Jakarta (Antara Bengkulu) - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengomentari wacana memasukkan pasal santet di dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang saat ini sedang dipelajari DPR RI.

"Sejauh hal-hal gaib dan metafisik itu bisa ditarik ke ranah hukum, ya silahkan saja, karena hukum kan harus ada pembuktian objektif, dan pembuktian materiil," ujar Din Syamsuddin di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis.

Din menyatakan bahwa pihaknya sejauh ini belum benar-benar mempelajari pasal santet dalam RUU KUHP, karena sedang memfokuskan diri terhadap RUU lain misalnya RUU Ormas. Namun dia mempersilakan para legislator mengkajinya terlebih dulu apakah memungkinkan memasukkan kejahatan santet dalam perundang-undangan.

Din juga mengingatkan bahwa yang terpenting dilakukan adalah menghindari terjadinya hal-hal merugikan orang banyak.

Menurut dia, terdapat opsi untuk mengatur permasalahan santet. Permasalahan itu tidak selalu harus didekati dengan regulasi dan legislasi.

"Tidak selalu kemudian itu didekati dengan regulasi, dengan legislasi. Ada pendekatan lain dalam kehidupan berbangsa yang bisa dilakukan," kata dia.

Pendekatan lain yang dimaksudkan Din yakni mengembangkan etika sosial, agar praktik seperti itu tidak berkembang, termasuk praktik penghakiman oleh masyarakat terhadap yang dituduh juga harus dihentikan.

Di dalam Pasal 293 RUU KUHP sebenarnya tidak menyebut santet secara eksplisit, namun disebutkan sebagai "kekuatan gaib".

Dalam ayat (1) pasal itu disebutkan "Setiap orang yang meyakini dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pewarta: Oleh Rangga Pandu Asmara Jingga

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013