Bengkulu (Antara Bengkulu) - Sebanyak 115 kepala keluarga warga Desa Sempiang dan Tugu Rejo Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang, Bengkulu menolak rencana pemerintah setempat menggusur areal kebun kopi seluas 148 hektare untuk membangun Sekolah Pertanian Pembangunan Negeri.

"Karena kami tidak punya lahan lain dan sudah mengusahakan areal itu sejak 1980, jadi kami akan mempertahankan lahan kami dari rencana penggusuran," kata salah seorang petani Ponimin di Bengkulu, Selasa.

Ponimin mengatakan hal itu kepada wartawan di Kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu di Kota Bengkulu.

Bersama dua petani lainnya yang merupakan perwakilan dari 115 kepala keluarga petani di dua desa tersebut, mereka menyerahkan mandat pendampingan kepada Walhi dan Serikat Petani Indonesia (SPI).

Menurut warga, Pemerintah Kabupaten Kepahiang berencana mengganti lahan Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) di Kelobak, Kepahiang dengan lahan yang sudah diusahakan warga Sempiang dan Tugu Rejo.

Penggantian lahan sekolah itu buntut dari penggusuran bangunan SPP Kelobak untuk dijadikan perkantoran dan masjid raya Kabupaten Kepahiang.

"Pemerintah kabupaten membongkar sekolah pertanian untuk membangun perkantoran dan masjid lalu berencana mengganti lahan sekolah dengan lahan yang sudah kami usahakan selama 30 tahun terakhir," katanya.

Rencana ini kata Ponimin sudah berlangsung sejak 2009, namun petani mendapat dukungan dari DPRD Kabupaten Kepahiang yang meminta pemerintah daerah untuk mencari lahan lain.

Namun, pada akhir 2012 Bupati Kabupaten Kepahiang Bando Amin kembali mengingatkan warga untuk menyerahkan lahan itu kepada pemerintah.

"Memang baru secara lisan karena menurut pemerintah daerah lahan itu adalah lahan tidur, padahal umur tanaman kopi kami sudah lebih 30 tahun," katanya.

Meski belum ada upaya resmi dari pemerintah untuk mengambil lahan tersebut, masyarakat kata dia sudah resah sebab lahan yang digarap atas dasar izin garap dari kepala desa itu sudah menjadi tumpuan hidup keluarga mereka.

Ketua SPI Provinsi Bengkulu Hendarman mengatakan petani mencurigai dibalik agenda tukar guling tersebut terdapat rencana lain dari pemerintah daerah yakni menjadikan kawasan itu sebagai objek wisata air panas dan investasi panas bumi atau geothermal.

"Sebab petani menyaksikan bahwa pada 2012 ada kegiatan eksplorasi yakni pengeboran untuk mengetahui potensi panas bumi di lokasi itu," katanya.

Pemerintah daerah kata dia seharusnya menghormati hak-hak masyarakat dan melindungi sumber-sumber penghidupan petani di wilayah itu.

Selain itu masyarakat sama sekali tidak mengetahui rencana-rencana pembangunan pemerintah di wilayah itu sehingga memunculkan kekhawatiran akan menggusur mereka.

Direktur Walhi Bengkulu Adi Saputra mengatakan siap mendampingi petani Sempiang dan Tugu Rejo untuk menuntaskan sengketa lahan tersebut.

Ia mengatakan di wilayah itu pemerintah mengeluarkan izin HGU seluas 1.000 hektare kepada PT Sarana Mandiri Mukti dan sudah diserahkan kepada PT Cakra yang mengembangkan komoditas teh. (Ant)

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013