Jakarta (Antara Bengkulu) - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Washington DC, Amerika Serikat, terkait kasus dugaan korupsi fasilitas pinjaman jangka pendek dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Tim penyidik kasus Century sudah berangkat ke Amerika Serikat hari ini untuk melakukan pemeriksaan saksi atas nama Sri Mulyani," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi di Jakarta, Senin.

KPK pada awal Maret 2013 menyatakan rencana memeriksa Sri Mulyani.

Perempuan yang saat ini menjabat sebagai "Managing Director" Bank Dunia tersebut dianggap keterangannya dibutuhkan karena pernah menjabat sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yaitu komite yang mengambil keputusan pemberian fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP).

"Tim terdiri atas tiga orang penyidik berikut dengan kepala satgasnya akan memeriksa Ibu Sri Mulyani di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington DC," tambah Johan Budi.

Tim tersebut akan berada di Washington DC selama sekitar tiga hari.

Namun rencana pemeriksaan saksi di Tokyo dibatalkan.

"Pemeriksaan saksi yang tinggal di Tokyo dibatalkan, karena saksi sudah berpindah tugas," ungkap Johan tanpa menjelaskan siapa saksi yang rencananya diperiksa dan ke mana perpindahan saksi tersebut.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka pada 7 Desember 2012, sementara mantan Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah adalah orang yang dianggap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

Budi Mulya dikenai pasal penyalahgunaan kewenangan dari pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 tentang perbuatan menguntungkan diri sendiri.

Pemberian pinjaman ke Bank Century bermula saat bank tersebut mengalami kesulitan likuiditas pada Oktober 2008.

Manajemen Century mengirim surat kepada Bank Indonesia pada 30 Oktober 2008 untuk meminta fasilitas repo aset senilai Rp1 triliun.

Namun Bank Century tidak memenuhi syarat untuk mendapat FPJP karena  masalah kesulitan likuiditas Century sudah mendasar akibat penarikan dana nasabah dalam jumlah besar secara terus-menerus.

Century juga tidak memenuhi kriteria karena rasio kecukupan modal (CAR) yang hanya 2,02 persen, padahal, sesuai dengan aturan Nomor 10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008, syarat untuk mendapat bantuan itu adalah CAR harus 8 persen.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Century menyimpulkan adanya ketidaktegasan Bank Indonesia terhadap bank milik Robert Tantular tersebut karena diduga mengotak-atik peraturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat FPJP yaitu mengubah Peraturan Bank Indonesia No 10/26/PBI/2008 mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula dengan CAR 8 persen menjadi CAR positif.

BPK menduga perubahan ini hanya rekayasa agar Century mendapat fasilitas pinjaman itu karena menurut data BI, posisi CAR bank umum per 30 September 2008 berada di atas 8 persen, yaitu berkisar 10,39 - 476,34 persen dan satu-satunya bank yang  CAR-nya di bawah 8 persen hanya Century.

BI akhirnya menyetujui pemberian FPJP kepada Century sebesar Rp502,07 miliar karena CAR Century sudah memenuhi syarat PBI; belakangan BI bahkan memberi tambahan FPJP Rp187,32 miliar sehingga total FPJP yang diberikan BI kepada Century sebesar Rp 689 miliar.

Posisi CAR Century ternyata sudah negatif 3,53 bahkan sejak sebelum persetujuan FPJP artinya BPK menilai BI telah melanggar PBI No 10/30/PBI/2008  yang menyatakan bank yang dapat mengajukan FPJP adalah bank dengan CAR positif.

Selain itu jaminan FPJP Century hanya Rp467,99 miliar atau hanya 83 persen yang melanggar PBI No 10/30/PBI/2008 mengenai jaminan kredit.

Pewarta: Oleh Desca Lidya Natalia

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013