Medan (Antara Bengkulu)-Perajin tempe di Medan menyambut gembira kebijakan pemerintah menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk kedelai meski tetap ragu harga komoditas itu bisa turun dari saat ini sekitar Rp7.400 -Rp7.500 per kg..
"Kami gembira pemerintah memutuskan untuk menangani keamanan harga dan penyaluran kedelai melalui Bulog, sehingga diharapkan fluktuasi harga kedelai di pasar bisa ditekan,"kata perajin tempe di Medan, Budisudarno, di Medan, Jumat.
Bahkan, kata dia, perajin tempe berharap harga jual kedelai itu bisa kembali normal ke posisi harga seperti tahun 2011 atau 2012.
Pada 2011, harga kedelai untuk pembelian partai besar masih di kisaran Rp5.500-Rp6.500 per kg dan 2012 sebesar Rp7.100 per kg.
"Meski masih ragu harga bisa turun, tetapi perajin senang kedelai ditangani pemerintah,"katanya.
Menurut dia, selama ini dengan terjadinya fluktuasi dengan tren naik yang cukup tinggi membuat perajin tempe kesulitan menjalankan bisnisnya.
Dengan fluktuasi harga, membuat perajin sulit menetapkan kalkulasi biaya produksi.
Padahal, kata dia, perajin mengalami dilema, karena tidak berani menaikkan harga jual mengingat daya beli sedang melemah dampak kriris global.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI utusan Sumut Parlindungan Purba mengatakan, pembuatan HPP dan dipercayakannya Bulog menangani kedelai merupakan langkah tepat.
Aasan dia, kedelai juga merupakan bahan pangan yang masuk dalam katagori bahan pokok seperti halnya beras.
"Dengan ditanganinya kedelai oleh Bulog diharapkan pedagang tidak berani lagi berspekulasi,"katanya.
Langkah itu semakin tepat mengingat produksi kedelai di Sumut pada tahun 2012, anjlok hingga 110,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Angka sementara produksi kedelai yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS)i pada tahun 2012 hanya sekitar 5.419 ton atau jauh turun dari produksi 2011 yang mencapai 11.413 ton.
"Penurunan produksi kedelai itu juga jadi PR (pekerjaan rumah) utama Pemerintah khususnya Dinas Pertanian Sumut,"katanya.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, di Jakarta, pekan lalu menyebutkan, penetapan HPP kedelai mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2013 tentang Penugasan Perusahaan Umum Bulog untuk mengamankan harga dan penyaluran kedelai.
Perluasan peran Bulog itu tertuang dalam Perpres No 32 Tahun 2013 tentang Penugasan kepada Perum Bulog untuk Pengamanan Harga dan Penyaluran Kedelai, yang resmi ditanda tangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan berlaku pada 8 Mei 2013.
Untuk implementasi di lapangan, Kementerian Perdagangan akan menerbitkan peraturan menteri perdagangan (permendag) yang menetapkan besaran HPP sebagai acuan pembelian kedelai di dalam negeri oleh Bulog.
Besaran HPP atas pertimbangan Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM). (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Kami gembira pemerintah memutuskan untuk menangani keamanan harga dan penyaluran kedelai melalui Bulog, sehingga diharapkan fluktuasi harga kedelai di pasar bisa ditekan,"kata perajin tempe di Medan, Budisudarno, di Medan, Jumat.
Bahkan, kata dia, perajin tempe berharap harga jual kedelai itu bisa kembali normal ke posisi harga seperti tahun 2011 atau 2012.
Pada 2011, harga kedelai untuk pembelian partai besar masih di kisaran Rp5.500-Rp6.500 per kg dan 2012 sebesar Rp7.100 per kg.
"Meski masih ragu harga bisa turun, tetapi perajin senang kedelai ditangani pemerintah,"katanya.
Menurut dia, selama ini dengan terjadinya fluktuasi dengan tren naik yang cukup tinggi membuat perajin tempe kesulitan menjalankan bisnisnya.
Dengan fluktuasi harga, membuat perajin sulit menetapkan kalkulasi biaya produksi.
Padahal, kata dia, perajin mengalami dilema, karena tidak berani menaikkan harga jual mengingat daya beli sedang melemah dampak kriris global.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI utusan Sumut Parlindungan Purba mengatakan, pembuatan HPP dan dipercayakannya Bulog menangani kedelai merupakan langkah tepat.
Aasan dia, kedelai juga merupakan bahan pangan yang masuk dalam katagori bahan pokok seperti halnya beras.
"Dengan ditanganinya kedelai oleh Bulog diharapkan pedagang tidak berani lagi berspekulasi,"katanya.
Langkah itu semakin tepat mengingat produksi kedelai di Sumut pada tahun 2012, anjlok hingga 110,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Angka sementara produksi kedelai yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS)i pada tahun 2012 hanya sekitar 5.419 ton atau jauh turun dari produksi 2011 yang mencapai 11.413 ton.
"Penurunan produksi kedelai itu juga jadi PR (pekerjaan rumah) utama Pemerintah khususnya Dinas Pertanian Sumut,"katanya.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, di Jakarta, pekan lalu menyebutkan, penetapan HPP kedelai mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2013 tentang Penugasan Perusahaan Umum Bulog untuk mengamankan harga dan penyaluran kedelai.
Perluasan peran Bulog itu tertuang dalam Perpres No 32 Tahun 2013 tentang Penugasan kepada Perum Bulog untuk Pengamanan Harga dan Penyaluran Kedelai, yang resmi ditanda tangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan berlaku pada 8 Mei 2013.
Untuk implementasi di lapangan, Kementerian Perdagangan akan menerbitkan peraturan menteri perdagangan (permendag) yang menetapkan besaran HPP sebagai acuan pembelian kedelai di dalam negeri oleh Bulog.
Besaran HPP atas pertimbangan Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM). (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013