Jombang, (Antara) - Ribuan pengikut Jamaah Tarikat Naqsabandiyah Kholidiyah Al Aliyah, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, berlebaran pada Jumat atau berbeda sehari dengan ketetapan pemerintah (8/8).
Pengurus Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah Al Aliyah Jombang KH Nasukah Anwar mengakui penentuan shalat Idul Fitri itu memang berbeda dengan keputusan pemerintah.
"Kami sudah melakukan 'rukyatul hilal', tapi gagal melihat bulan," katanya. Pihaknya telah menyebar tujuh tim untuk "rukyatul hilal" di bagian barat Kabupaten Jombang serta Lamongan.
Namun, karena tim itu tidak dapat melihat hilal, akhirnya tidak melakukan ibadah Shalat Idul Fitri bersamaan dengan ketetapan pemerintah, Kamis (8/8).
Ia juga mengatakan pihaknya telah memutuskan untuk melakukan "istikmal" atau menggenapkan puasa menjadi 30 hari, guna penentuan 1 Syawal 1434 Hijriah.
"Kami tetap berpedoman pada rukyat yang kami lakukan. Landasan yang digunakan tetap berpedoman pada Al Quran dan Hadist," katanya.
Ribuan pengikut jamaah itu sudah berkumpul di masjid yang dijadikan pusat ibadah jamaah itu, yakni Masjid Baitul Muttawin di Dusun Kapas, Desa Dapur Kejambon, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang.
Kegiatan shalat ini ditandai dengan kumandang takbir dan tahmid. Para jamaah berduyun-duyun untuk persiapan Shalat Idul Fitri di lokasi masjid tersebut.
Shalat dipimpin langsung oleh pimpinan tarekat, KH Mustaqim. Walaupun berbeda dengan ketetapan pemerintah, KH Nasukah berharap perbedaan ini tidak menjadi perpecahan di antara umat dan tidak dipersoalkan.
Selama ini, untuk perayaan keagamaan seperti Idul Fitri tidak sama dengan pemerintah yang memang sudah berlangsung secara turun temurun.
Selain itu, pihaknya juga yakin dengan metode "rukyatul hilal" yang sudah dilakukan sendiri dan menggunakan "istikmal" jika terhalang.
Sementara itu, pemerintah menetapkan Idul Fitri pada Kamis atau 8 Agustus lalu berdasarkan hasil rukyatul hilal yang berhasil pada sejumlah lokasi, di antaranya Bukit Condro (Gresik) dan Makassar. *
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
Pengurus Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah Al Aliyah Jombang KH Nasukah Anwar mengakui penentuan shalat Idul Fitri itu memang berbeda dengan keputusan pemerintah.
"Kami sudah melakukan 'rukyatul hilal', tapi gagal melihat bulan," katanya. Pihaknya telah menyebar tujuh tim untuk "rukyatul hilal" di bagian barat Kabupaten Jombang serta Lamongan.
Namun, karena tim itu tidak dapat melihat hilal, akhirnya tidak melakukan ibadah Shalat Idul Fitri bersamaan dengan ketetapan pemerintah, Kamis (8/8).
Ia juga mengatakan pihaknya telah memutuskan untuk melakukan "istikmal" atau menggenapkan puasa menjadi 30 hari, guna penentuan 1 Syawal 1434 Hijriah.
"Kami tetap berpedoman pada rukyat yang kami lakukan. Landasan yang digunakan tetap berpedoman pada Al Quran dan Hadist," katanya.
Ribuan pengikut jamaah itu sudah berkumpul di masjid yang dijadikan pusat ibadah jamaah itu, yakni Masjid Baitul Muttawin di Dusun Kapas, Desa Dapur Kejambon, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang.
Kegiatan shalat ini ditandai dengan kumandang takbir dan tahmid. Para jamaah berduyun-duyun untuk persiapan Shalat Idul Fitri di lokasi masjid tersebut.
Shalat dipimpin langsung oleh pimpinan tarekat, KH Mustaqim. Walaupun berbeda dengan ketetapan pemerintah, KH Nasukah berharap perbedaan ini tidak menjadi perpecahan di antara umat dan tidak dipersoalkan.
Selama ini, untuk perayaan keagamaan seperti Idul Fitri tidak sama dengan pemerintah yang memang sudah berlangsung secara turun temurun.
Selain itu, pihaknya juga yakin dengan metode "rukyatul hilal" yang sudah dilakukan sendiri dan menggunakan "istikmal" jika terhalang.
Sementara itu, pemerintah menetapkan Idul Fitri pada Kamis atau 8 Agustus lalu berdasarkan hasil rukyatul hilal yang berhasil pada sejumlah lokasi, di antaranya Bukit Condro (Gresik) dan Makassar. *
Editor : Triono Subagyo
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013