Bengkulu (Antara Bengkulu) - Pengusaha batu bara di Provinsi Bengkulu masih menggunakan bahan bakar minyak bersubsidi untuk mengangkut hasil tambang, padahal pemerintah sudah melarang hal itu dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12/2012 tentang Pengendalian Pemakaian BBM Bersubsidi.

Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Bengkulu Eko Agusrianto saat memimpin rapat dengan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) mengatakan pemerintah sudah memberi toleransi yang cukup kepada pengusaha batu bara terkait penggunaan BBM bersubsidi.

"Seharusnya angkutan batu bara sudah berhenti menggunakan BBM bersubsidi sejak 1 September 2012," katanya dalam rapat yang digelar di aula Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Jumat.

Dalam rapat yang dihadiri Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu Karyamin dan Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu Bara Bengkulu (APBB) itu, Eko meminta pengusaha batu bara atau pemegang IUP segera memperbaharui kontrak dengan penyedia jasa angkutan batu bara tentang pengggunaan BBM nonsubsidi.

Selama ini kata dia pemerintah bahkan sudah memberi toleransi penggunaan jalan umum untuk angkutan batu bara, sehingga diminta pengertian dan kejelasan dari pengusaha untuk menyesuaikan tarif angkutan batu bara sesuai dengan pemberlakukan BBM nonsubsidi bagi angkutan hasil tambang.

"Alasan yang dipakai selama ini karena mereka belum menemukan kata sepakat dengan penyedia jasa angkutan batu bara, tetapi peraturan harus ditegakkan," katanya.

Eko mengatakan pengusaha harus menaati aturan jika tidak ingin mendapat masalah, sebab penghematan pemakaian BBM subsidi akan dialihkan untuk pembangunan infrastruktur daerah.

Ia mengatakan, penghematan subsidi BBM untuk angkutan hasil tambang, perkebunan, kehutanan bahkan kendaraan dinas pemerintah akan menghemat Rp30 triliun lebih.

"Dana ini bisa dikembalikan ke daerah minimal Rp3 triliun saja sudah sangat membantu untuk membangun infrastruktur," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu Karyamin mengatakan pemerintah daerah berhak merekomendasikan pencabutan IUP perusahaan tambang jika tidak menaati peraturan pemerintah tersebut.

"Kami sudah berulang kali memfasilitasi pemegang IUP dengan penyedia jasa angkutan untuk penyesuaian tarif, tetapi sampai saat ini belum ada kesepakatan," katanya.

Penyedia jasa angkutan kata dia mengusulkan kenaikan tarif sebesar 52 persen dari Rp130 ribu per ton batu bara, sedangkan pengusaha batu bara mengusulkan kenaikan 47 persen.

Menurut Karyamin, keputusan pengusaha jasa angkutan tersebut bukan harga mati, diharapkan pemegang IUP dan penyedia jasa transportasi memperbaharui kontrak dengan kisaran 47 hingga 52 persen tersebut, sehingga penggunaan BBM nonsubsidi bagi kendaran pengangkut tambang segera dilaksanakan.

Petugas ESDM sebelumnya sudah memasang stiker khusus di kendaraan pengangkut batu bara sebagai tanda pemakai BBM nonsubsidi namun karena belum ada kesepakatan tentang kenaikan tarif, sebagian pemilik kendaraan mencabut stiker tersebut.

Sedangkan Direktur Eksekutif APBB mengatakan jika pengusaha jasa angkutan tidak mematok kenaikan 52 persen, maka dia akan menginstruksikan pengusaha batu bara untuk memperbaharui kontrak pengangkutan batu bara.

"Karena kemarin pengusaha jasa angkutan tidak ingin ada pengurangan sama sekali dari 52 persen kenaikan. Tetapi kalau bukan harga mati, kami akan meminta pengusaha batu bara untuk melakukan penyesuaian," katanya.

Selain itu, ia juga meminta pemerintah tidak memberlakukan sama antara perusahaan batu bara di Kabupaten Bengkulu Utara yang jarak tempuhnya lebih jauh dibanding perusahaan di Kabupaten Bengkulu Tengah. (ANTARA)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013