Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan kemasan dari rumput laut sebagai upaya mendukung program pengurangan sampah plastik, dengan melakukan perekayasaan teknologi pembuatan biodegradable.
"Kemasan biodegradable diartikan sebagai film kemasan yang dapat didaur ulang dan dihancurkan secara alami," ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Artati Widiarti dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.
Ia mengemukakan bahwa sampah plastik menjadi salah satu momok bagi lingkungan karena selain memerlukan waktu yang cukup lama untuk terurai, sampah plastik juga rentan dikonsumsi oleh satwa, termasuk biota laut.
Sebagai bentuk langkah konkrit, KKP melalui Balai Besar Pengujian Penerapan Produk Kelautan dan Perikanan (BBP3KP) mendukung dari bahan baku rumput laut.
Hasil rekayasa salah satu UPT Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan ini berupa kemasan biodegradable dan kemasan edible coating yang digunakan sebagai pembungkus makanan.
Saat ini, produksi tersebut baru diproduksi komersial dengan skala usaha kecil oleh M. Putra Sahban pemilik UD. Pusaka Hati Mataram, salah satu penyewa inkubasi bisnis dari BBP3KP.
Artati mengungkapkan, dalam perkembangan teknologi, kemasan tidak hanya sekedar membungkus produk saja, tetapi melalui kemasan bisa ditambahkan satu konten atau ingredient di dalamnya seperti untuk memonitor kesegarannya.
Selain itu, ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan itu, dalam perkembangan kegiatan pemasaran eceran, peran kemasan semakin meluas antara lain dengan menggunakan sachet yang umumnya terbuat dari plastik.
"Kemasan sachet dari bahan plastik memang cantik tetapi ada hal yang perlu mendapat perhatian yaitu karena tidak mudah terurai," paparnya.
Untuk itu, ucap dia, plastik biodegradable atau bioplastic yang hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui, seperti pati, minyak nabati dan mikrobiota, menjadi salah satu solusi dalam pengurangan sampah plastik. Apalagi konsumsi plastik nasional masih didominasi dalam bentuk kemasan sekitar 65 persen.
Artati mengingatkan bahwa ketersediaan bahan dasar bioplastik di alam pun masih sangat melimpah.
Apalagi, lanjutnya, Indonesia adalah salah satu penghasil rumput laut terbesar di dunia dengan peningkatan produksi sebesar 30 persen setiap tahunnya.
“Sangat tepat memanfaatkan potensi bahan baku rumput laut sebagai pembungkus makanan yang tidak menciptakan limbah bahkan justru bisa memberikan asupan serat dan gizi lain yang diperlukan tubuh
manusia," kata Artati.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
"Kemasan biodegradable diartikan sebagai film kemasan yang dapat didaur ulang dan dihancurkan secara alami," ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Artati Widiarti dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.
Ia mengemukakan bahwa sampah plastik menjadi salah satu momok bagi lingkungan karena selain memerlukan waktu yang cukup lama untuk terurai, sampah plastik juga rentan dikonsumsi oleh satwa, termasuk biota laut.
Sebagai bentuk langkah konkrit, KKP melalui Balai Besar Pengujian Penerapan Produk Kelautan dan Perikanan (BBP3KP) mendukung dari bahan baku rumput laut.
Hasil rekayasa salah satu UPT Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan ini berupa kemasan biodegradable dan kemasan edible coating yang digunakan sebagai pembungkus makanan.
Saat ini, produksi tersebut baru diproduksi komersial dengan skala usaha kecil oleh M. Putra Sahban pemilik UD. Pusaka Hati Mataram, salah satu penyewa inkubasi bisnis dari BBP3KP.
Artati mengungkapkan, dalam perkembangan teknologi, kemasan tidak hanya sekedar membungkus produk saja, tetapi melalui kemasan bisa ditambahkan satu konten atau ingredient di dalamnya seperti untuk memonitor kesegarannya.
Selain itu, ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan itu, dalam perkembangan kegiatan pemasaran eceran, peran kemasan semakin meluas antara lain dengan menggunakan sachet yang umumnya terbuat dari plastik.
"Kemasan sachet dari bahan plastik memang cantik tetapi ada hal yang perlu mendapat perhatian yaitu karena tidak mudah terurai," paparnya.
Untuk itu, ucap dia, plastik biodegradable atau bioplastic yang hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui, seperti pati, minyak nabati dan mikrobiota, menjadi salah satu solusi dalam pengurangan sampah plastik. Apalagi konsumsi plastik nasional masih didominasi dalam bentuk kemasan sekitar 65 persen.
Artati mengingatkan bahwa ketersediaan bahan dasar bioplastik di alam pun masih sangat melimpah.
Apalagi, lanjutnya, Indonesia adalah salah satu penghasil rumput laut terbesar di dunia dengan peningkatan produksi sebesar 30 persen setiap tahunnya.
“Sangat tepat memanfaatkan potensi bahan baku rumput laut sebagai pembungkus makanan yang tidak menciptakan limbah bahkan justru bisa memberikan asupan serat dan gizi lain yang diperlukan tubuh
manusia," kata Artati.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020