Jakarta (Antara Bengkulu) - Koordinator Tim Kesehatan Wahana Visi Indonesia dr. Candra Wijaya mengatakan bahwa pemberian ASI oleh orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) sebaiknya tidak diselingi dengan pemberian susu formula (sufor) karena akan berdampak buruk bagi kesehatan anak.  

"Untuk ibu menyusui yang juga seorang ODHA lebih baik benar-benar memberikan ASI secara eksklusif, diteruskan hingga anak sampai tahap selesai mendapatkan ASI. Jadi, tidak perlu diselingi dengan pemberian susu formula yang justru dapat membahayakan kesehatan anak," kata Candra dalam pemaparan di Jakarta, Kamis.

Wahana visi Indonesia (WVI) bersama Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) melakukan pemaparan hasil penelitian mengenai Pemahaman Tenaga Kesehatan Mengenai Kebijakan Menyusui di Indonesia yang salah satunya adalah mengenai pemberian ASI oleh ODHA.

Menurut Candra, pemberian ASI oleh ODHA yang diselingi dengan pemberian susu formula berbahaya bagi kesehatan anak karena susu formula sebenarnya cukup "keras" bagi pencernaan bayi sehingga mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan luka-luka kecil dalam lambung si bayi.

"Maka kalau terjadi luka di lambung si bayi setelah beberapa kali konsumsi susu formula, kemudian si ibu ODHA memberi ASI, dikhawatirkan virus HIV malah akan didapat oleh bayi dari ibunya melalui luka kecil di lambung itu," jelas Candra.

Sebaliknya, bila si ibu menyusui yang ODHA hanya memberi ASI saja maka akan lebih aman bagi kesehatan bayi sebab virus HIV adalah jenis virus yang mudah mati dalam lingkungan atau keadaan tertentu, seperti tempat lembab, terkena panas atau asam.

"Karena pada dasarnya virus HIV itu cepat mati, maka ketika si bayi meminum ASI dari ibu ODHA, virus HIV yang terkandung dalam ASI akan mati bila terkena asam lambung si bayi," ungkap Candra.

Selain itu, ada cara lain bila memang ibu ODHA ingin memastikan virus HIV yang dikandung ASI benar-benar mati, yaitu dengan cara memanaskan ASI.

"Si ibu bisa memerah ASI lalu dipanaskan, tetapi jangan dengan cara dimasak sampai mendidih karena akan merusak kandungan ASI. Ibu cukup merendam wadah yang berisi ASI dalam air hangat," papar Candra.

Setelah pemberian ASI ekslusif selama enam bulan, Candra juga menyarankan agar para ibu ODHA tersebut tetap tidak memberikan sufor kepada bayi mereka.

"Contohnya di Papua, yang merupakan daerah dengan angka ODHA yang cukup tinggi, ada kasus kecenderungan ibu ODHA justru memberi susu formula karena takut anak tertular HIV, tetapi dia juga memberi ASI secara sembunyi-sembunyi. Itu karena disana menyusui anak menunjukkan harga diri si ibu," kata Candra.

Karena bahaya yang telah dijelaskan sebelumnya, Candra menyarankan para ibu ODHA yang memang memutuskan untuk memberi susu formula kepada bayinya agar tetap memberikan susu formula saja tanpa diselingi ASI.

Namun pemilihan pemberian sufor itu pun harus dipikirkan dengan mempertimbangkan beberapa faktor yang disingkat "AFASS" yaitu Affordable (mampu membeli), Feasible (memang dapat dilakukan dengan mudah), Accessible (mudah didapat), Sustainable (berkelanjutan dan tidak terputus) dan Safe (aman).

"Pertimbangan AFASS itu harus terpenuhi semua. Jangan sampai awalnya si anak minum susu formula, lalu karena tidak ada uang atau susah mendapatkan susu formula malah kembali diselingi dengan ASI," tegas Candra.

Bagaimanapun, terlepas dari faktor AFASS, Candra menekankan agar para ibu ODHA yang menyusui melihat ASI sebagai pilihan utama untuk anak.

"Karena pada saat minum ASI, si bayi juga akan mendapat zat antibodi (kekebalan tubuh) yang terkandung dalam ASI sang ibu," ujar Candra. (Antara)

Pewarta: Oleh Yuni Arisandy

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013