Jakarta (ANTARA Bengkulu) - Kelangkaan bahan baku rotan untuk memenuhi produksi dalam negeri diakibatkan oleh masa transisi dalam penerapan Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) No. 35/M-DAG/PER/11/2011 dan Permendag No. 36/M-DAG/PER/11/2011 yang belum sepenuhnya dipahami oleh pengusaha dan pelaku industri rotan.

"Saat ini, masih berada dalam masa transisi dan ada sedikit hambatan terhadap pelaksanaan kebijakan Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) Nomor 35/M-DAG/PER/11/2011 dan Permendag No. 36/M-DAG/PER/11/2011," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Benny Wahyudi, dalam jumpa pers, di Jakarta, Senin.

Benny mengatakan bahwa, untuk saat ini di lapangan masih terjadi sedikit hambatan terhadap pelaksanaan ekspor barang jadi rotan maupun pelaksanaan pengiriman bahan baku antar pulau karena para pengusaha bahan baku dan pelaku industri barang jadi rotan belum memahami secara penuh prosedur dan ketentuan terkait verifikasi ekspor dan verifikasi pengiriman antar pulau.

Permendag No. 35/M-DAG/PER/11/2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan tersebut mewajibkan verifikasi sebelum barang dimuat, sementara Permendag No. 36/M-DAG/PER/11/2011 tentang Pengangkutan Rotan Antar Pulau itu mewajibkan verifikasi di tempat awal dan di tempat pembongkaran atau tujuan akhir.

"Memang ada kelangkaan bahan baku di sentra industri rotan seperti Solo, Cirebon dan Surabaya dengan adanya masa peralihan ini, karena untuk pengiriman bahan baku antar pulau harus dilakukan verifikasi baik di pelabuhan muat maupun di pelabuhan bongkar," tambah Benny.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, lanjut Benny, diperlukan sosialisasi paket kebijakan kepada para pengusaha bahan baku maupun pelaku industri barang jadi rotan. Sementara Kementerian Perdagangan melalui Dirjen Perdagangan Dalam Negeri telah mengeluarkan Juknis tentang pelaksanaan verifikasi rotan dalam rangka pengangkutan antar pulau.

Dalam Juknis No.09/PDN/PER/01/2012 tersebut, disebutkan bahwa dalam hal pengirim atau penerima pengangkutan rotan antar pulau yang dilakukan oleh pelaku usaha yang sama, tidak harus melampirkan faktur penjualan, namun wajib melampirkan surat pernyataan bahwa pengirim dan penerima dilakukan oleh pelaku usaha yang sama.

Selain itu, untuk permohonan verifikasi muat dan bongkar yang dilakukan oleh petani atau kelompok tani, tidak harus melampirkan fotokopi legalitas sebagai badan usaha dan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak.

Dalam kesempatan tersebut, Benny juga menambahkan, Kemenperin dan Kementerian Perdagangan telah memfasilitasi pertemuan antara produsen bahan baku dan produsen barang jadi rotan, dan telah disepakati oleh produsen bahan baku dari Sulawesi Selatan akan mengirimkan bahan baku sebanyak 1.800 ton per bulan.

Sebelumnya, pada Kamis (19/1) lalu Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) menyatakan bahwa regulasi Permendag tersebut dianggap sebagai penyebab kelangkaan rotan.

"Sejak diberlakukannya Permendag Nomor 35 Tahun 2011 tentang Larangan Ekspor Rotan itu, merupakan penyebab langkanya bahan baku rotan di Indonesia yang akan didistribusi kepada pengusaha," ujar Ketua DPP APRI ,Sabar Nagarimba di Makassar, Kamis.

Sabar mengatakan bahwa, sebelum Permendag itu lahir, para petani dan pengusaha rotan dapat memetik dan mengolah puluhan jenis rotan karena dapat dipasarkan ke dalam maupun ke luar negeri.

Namun setelah Permendag itu diterbitkan, para petani dan pengusaha rotan hanya dapat memetik dan mengolah 6-7 jenis rotan yang dapat dijual kepada industri mebel rotan di pulau Jawa, meski hanya diameter tertentu saja.

Dengan regulasi itu, para petani rotan terpaksa melakukan pencarian rotan dengan jenis terbatas sehingga penghasilan petani menurun sampai 60-70 persen dari sebelumnya.(ANT)

Pewarta:

Editor : AWI-SEO&Digital Ads


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012