Bengkulu (AntaraBengkulu) - Pemerhati lingkungan Prof Dr Dwinardi Apriyanto mengakui masih minim perhatian pemerintah kota untuk menciptakan lingkungan Bengkulu yang bersih, asri dan sehat.

"Kalau saya melihat belum banyak yang dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik, seperti tidak adanya regulasi yang jelas untuk mengatur kelestarian lingkungan, dan mungkin ada regulasi tetapi implementasinya tidak ada," kata dia, yang juga Dekan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, di Kota Bengkulu..

Dia menjelaskan bahwa tindakan yang diambil pemerintah setempat untuk menjaga lingkungan hidup agar tidak mengalami kerusakan hanya berupa slogan saja.

"Menjaga lingkungan hidup misalnya dengan kegiatan penanaman seribu pohon, tetapi tidak ada regulasi yang jelas dan rencana yang matang sehingga pohon yang ditanam tidak terawat dan akhirnya mati, kalau hanya sekedar menanam pohon hal seperti itu hanya terkesan proyek atau kampanye saja," katanya.

Menurut dia sudah seharusnya pemerintah fokus terhadap lingkungan karena karusakan lingkungan mempunyai dampak yang besar terhadap kehidupan.

"Jika ada kerusakan pada ekosistem, itu dampaknya besar sekali, misalnya pembalakan liar akan menyebabkan binatang seperti babi lari ke luar hutan. Babi merupakan salah satu buruan dari harimau, sehingga nanti harimau terputus rantai makanannya dan bisa menyerang warga, ataupun sebaliknya kalau harimau diburu akan mengakibatkan hama babi lebih berkembang biak," kata dia.

Menurutnya dengan adanya peraturan yang mendukung, pemerintah dapat menggerakkan seluruh elemen masyarakat agar sadar akan pentingnya lingkungan sehat dengan ekosistem yang baik.

"Jika ada peraturan yang mendukung pemerintah bisa melakukan pengawasan dan penindakan terhadap siapa saja yang merusak alam maka saya yakin lingkungan kita akan lebih baik," katanya.

Menurut dia permasalahan lingkungan tidak hanya masalah tambang dan pembalakan liar tetapi juga permasalahan kebersihan lingkungan, tempat tinggal, drainase, alih fungsi lahan dan yang lainnya.

Ia juga menjelaskan, semua limbah, baik limbah perusahaan sampai pada limbah rumah tangga berpotensi merusak alam dan berkemungkinan mengadung zat kimia berbahaya.

Akademisi Kimia lingkungan Universitas Bengkulu Dr Agus MHP DEA mengatakan bahwa ketidakdisiplinan mengolah limbah dapat membahayakan kehidupan.

"Baik perusahaan maupun limbah rumah tangga berpotensi membahayakan lingkungan. Misalnya tambang, jika lalai dan tidak memperhatikan unsur yang tekandung dalam tanah dan ternyata ada unsur logam berat, itu akan sangat membahayakan kesehatan," katanya.

Dia mengatakan, logam berat seperti merkuri dan chrom tidak dapat diuraikan dari air dengan cara sederhana sehingga sangat membahayakan jika logam berat itu mencemari air.

"Jika masuk ke aliran air, apalagi dengan intensitas konsentrasi yang besar, otomatis air tidak bisa dikonsumsi, dan logam ini juga berbahaya karena dapat dengan mudah diserap oleh sayuran yang sering dikonsumsi masyarakat," kata dia.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa jika ingin menguraikan logam berat dari air maka akan memerlukan biaya yang mahal.

Logam berat seperti chrom dan merkuri menurut dia bersifat toksik yang dapat merusak kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.

"Senyawa merkuri maupun chrom jika masuk ke tubuh dengan konsentrasi yang besar dapat menyebabkan kematian, logam ini bersifat karsinogenik di tubuh, jadi jika seseorang yang mempunyai sel kanker maka senyawa ini dapat memacu kanker berbahaya pada kesehatan, dan juga menyebabkan cacat pada janin jika dikonsumsi oleh ibu hamil," kata dia.

Menurutnya, masyarakat sebaiknya mulai proaktif menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan karena sampah bisa saja mencemari sumber air minum .

Dia juga memberikan ciri-ciri air layak minum agar masyarakat terhindar dari penyakit yang diakibatkan oleh zat kimia berbahaya di air.

"Untuk mengetahui air steril dari logam berat tidak bisa dilakukan dengan cara sederhana, namun hakikat air itu ada tiga, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa," kata dia.

*

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013