasa hukum Mustofa Nahrawardaya, Djudju Purwantoro, mengatakan sejauh ini tim kuasa hukum untuk menangani kasus yang menjerat Mustofa Nahrawardaya adalah dari pribadi yang bersangkutan.

"Ini dari pribadi, kami kenal sudah lama, para advokat ini tergabung dalam Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI) yang membentuk tim pembela Mustofa Nahrawardaya," kata Djudju.

Saat ini, ujar Djudju, Mustofa masih diperiksa secara insentif oleh penyidik Bareskrim Polri, yang secara formal dimulai pada sekitar pukul 15:30 WIB.

"Pemeriksaan formil baru sore, paginya hanya klarifikasi identitas. Pemeriksaan itu juga mulai sore karena kan status Mustofa tersangka makannya wajib didampingi kuasa hukum," ucap Djudju.

Mustofa ditangkap untuk diperiksa pada Jumat dini hari, karena diduga keras telah melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan SARA dan/atau pemberitaan bohong melalui Twitter berdasarkan laporan di Bareskrim Polri pada tanggal 25 Mei 2019. Dia dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dalam surat penangkapan, Mustofa dijerat Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Mustofa menjadi tersangka karena cuitannya. Cuitan yang dipersoalkan itu diunggah di akun Twitter @AkunTofa yang menggambarkan ada seorang anak bernama Harun (15) yang meninggal setelah disiksa oknum aparat.

"Innalillahi-wainnailaihi-raajiuun. Sy dikabari, anak bernama Harun (15) warga Duri Kepa, Kebon Jeruk Jakarta Barat yg disiksa oknum di Komplek Masjid Al Huda ini, syahid hari ini. Semoga Almarhum ditempatkan di tempat yg terbaik disisi Allah SWT, Amiiiin YRA," demikian cuitan di @AkunTofa disertai emoticon menangis dan berdoa.

"Iya benar," kata Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo Chairul saat dimintai konfirmasi mengenai cuitan Mustofa.

Sebelumnya, di media sosial, ramai disebarkan informasi disertai narasi hoaks bahwa ada korban anak di bawah umur bernama Harun Rasyid dipukuli hingga meninggal. Peristiwanya disebut terjadi di dekat Masjid Al-Huda di Jl Kp Bali XXXIII No 3, RT 2 RW 10, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Polri kemudian membantah hoaks tersebut. Polri mengatakan peristiwa dalam video tersebut faktanya adalah penangkapan salah seorang perusuh bernama A alias Andri Bibir. Polri memastikan pelaku perusuh itu masih hidup. Peristiwa itu sendiri terjadi pada Kamis (23/5) pagi. Polri menegaskan narasi dalam video yang viral di Twitter hoaks.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019