Bengkulu (Antara Bengkulu) - Kawasan Taman Wisata Alam Pantai Panjang Kota Bengkulu yang membentang di antara Sungai Jenggalu dan pesisir barat Sumatera, beralih fungsi menjadi perkebunan sawit ilegal.

"Pembukaan kawasan jadi kebun mulai marak sejak 2005, sekarang tanaman sawit mereka sudah besar, lahan itu juga dikapling-kapling," kata Naryo, warga Kelurahan Lingkarbarat, Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu, Senin.

Pantauan di kawasan pelestarian alam itu, meski tidak diketahui luasannya, tanaman sawit ilegal itu dirawat dengan baik, dan terdapat sejumlah pondok milik warga yang membuka kebun.

Naryo mengatakan pembukaan lahan itu sejak 2005, dengan dalih memanfaatkan lahan tidur, padahal kawasan itu adalah kawasan hutan negara.

"Tidak ada yang menertibkan mereka, padahal dulunya itu hutan dan menjadi benteng ombak besar dari laut," ungkapnya.

Menurut Naryo, sebagian besar pemilik lahan adalah warga pendatang atau bukan asli warga setempat.

Warga sekitar menurutnya, tidak berani membuka lahan di kawasan itu, sebab menurut mereka lahan itu diawasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Dinas Kehutanan.

Namun, sejak 2005, penanaman sawit mulai marak dilakukan di sepanjang pinggiran Sungai Jenggalu yang sebelumnya merupakan kawasan hutan dengan vegetasi Cemara, kayu waru, kayu ketaping, kayu penago dan akasia serta sedikit bakau.

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan dan buruh bangunan itu mengatakan, tidak adanya larangan dari pemerintah membuat pengalihan fungsi masih terjadi.

Pantauan di kawasan itu, tidak hanya beralih fungsi menjadi perkebunan sawit, tapi juga menjadi area tambak ikan.

Tanaman mangrove juga sering ditebang untuk dijadikan kayu bakar, menghasilkan arang.

Kerusakan mangrove di kawasan itu membuat masyarakat khawatir, sebab abrasi laut dan gelombang tinggi langsung mengancam wilayah permukiman warga.

Salah seorang warga, Slamet mengatakan abrasi di muara Sungai Jenggalu telah mengancam permukiman mereka.

"Saya mulai menanam kembali bakau di belakang rumah yang langsung menghadap ke muara, karena saat ini sudah terbuka, dan terancam abrasi," ujarnya.

Ia mengatakan penanam bakau yang dilakukannya secara swadaya cuku mendapat rintangan, sebab tanaman yang kecil sering tersangkut di alat tangkap nelayan sehingga tanaman itu mati.

Awalnya kata dia, pembibitan sejumlah pohon dan mangrove mendapat dukungan dari BKSDA, namun saat ini ia berjuang sendiri, terutama untuk memperbanyak mangrove.

Menurut data Kementerian Kehutanan, TWA Pantai Panjang seluas 1.265 hektare dengan potensi biotik kawasan untuk flora antara lain ekosistem pantai dengan vegetasi yang mendominasi adalah hutan cemara pantai, ketapang, waru laut, dan di wilayah Pulau Baai terdapat mangrove.

Sementara faunanya antara lain burung-burung air seperti bangau, cangak, belibis, dan rangkong hingga monyet. (Antara)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013