Jakarta (ANTARA Bengkulu) - Pemilihan presiden mendatang baru akan dilaksanakan pada  tahun 2014, namun para peminatnya sudah bermunculan dari berbagai kalangan mulai dari "Satria Bergitar" sampai "Satria-Satria Tidar."

Ungkapan "Satria Bergitar" dan "Satria Tidar" itu bermunculan dalam reuni alumni Akademi Militer angkatan 1975 di Jakarta, Sabtu (6/7).

Acara yang berlangsung di Hotel Borobudur itu dihadiri sekitar 250 alumni dan keluarganya, digagas Mayjen TNI (Purn) Prijanto, Wagub DKI 2007-2012.

Menjawab pertanyaan wartawan, Prijanto yang salah satu alumni Akmil 1975 mengatakan kegiatan ini adalah ajang temu kangen alumni "Alpajuli" (Alumni Perwira Tujuh Lima) serta silaturahim menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. "Atas nama Pak Djoko Santoso, saya undang teman-teman," katanya.

Dalam acara ini Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso, Panglima TNI 2007-2010, menjelaskan kepada teman-temannya seangkatan mengenai pemberitaan media massa mengenai niatnya maju pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI 2014. Tekadnya ini didorong oleh hasil renungan dan kuatnya dukungan teman-temannya di seluruh Indonesia.

"Teman-teman dari ormas Pandu Tani Indonesia di Palembanglah yang mendorong-dorong saya maju. Jadi, saya keluar dari batas sesuatu, yakni yang pertama kali mendorong saya maju justru bukan orang Jawa," kata Djoko, Sabtu (6/7).

Djoko Santoso  menyatakan terpanggil demi melunasi utang generasi muda kepada pendiri bangsa, menunaikan cita-cita bangsa, yaitu mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara secara adil dan makmur.

Ia mengawalinya dengan membentuk Lembaga Indonesia Asa, dideklarasikan di Jakarta pada 20 Mei 2013.

"Rhoma Irama saja berani kok nyapres. Mosok saya tak berani," kata Djoko yang mantan Pangdam XVI/Pattimura (2002-2003), Pangdam Jaya (2003-2004) dan KSAD (2005-2007) ini dengan nada berkelakar. Ungkapan spontannya itu  disambut gelak tawa teman-temannya dari empat matra yang hadir di acara itu.

Sampai dilakukan pemisahan pendidikannya, taruna Akmil (Akabri ketika itu) disatukan di Tidar, Magelang, Jawa Tengah dengan demikian, tak mengherankan dalam acara itu seluruh matra terwakili. Satu persatu mereka menyampaikan dukungan kepada Djoko, baik terbuka maupun lewat kalimat-kalimat bersayap dan diplomatis.

Mantan Kasum TNI Laksamana Madya TNI (Purn) Didik Heru Purnomo mendukung perjuangan Gerakan Indonesia ASA dengan mengatakan, "Saya mengimbau agar kita menghilangkan perbedaan cara pandang selama ini. Marilah kita turut berpartisipasi dalam Indonesia ASA."        

Sementara mantan KSAU Marsekal TNI (Purn) Subandrio menyatakan mendukung apa yang diperjuangkan Djoko Santoso. "Saya mendukung apa yang diperjuangkan Pak Djoko, dan apa yang terbaik untuk NKRI," kata Subandrio.

Mantan Kepala Divisi Humas Mabes Polri dan yang juga mantan Kapolda Sumatera Selatan Irjen (Purn) Sisno Hadiwinoto, saat gilirannya ke podium, menimpali, "Satria bergitar saja berani maju nyalon, masa kita Satria Tidar tak berani nyalon," katanya.

                                                                                        
                    Satria Tidar
Istilah "Satria Bergitar" sangat lekat dengan penyanyi dangdut terkemuka H. Rhoma Irama, sesuai dengan salah satu judul film yang pernah dibintanginya pada era 1980-an. Penyanyi senior yang sudah naik panggung tarik suara sejak pertengahan 1960-an ini, sudah secara terbuka menyatakan diri akan maju ke Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.

Rhoma Irama menyatakan prihatin melihat bangsa karena banyak masalah  tidak terselesaikan. "Saya terpanggil karena  melihat dari hari ke hari kita semakin jauh dari ketuhanan, kemanusian, persatuan, musyawarah, dan sosial, jauh dari Pancasila," ujarnya usai mendeklarasikan diri di Masjid Khusnul Khatimah Pela Mampang, Jakarta Selatan, pada akhir Juni lalu.

Masih di seputar hingar bingar Pilpres 2014, Ketua DPP Partai Demokrat (PD) Kastorius Sinaga, dalam komentarnya media di Jakarta (Jumat, 28/6/2013) mengisyaratkan dalam internal partainya sudah  mencuat sembilan nama yang layak untuk bisa maju ke konvensi Capres PD.          

"Kita prediksi ikut konvensi ada sembilan, yaitu Gita Wirjawan, Marzuki Alie, Irman Gusman, Dahlan Iskan, Chairul Tanjung, Djoko Santoso, Pramono Edhie Wibowo, Mahfud MD, dan Djoko Suyanto," katanya. Dalam daftar ini, ada tiga Satria Tidar, Djoko Santoso, Pramono Edhie dan Djoko Suyanto, Menko Polkam sekarang.  

Sebelumnya, kader PD Ruhut Sitompul menyimpulkan, presiden pengganti Susilo Bambang Yudhoyono harus datang dari kalangan militer. Ruhut berargumentasi demikian  menanggapi hasil survei Indonesia Network Elections Survey (INES) yang dipublikasikan pada 7 April 2014 lalu.

Hasil survei  INES itu mengungkapkan, sebanyak 50,1 persen dari 6.000 responden merasa aman dalam tiga tahun pemerintahan SBY dan Boediono. "Keamanan 50,1 persen itu artinya apa? Rakyat masih menginginkan pemimpinnya dari militer atau punawirawan," kata Ruhut.

Ruhut punya sejumlah nama yang dinilai memenuhi kualifikasi tersebut, yakni Ibu Negara saat ini Ani Yudhoyono, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Pramono Edhie, dan mantan Panglima TNI Djoko Santoso.

                                                                          
                 Rakyat pilih militer
Dari perkembangan yang ada, rakyat tampak lebih memilih tokoh berlatar belakang militer. Terkait kecenderungan ini, di bursa calon memang sudah cukup sesak oleh para Satria Tidar, termasuk yang lebih senior, yakni mantan Pangab Wiranto, mantan Pangkostrad Prabowo Subianto dan mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto.

Hal menarik, dalam hasil survei yang dirilis Indonesia Research Centre (IRC), sebanyak 28,8 persen masyarakat lebih memilih calon Presiden yang memiliki latar belakang militer dan polisi.

"Sebanyak 28,8 persen masyarakat lebih memilih calon presiden berlatar belakang TNI atau Polri," ujar Direktur IRC Agus Sudibyo dalam Peluncuran dan Diskusi hasil survei nasional Indonesia tentang elektabilitas partai politik dan kandidat presiden, di Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2013).

Sedangkan untuk kalangan intelektual, akademisi, guru, dan dosen hanya diminati oleh sekitar 17,2 persen masyarakat. Hanya sekitar 13,9 persen masyarakat yang memilih kalangan politikus untuk menjadi presiden.      
Kalangan pengusaha berada di angka 12,9 persen.

Disusul oleh pejabat sipil atau birokrat sebesar 10,4 persen, tokoh agama 6,3 persen dan sisanya sebesar 5,0 persen tidak ada yang menjawab pertanyaan latar belakang profesi apa yang jadi pertimbangan dalam memilih Presiden.

Survei dilakukan menggunakan metode penarikan sample multistage random sampling, dengan jumlah responden sebanyak 1800 orang dan margin of error (MoE) 2,3 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen. (Antara)

Pewarta: Oleh Edi Utama

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013