Sejumlah aktivis penggiat lingkungan di Bengkulu memprotes keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya yang mengeluarkan izin usaha penyediaan sarana wisata alam (IUPSWA) di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang dan Pulau Bengkulu.

Juru kampanye energi Yayasan Kanopi Hijau Indonesia Olan Sahayu menilai penerbitan IUPSWA di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang dan Pulau Baai Bengkulu itu cacat hukum karena bertentangan dengan Peraturan Menteri LHK nomor P.8 tahun 2019 tentang pengusahaan pariwisata alam.

Kata Olan, hingga saat ini belum ada surat keputusan Menteri LHK yang menyatakan kawasan Pantai Panjang tersebut ditetapkan sebagai TWA dan status kawasan itu masih dalam penunjukan sebagai TWA.

Hal itu berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan nomor 784/Menhut-II/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang penunjukan kawasan tersebut menjadi TWA.

Keputusan tersebut merupakan perubahan atas keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan nomor 420/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang penunjukan kawasan hutan di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Bengkulu seluas 920.964 hektare.

"Mengapa kita bilang izin yang dikeluarkan menteri itu cacat hukum karena bertentangan dengan peraturan menteri itu sendiri, sebab kawasan Pantai Panjang itu baru SK penunjukan dan belum ada SK penetapan sebagai TWA," kata dia di Bengkulu, Jumat.

Menurut Olan, penerbitan IUPSWA Pantai Panjang dan Pulau Baai Bengkulu nomor SK.988/Menlhk/Setjen/KSA.3/11/2019 yang dikantongi PT Noor Alif Bencoolen seluas 20 hektare itu tidak hanya cacat hukum tetapi juga akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan akan menjadi preseden buruk kedepan.

Belum lagi, kata dia, penerbitan IUPSWA tersebut juga berpotensi memperlebar kerusakan lingkungan di daerah itu terutama mengancam fungsi ekologis hutan pantai dan mengancam ekosistem hutan bakau yang saat ini terus mengalami abrasi. 

"Kami minta Menteri Siti Nurbaya mencabut kembali izin usaha penyediaan sarana wisata alam di kawasan Pantai Panjang itu karena memang kawasan itu belum ditetapkan sebagai TWA," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu Benny Ardiansyah menilai penertiban IUPSWA oleh Menteri Siti Nurbaya tersebut syarat kepentingan.

Hal itu, kata dia, karena luas 20 hektare kawasan yang menjadi objek IUPSWA itu merupakan kawasan hutan pantai yang masih banyak ditumbuhi pepohonan dibandingkan zona lainnya di kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai Bengkulu.

"Kalau dilihat memang unsur kepentingannya tinggi karena zona yang paling virgin diseluruh kawasan itu yakni dibagian yang akan digarap itu meskipun hanya 20 hektare," paparnya.

Apalagi, kata dia, baik pihak Kementerian LHK melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu maupun pihak pengelola yakni PT Noor Alif Bencoolen tidak bisa menunjukkan konsep perlindungan garis hijau atau greenline kawasan pesisir disarana wisata alam yang akan dibangun tersebut.

Benny menyebut sedikit sekali informasi yang bisa diakses publik tentang rencana pembangunan sarana wisata di kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai Bengkulu tersebut, karena itu ia menilai pembangunan itu tidak berorientasi pada penyelamatan ekosistem dan lingkungan hidup.

Menurutnya, meskipun regulasi memungkinkan untuk pembangunan sarana wisata alam di kawasan TWA, namun tetap saja pembangunan itu tak boleh hanya untuk tujuan ekonomi semata.

"Karena sekarang ini kita berbicara tentang penyelamatan ruang hijau yang tersisa untuk wilayah mangrove di Kota Bengkulu, jadi tidak cukup hanya berbicara ekonomi saja, makanya tadi saya katakan ini syarat kepentingan," tegasnya.

Benny mengaku Walhi Bengkulu saat ini sedang mengkaji langkah dan upaya untuk menyikapi penerbitan IUPSWA di TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai Bengkulu oleh Menteri Siti Nurbaya.

Sementara itu Kepala BKSDA Bengkulu-Lampung Donald Hutasoit saat dihubungi via telepon, Jumat mengakui memang status TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai tersebut masih penunjukkan.

Kata dia, saat ini proses status TWA tersebut sedang memasuki tahap tata batas sebelum nantinya ditetapkan sebagai TWA, namun dengan SK penunjukkan tersebut memastikan bahwa kawasan itu sudah bukan kawasan hutan dan sekarang fungsinya sebagai TWA.

"Jadi mereka (aktivis) menafsirkannya ya silakan saja, kawasan hutan itu kan ada prosesnya, ada penunjukkan, tata batas sampai nanti penetapan, jadi itu sudah kawasan TWA tapi sekarang prosesnya di tata batas, kalau penetapannya ya berproses," paparnya.

Terkait penerbitan IUPSWA, kata Donald itu sepenuhnya menjadi kewenangan Menteri LHK dan bukan kewenangan BKSDA Bengkulu-Lampung.

Ia menjelaskan, PT Noor Alif Bencoolen telah mengantongi seluruh izin pembangunan sarana wisata alam di TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai Bengkulu, baik itu dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup atau UKL-UPL, izin pariwisata, izin penanaman modal dan terakhir IUPSWA.

"Kalau ada masalah gak mungkin izinnya di keluari oleh menteri, jadi dia juga tidak sembarangan," tegasnya.

Donald juga memastikan ketika nantinya PT Noor Alif Bencoolen yang telah mengantongi IUPSWA dari Menteri LHK ternyata melakukan pencemaran lingkungan atau merusak ekosistem pantai maka pihaknya akan mengambil tindakan tegas, termasuk merekomendasikan agar izinnya dicabut.

"Jangankan mereka, siapapun yang melakukan perusakan lingkungan akan kita sikat, tetapi kalau dalam rangka membangun sarana wisata alam dia harus menata kawasan itu ya kita tidak bisa juga karena memang harus ditata," demikian Donald.

Pewarta: Carminanda

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020