Seorang atlet triatlon putri Korea Selatan (Korsel) bunuh diri setelah bertahun-tahun menjadi korban kekerasan fisik dan verbal dari pelatih serta karena keluhannya kepada otoritas olahraga tidak digubris, kata sejumlah laporan seperti dikutip AFP, Kamis.
Choi Suk-hyeon (22) yang memenangkan medali perunggu turnamen junior putri pada kejuaraan triatlon Asia 2015 di Taipei dilaporkan meninggal dunia di asramanya di Busan bulan lalu.
Dari tangkapan layar perbincangan lewat teksnya dengan ibunya yang luas tersebar, dia memohon kepada sang ibu, untuk "membeberkan dosa-dosa" para pelaku kekerasan kepada dia.
Korea Selatan adalah kekuatan olahraga kawasan dan reguler masuk 10 besar dalam daftar peraih medali Olimpiade Musim Panas dan Musim Dingin.
Tetapi dalam masyarakat yang sudah sangat kompetitif, menjadi juara adalah berarti segalanya dalam komunitas olahraganya, dan kekerasan fisik serta verbal sudah sangat dikenal di negeri ini.
Choi menduduki urutan keempat dalam kejuaraan nasional 2016 tetapi itu gagal mencapai target dengan menempati urutan ke-14 dalam kejuaraan sama tahun lalu.
Pada satu kesempatan, Choi menulis di buku hariannya: "Hujan turun hari ini dan saya dipukuli begitu keras...Saya menangis setiap hari."
Berbagai laporan media di Korea Selatan menyebutkan bahwa Choi merekam audio kekerasan fisik terhadap dirinya.
Dalam satu file yang disiarkan stasiun televisi kabel YTN, pelatihnya marah besar karena berat badannya, "Kamu tak boleh makan selama tiga hari." Sang pelatih melanjutkan, "Kamu sudah janji kepada saya bahwa kamu mau bertanggung jawab."
Lalu si pelatih menyuruh dia, "Rapatkan gigimu," diikuti suara tamparan keras.
Para ofisial tim memaksa dia untuk memakan roti seharga 200.000 won (Rp2,3 juta) sebagai hukuman karena tidak bisa menjaga berat badan dan biasa memukuli si atlet.
Choi mengadu kepada Komite Olahraga dan Olimpiade Korea Selatan (KSOC) April lalu agar menggelar penyelidikan.
Namun seorang sahabat berkata kepada kantor berita Yonhap bahwa Choi "sudah berusaha meminta bantuan banyak lembaga pemerintah tetapi semua orang mengabaikan permohonan dia."
KSOC membantah telah mengabaikan permohonan dia dengan menyatakan dalam jumpa pers bahwa lembaga ini sudah menugaskan seorang penyelidik wanita setelah menerima pengaduan dari Choi awal April.
KSOC berjanji untuk mengambil langkah keras terhadap mereka yang terlibat sambil menyampaikan penyesalan mendalam atas insiden itu.
Kini penyelidik akan membuka penyelidikan kasus ini, kata KSOC.
Sebuah petisi di posting di laman kantor ke presiden Korea Selatan guna menuntut penyelidikan menyeluruh, sudah ditandatangani oleh 5.000 orang sampai Kamis siang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
Choi Suk-hyeon (22) yang memenangkan medali perunggu turnamen junior putri pada kejuaraan triatlon Asia 2015 di Taipei dilaporkan meninggal dunia di asramanya di Busan bulan lalu.
Dari tangkapan layar perbincangan lewat teksnya dengan ibunya yang luas tersebar, dia memohon kepada sang ibu, untuk "membeberkan dosa-dosa" para pelaku kekerasan kepada dia.
Korea Selatan adalah kekuatan olahraga kawasan dan reguler masuk 10 besar dalam daftar peraih medali Olimpiade Musim Panas dan Musim Dingin.
Tetapi dalam masyarakat yang sudah sangat kompetitif, menjadi juara adalah berarti segalanya dalam komunitas olahraganya, dan kekerasan fisik serta verbal sudah sangat dikenal di negeri ini.
Choi menduduki urutan keempat dalam kejuaraan nasional 2016 tetapi itu gagal mencapai target dengan menempati urutan ke-14 dalam kejuaraan sama tahun lalu.
Pada satu kesempatan, Choi menulis di buku hariannya: "Hujan turun hari ini dan saya dipukuli begitu keras...Saya menangis setiap hari."
Berbagai laporan media di Korea Selatan menyebutkan bahwa Choi merekam audio kekerasan fisik terhadap dirinya.
Dalam satu file yang disiarkan stasiun televisi kabel YTN, pelatihnya marah besar karena berat badannya, "Kamu tak boleh makan selama tiga hari." Sang pelatih melanjutkan, "Kamu sudah janji kepada saya bahwa kamu mau bertanggung jawab."
Lalu si pelatih menyuruh dia, "Rapatkan gigimu," diikuti suara tamparan keras.
Para ofisial tim memaksa dia untuk memakan roti seharga 200.000 won (Rp2,3 juta) sebagai hukuman karena tidak bisa menjaga berat badan dan biasa memukuli si atlet.
Choi mengadu kepada Komite Olahraga dan Olimpiade Korea Selatan (KSOC) April lalu agar menggelar penyelidikan.
Namun seorang sahabat berkata kepada kantor berita Yonhap bahwa Choi "sudah berusaha meminta bantuan banyak lembaga pemerintah tetapi semua orang mengabaikan permohonan dia."
KSOC membantah telah mengabaikan permohonan dia dengan menyatakan dalam jumpa pers bahwa lembaga ini sudah menugaskan seorang penyelidik wanita setelah menerima pengaduan dari Choi awal April.
KSOC berjanji untuk mengambil langkah keras terhadap mereka yang terlibat sambil menyampaikan penyesalan mendalam atas insiden itu.
Kini penyelidik akan membuka penyelidikan kasus ini, kata KSOC.
Sebuah petisi di posting di laman kantor ke presiden Korea Selatan guna menuntut penyelidikan menyeluruh, sudah ditandatangani oleh 5.000 orang sampai Kamis siang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020