Bengkulu  (ANTARA Bengkulu) - Penurunan fungsi hutan produksi dengan fungsi khusus pusat latihan gajah di Seblat Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, deperkirakan akan meningkatkan gangguan gajah liar di kawasan itu.

"Sebab ada 750 hektare hutan yang diturunkan fungsinya menjadi hutan produksi kemasyarakatan, padahal kawasan itu adalah habitat gajah Sumatera. Ini jelas gangguan dan konflik akan meningkat," kata Koordinator Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Wilayah Bengkulu Nurkholis Sastro di Bengkulu, Jumat.

Ia mengatakan, hal itu menyikapi penurunan fungsi sejumlah kawasan hutan di Provinsi Bengkulu yang menjadi bagian dari revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2012.

Menurutnya, selain meningkatkan konflik yang selama ini sudah cukup tinggi, kelestarian gajah Sumatra akan semakin terancam.

"Kawasan itu tidak hanya jadi habitat puluhan gajah liar, tapi juga satwa lain seperti Harimau Sumatra dan lainnya," tambahnya.

Kawasan hutan produksi fungsi khusus PLG Seblat masuk dalam perubahan 31 ribu hektare kawasan hutan yang disetujui Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Sebelumnya, luas kawasan 6.865 hektare akan diturunkan fungsinya seluas 750 hektare untuk hutan produksi kemasyarakatan, sementara sisanya akan ditingkatkan statusnya menjadi Taman Wisata Alam (TWA).

"Kami mencurigai, sebenarnya kawasan itu dicadangkan untuk pertambangan, bukan untuk hutan kemasyarakatan," ujarnya.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu sebelumnya mengusulkan penyatuan PLG Seblat dengan HPT Lebong Kandis dan meningkatkan statusnya menjadi TWA dengan fungsi Suaka Margasatwa.

Luas seluruh kawasan hutan yang diusulkan untuk ditingkatkan statusnya itu mencapai 18.305 hektare, terdiri dari kawasan PLG 6.865 hektare dan sisanya hutan koridor ke TNKS.  

"Tapi ternyata terjadi semacam tukar guling dimana PLG Seblat melepaskan kawasan 750 hetkare, sedangkan HPT Lebong Kandis seluas 1.000 hektare lebih diserahkan kepada PLG dan statusnya naik menjadi TWA," katanye menjelaskan.

Padahal dari penelurusan Warsi kata dia, di dalam HPT Lebong Kandis, ratusan kepala keluarga sudah bermukim dan merambah kawasan tersebut untuk dijadikan perkebunan.

Kondisi ini sangat rentan menimbulkan konflik sosial antara masyarakat yang menduduki HPT Lebong Kandis dengan pengelola kawasan yang baru yakni BKSDA. (ANT/RNI)

Pewarta:

Editor : Indra Gultom


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012