Jakarta (ANTARA) - Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya mengungkap sindikat kejahatan properti dengan total nilai kerugian korban mencapai sekitar Rp214 miliar dalam kurun waktu lima bulan yakni sejak Maret-Juli 2019.

"Ini dikemas sangat rapi oleh sindikat sehingga masyarakat yang akan menjual rumah percaya. Rata-rata harga rumah yang akan dijual itu di atas Rp15 miliar," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono di Tebet, Jakarta Selatan, Senin.

Argo menyebutkan polisi menangkap empat orang pelaku yakni H Idham, Sujatmiko dan Wiwid yang dihadirkan dalam keterangan pers, serta satu orang yang masih dalam pemeriksaan.

Ia menyebutkan pengungkapan tersebut merupakan yang pertama kali ditangani Polda Metro Jaya.

Baca juga: Polisi ungkap mafia pemalsuan sertifikat tanah

Baca juga: Polda Metro tangkap pemalsu sertifikat aset Pemprov

Baca juga: Kejagung pinjamkan Edward Soeryadjaya ke PN Bandung


Para tersangka, lanjut dia, melakulan aksi kejahatannya di kantor notaris palsu Dr H Idham di Jalan Tebet Timur Raya Nomor 4D, Jakarta Selatan.

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Suyudi Ario Seto mengatakan pengungkapan tersebut berawal dari laporan seorang korban berinisial CS pada Juli 2019.

Ada tiga laporan yang masuk kepada Polda Metro Jaya terkait kasus properti itu termasuk korban CS.

Polisi kemudian membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus tersebut dan dalam waktu 24 jam, para tersangka ditangkap.

Suyudi menyebutkan CS dihubungi oleh salah satu perusahaan pendanaan atau "bridging" atau "funder" bahwa sertifikat miliknya diagunkan.

Dia menuturkan CS terkejut karena tidak pernah mengagunkan sertifikat rumahnya di Jalan Raden Fatah III Nomor 5 Blok K/1 Kebayoran Baru kepada perusahaan pendanaan.

Sebelumnya, CS akan menjual rumah tersebut pada 14 Maret 2019 dengan nilai Rp87 miliar, melalui perantara Wiwid.

Sayangnya, korban mau menyerahkan sertifikat asli kepada tersangka karena alasannya pelaku ingin mengecek sertifikat itu ke BPN.

Bukannya dibawa ke BPN, sertifikat asli itu kemudian dipalsukan oleh Wiwid melalui peran notaris abal-abal, Idham.

Sedangkan sertifikat asli sudah diagunkan oleh para tersangka ke salah satu perusahaan pendanaan dengan nilai mencapai Rp5 miliar.

"Perusahaan 'bridging' terpedaya juga sehingga keluar dana lima miliar. Di sisi lain, korban curiga dari Maret sampai Juli, sertifikat belum kembali. Tersangka kemudian menyerahkan sertifikat palsu kepada korban yang sama persis aslinya," ucapnya.

Perusahaan "bridging", lanjut dia, juga mengalami kerugian dengan total mencapai hampir Rp25 miliar.

Polisi menyita sejumlah bukti di antaranya satu unit mobil, sepeda motor, sejumlah cincin yang diklaim berlian, cap, map dan plang nama notaris palsu, uang tunai Rp28 juta dan 2.000 dolar Singapura serta sejumlah barang bukti lainnya.

Para dijerat pasal 378, dan atau 372 dan atau 263 dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.

Selain menjerat para tersangka dengan pasal penipuan, pemalsuan dan penggelapan, polisi juga akan menjerat mereka dengan tindak pidana pencucian uang.

"Dalam pemeriksaan, tersangka tidak kooperatif, selalu ngeles dan bertele-tele," kata Argo Yuwono.

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019