"Saya menderita penyakit parkinson, sebenarnya tidak merasa sakit, tetapi ada perasaan rendah diri karena saat berada di depan umum tangan saya sekonyong-konyong bergerak tidak teratur," demikian ujar Toha Karana, seorang mantan guru olahraga berusia 75 tahun yang divonis terkena penyakit parkinson.

Pada Desember 2010, Toha mengalami sakit batu ginjal sehingga harus menjalani operasi dengan menggunakan laser. Sejak saat itu, dia merasakan kaki kirinya lemah dan tangannya sering tremor (gemetar).

Pada Desember 2011, dokter menyatakan Toha terkena gangguan saraf sehingga harus berhenti melakukan olahraga.

"Namun penyakit saya tidak membaik. Saat itu, saya merasakan nyeri di bagian kiri anggota tubuh, mulai dari kaki, lutut, punggung, pinggang, dan tangan. Saya sulit beraktivitas dan tangan gemetar tanpa dikehendaki," ujar pria dari Tasikmalaya itu.

Kemudian, pada November 2012, ia mengetahui dirinya mengidap parkinson. Namun, untunglah dokter yang menangani Toha  memberitahukan bahwa dengan pengobatan yang tepat maka parkinson tidak perlu mengganggu aktivitas sehari-hari.

"Kemauan untuk berobat itu memang harus datang dari diri sendiri. Keluarga pun membawa pengaruh besar sekali bagi saya. Karena parkinson, kalau sholat saya sering gemetar, jadi saya malu. Untunglah keluarga mendukung usaha pengobatan, dukungan keluarga sangat menenangkan pikiran saya," ujar Toha.

Dia mengatakan setelah mengikuti proses pengobatan yang benar, tremor yang dulunya sering ia rasakan semakin hari semakin berkurang dan durasinya pun menjadi semakin singkat.

Itulah sepenggal kisah nyata tentang seorang penderita parkinson yang menemukan harapan untuk tetap hidup dengan kualitas baik dan terus melawan penyakit yang belum ditemukan obat penyembuhnya.

       
Penyakit degenerasi syaraf
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia (PERDOSSI) dr. Diatri Nari Lastri menjelaskan parkinson sebagai suatu penyakit degenerasi saraf yang progresif yang disebabkan oleh gangguan pada otak di bagian ganglia basalis, di mana terjadi kematian sel substansia nigra yang mengandung dopamin.  

Dopamin merupakan suatu bahan kimia neurotransmiter yang bermanfaat untuk mengantarkan sinyal berupa impuls listrik di sepanjang jalur syaraf motorik untuk menggerakkan otot-otot tubuh.

"Pada penyakit parkinson, sel-sel syaraf pada ganglia basalis mengalami kemunduran sehingga pembentukan dopamin berkurang dan hubungan dengan sel syaraf dan otot lainnya juga lebih sedikit," jelasnya.

Penyakit parkinson terutama didapati pada pasien berusia di atas 50 tahun, dan hal itu menjadi lebih umum seiring bertambahnya usia. Menurut data dari Yayasan Peduli Parkinson Indonesia (YPPI), sekitar lima dari 1.000 orang di usia 60-an, dan sekitar 40 dari 1.000 orang berusia 80-an terkena penyakit parkinson.

Diatri lebih lanjut menjelaskan bahwa gejala utama dari penyakit parkinson terkenal dengan singkatan "TRAP", yang dalam bahasa Inggris berarti "jebakan".

"Gejala utama penyakit parkinson biasanya adalah Tremor (gemetar), Rigidity (kekakuan lingkup gerak sendi), Akinesia (melambatnya gerakan motorik dan kekakuan otot), dan Postural instability (ketidakseimbangan postur tubuh)," paparnya.

Pada beberapa penderita, menurut dia, ditemukan gejala yang lebih kompleks, seperti gaya berbicara melambat dan monoton, kesulitan menulis, ekspresi wajah lebih sedikit, dan berkedip menjadi lebih jarang.

Dia juga mengatakan, penyakit parkinson dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, status sosial, maupun lokasi geografis. Namun, parkinson bukanlah penyakit keturunan dan sampai saat ini belum diketahui secara pasti faktor penyebab sebenarnya dari penyakit ini.

Sekjen PERDOSSI itu juga menyampaikan, hingga saat ini belum ada tes yang dapat mendiagnosis secara langsung bahwa seseorang memang mengidap parkinson sehingga diagnosis hanya didasarkan pada pengamatan gejala-gejala yang khas dari penyakit itu.

"Pada tahap awal, sulit bagi dokter untuk menyatakan anda mengidap parkinson apabila gejalanya ringan. Seiring dengan gejala yang secara bertahap menjadi lebih buruk, diagnosis menjadi lebih jelas," ungkapnya.

Oleh karena itu, pasien harus dirujuk ke dokter spesialis, khususnya dokter spesialis syaraf. Jika masih ada keraguan diagnosis maka diperlukan 'scan' untuk melihat kondisi otak dengan pasti.

        
Pengobatan kendalikan parkinson
Menurut dr. Diantri, meskipun penyakit parkinson bersifat kronis progresif, gejala yang diakbatkan peyakit itu dapat dikendalikan secara signifikn dengan penatalaksanaan pengobatan yang tepat.

"Pengobatan pada penyakit parkinson tidak bisa menghilangkan penyakit sepenuhnya, namun penanganan yang tepat terhadap penyakit ini akan memperlambat perburukan gejala secara bermakna dan membuat kehidupan pasien menjadi lebih baik," ujarnya.

Penatalaksanaan pengobatan parkinson setidaknya meliputi empat jenis penanganan, antara lain terapi medik atau farmakologi, terapi fisik (fisioterapi), terapi psikis (psikoterapi), dan operasi (surgical).

Terkait terapi farmakologi, kata dia, terapi dilakukan dengan menggunakan obat untuk memberi asupan dopamin dari luar tubuh guna mengatasi kekurangan produksi dopamin di otak.

"Diperlukan juga obat yang berfungsi meningkatkan efektivitas pada reseptor (penerima,red) dopamin di otak sehingga dopamin yang jumlahnya sedikit dapat dipergunakan secara maksimal," jelasnya.

Ada berbagai sediaan obat di pasaran untuk penyakit parkinson, namun obat utama untuk penyakit itu tetaplah obat golongan Levodopa, kata dia.

Menurut dia, hingga kini, levodopa masih merupakan "standar emas" untuk pengobatan parkinson yang mampu memperlambat proses perburukan penyakit. Cara kerja obat itu adalah meningkatkan ketersediaan dopamin pada pasien parkinson.

Secara umum, seluruh pasien parkinson memberikan respon yang baik terhadap pengobatan levodopa yang dikombinasikan dengan benserazide.

"Kombinasi kedua obat itu akan meningkatkan perbaikan dari gejala-gejala parkinsonesme sehingga meningkatkan harapan hidup pasien," ujarnya.

Selanjutnya, ada beberapa terapi fisik yang biasanya dianjurkan untuk pasien parkinson, antara lain terapi okupasi (terapi pekerjaan), latihan gerak badan, dan terapi wicara untuk pasien yang mengalami kaku otot wajah dan rahang hingga sulit berbicara.

Untuk terapi psikis, pasien parkinson dapat mengikuti konseling dan kegiatan sosial karena penyakit parkinson sering membuat penyandangnya mengalami isolasi sosial maupun penurunan kepercayaan diri.    

"Kalau untuk tindakan operasi ata pembedahan dalam penanganan parkinson jarang sekali dilakukan, dan itu hanya untuk kasus-kasus parkinson yang parah," ujarnya.

       
Pertimbangkan keian pasien
Dalam proses penatalaksanaan pengobatan parkinson, dokter harus tetap mempertimbangkan keinginan dan kebutuhan pasien.  

"Parkinson adalah penyakit yang unik, baik meliputi gejala dan tanda penyakit yang bervariasi antara satu penyandang denan yang lain, maupun pengobatan yang dipakai. Oleh krena itu, walaupun dokter berperan besar dalam proses pengobatan, keinginan pasien harus menjadi pertimbangan," kata Diatri.

Menurut dia, waktu mulai pemberian obat dan jenis sediaan obat yang dipakai oleh para penderita parkinson sangat tergantung pada beberapa hal yang menyangkut kondisi penyandang penyakit itu, antara lain usia, jenis gejala yang menonjol, jenis pekerjaan, ekpektasi penyandang terhadap penyakit dan hasil pengobatan, serta kemampuan finasial.

Semua komponen pertimbangan tersebut bersifat sangat individual sehingga pengobatan akan sangat berbeda antara satu penyandang dengan penyandang yang lain. Oleh sebab itu, kata dia, menurut hak asasi penyandang parkinson berhak ikut menentukan strategi pengobatan yang dipakai.

"Jadi, itu sebabnya pengobatan akan disesuaikan dengan kebutuhan pasien, misalnya pasien sudah berusia 50 tahun tetapi masih aktif bekerja maka dia sangat membutuhkan obat itu untuk bisa bergerak normal," kata Diatri.

Alasan lain mengapa penyandang berhak ikut menentukan strategi pengobatan adalah karena pengobatan parkinson dapat berlangsung seumur hidup.

Selain itu, sampai sekarang obat parkinson andalan, yaitu levodopa, hanya tersedia di pasaran sebagai obat paten, dan belum ada ada obat generiknya, sehingga harga obat tersebut belum tentu dapat dijangkau oleh semua pasien parkinson.

"Itu juga menjadi alasan mengapa kemampuan finansial pasien menjadi bahan pertimbangan dalam proses pengobatan parkinson," ujarnya.

Walaupun demikian, Direktur Utama  Roche Indonesia, perusahaan farmasi penghasil Levodopa, Mike Crichton mengatakan bahwa pemerintah telah memastikan keterjangkauan harga levodopa bagi masyarakat dengan memasukkan obat itu dalam program Askes, Inhealth, dan Jamkesmas.

    
Seni perbaikan kualitas hidup
Selain upaya pengobatan dan terapi, para penderita parkinson juga masih dapat menjalani hidup dengan terus melawan penyakit sambil meningkatkan kualitas hidup melalui kegiatan seni bersama keluarga dan kelompok sosial.

Ketua Yayasan Peduli Parkinson Indonesia (YPPI) dr Banon Sukoandri menilai bahwa kegiatan seni dapat memperbaiki kualitas hidup para penderita parkinson karena bersifat menenangkan dan dapat melatih otak serta kemampuan motorik.

"Pada kegiatan seni, otak akan bekerja secara "sub-consciuos" (alam bawah sadar) dan membuat seseorang berpikir kreatif tetapi dengan level stress rendah. Penyakit parkinson mengurangi kemampuan "complex planning" (membuat perencanaan kompleks) di otak, maka kegiatan seni dapat memperbaikinya," tuturnya.

Menurut dia, pada penyandang penyakit kronis, seperti parkinson, kegiatan seni atau kegiatan kreatif dapat memberikan perubahan cara pandang karena mengajarkan secara tidak langsung mengenai cara untuk membuat keputusan dan menentukan pilihan sendiri.

Kegiatan seni akan mengaktifkan kedua belahan otak (otak kanan dan kiri) untuk bekerja secara simultan. Seni juga dapat mengajarkan penyandang parkinson untuk melihat lingkungan dengan cara yang berbeda, kata Ketua YPPI itu.

Keterampilan motorik, baik motorik kasar maupun motorik halus akan menurun pada penderita parkinson sehingga kegiatan sehari-hari, seperti menulis, tanda tangan, gosok gigi, makan, bahkan mengancingkan baju bukanlah lagi hal yang mudah dilakukan oleh penyandang penyakit tersebut.

Itulah sebabnya kegiatan seni sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh para penderita parkinson karena kegiatan yang membutuhkan kreatifitas itu bermanfaat untuk perbaikan fungsi motorik.

"Misalnya, seni kerajinan tangan akan memperbaiki kemampuan motorik halus bagi penyandang karena melatih meningkatkan koordinasi mata dan tangan serta stimuli jarak motorik otak," ungkapnya.

Bahkan, kata dia, studi-studi ilmiah menunjukkan bahwa penyakit parkinson sebenarnya justru meningkatkan kreativitas penyandangnya, bukan malah mengurangi kreativitas.

        
Dukungan keluarga
Seperti yang dikatakan Toh i penyandang parkinson, dr. Banon juga berpendapat, para penandang penyakit itu tentu memerlukan dukungan dan partisipasi dari anggota keluarga dalam melakukan kegiatan seni sebagai alat terapi.

Menurut dia, penyakit parkinson sering membuat penyandangnya mengalami isolasi sosial maupun penurunan kepercayaan diri. Kegiatan kreatif yang melibatkan kelompok atau keluarga adalah sarana bersosialisasi dan sarana terapi yang efektif bagi penyandang parkinson.

Oleh karena itu, diperlukan "seni" tersendiri bagi anggota keluarga untuk merawat dan melatih penyandang parkinson dalam melakukan aktivitas sehari-hari maupun pekerjaan.

"Keluarga dapat menjaga kemampuan motorik halus penderita parkinson melalui kegiatan seni, seperti kerajinan tangan, menulis, dan menggambar karena kegiatan itu dapat menurunkan risiko depresi," katanya.

    
Peringatan Hari Parkinson
Melalui peringatan Hari Parkinson Sedunia yang jatuh pada 11 April, yang diambil dari hari lahir penemu penyakit ini, James Parkinson, kepedulian masyarakat dan pemerintah kepada para penderita parkinson perlu ditingkatkan.

Sekretaris YPPI, dokter spesialis syaraf Rocksy Fransisca Vidiaty mengajak masyarakat dan pemerintah untuk lebih peduli kepada para penderita parkinson dengan memberi dukungan bagi sanak saudara dan teman yang menyandang penyakit tersebut.

Dia mengatakan YPPI mempunyai misi meningkatkan kepedulian pemerintah dan masyarakat terhadap kesehatan penderita parkinson serta memberikan advokasi dan fasilitas kesehatan bagi penderita parkinson.

Dengan adanya Hari Parkinson yang dapat diperingati sepanjang bulan April, dia berharap YPPI dapat sejalan dengan masyarakat dalam membangkitkan semangat orang dengan parkinson bahwa mereka dapat hidup mandiri dan bahagia.

Oleh karena itu, yayasan itu mengadakan kegiatan seni bersama para penderita parkinson dan keluarga pada Minggu, 28 April di Gedung Smesco, jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan dengan tema "Seni Parkinson: Saya dan Keluarga".

"Penderita parkinson mungkin tidak dapat sembuh total dari penyakitnya selama mereka hidup, namun mereka tentu tetap bisa menjalani hidup yang berkualitas," ujar dr. Rocksy.

Pewarta: Oleh Yuni Arisandy

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013