Jambi  (Antara) - Hutan alam yang menjadi habitat gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di wilayah Provinsi Jambi dalam setahun terakhir telah menyusut secara drastis, kata Koordinator Unit Mitigasi Konflik Gajah Frankfurt Zoological Society Alber Tetanus.

"Sebagian besar hutan tempat bernaung gajah tersebut telah berubah menjadi lahan perkebunan, jalan dan area pertambangan," kata  Alber Tetanus di Jambi, Minggu.

Tanpa tindakan nyata dalam pengalokasian hutan alam, kepunahan gajah Sumatera di Jambi akan segera menjadi kenyataan, katanya.

Menurut dia, kondisi lapangan ini terlihat selama kegiatan pemasangan unit Global Positioning System (GPS) Collar pada tiga ekor gajah Sumatera yang dilakukan tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi bersama dengan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), FZS, dan Veterinary Society for Sumatran Wildlife Conservation (VESSWIC) pada akhir Juli lalu.

Pemasangan GPS Collar ini bertujuan untuk memonitor pergerakan kawanan gajah di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh Jambi.

Alber menyatakan kondisi hutan lokasi gajah yang dipasang GPS Collar pada tahun lalu, kini sudah jauh berubah. Dalam penelusuran jejak gajah-gajah tersebut, tim kerap menemui pembukaan hutan, baik oleh masyarakat maupun perusahaan di berbagai sisi hutan.

"Sekitar 70 hingga 100 persen hutan habitat gajah di beberapa lokasi telah berubah menjadi perkebunan. Gajah kini bernaung di hutan-hutan sempit penuh semak belukar. Gajah akhirnya merusak tanaman perkebunan seperti sawit, karet, dan akasia karena sumber makanan di hutan telah habis," kata Alber.

Pada tahun lalu kegiatan pemasangan GPS Collar dilakukan pada lima ekor gajah mewakili empat kelompok yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT).

Gajah-gajah tersebut terdiri dari empat ekor gajah betina dewasa yang diberi nama Anna, Bella, Cinta, Elena, dan seekor gajah jantan dewasa Dadang.  

Semua gajah yang dipasang GPS collar hidup di luar kawasan taman nasional. Anna dan Dadang berada di area perkebunan karet yang dikelola masyarakat HTR SP2 dan PT Lestari Asri Jaya (LAJ) di Kecamatan Serai Serumpun, Kabupaten Tebo.

Bella berada di kawasan perkebunan akasia konsesi PT Tebo Multi Agro (TMA). Sedangkan Cinta dan Elena berada di kawasan hutan produksi eks HPH Dalek Hutani Esa.

Kegiatan kali ini bertujuan untuk mengganti GPS Collar pada Anna, Dadang, dan Bella yang telah rusak.

"Namun kami tidak berhasil menemukan Bella. Diduga Bella sudah memisahkan diri dari kelompoknya masuk ke wilayah Riau. Kami akhirnya memasang GPS Collar pada gajah betina dewasa lain yang kami beri nama Freda," katanya.

Kelompok Freda ini ditemukan sedang mencari makan di kawasan kebun akasia milik PT TMA.

Habitat gajah yang masih cukup terjaga ada di kelompok gajah Cinta dan Elena yang berada di eks HPH Dalek. Hutan sekunder ini dalam kondisi 80 persen tertutup dan diperkirakan ada 30 ekor gajah berada di kawasan tersebut. Namun, lahan tersebut rentan terkonversi karena statusnya sebagai hutan produksi.

Peneliti Gajah Sumatera Alexander Moßbrucker dalam kesempatan yang sama menyatakan gajah Sumatera menjadi satu-satunya subspesies gajah di dunia yang masuk dalam kategori paling kritis (critically endangered) dalam status konservasi.

"Ini disebabkan karena sebagian besar gajah Sumatera berada di areal lahan yang tidak dilindungi," katanya.

Untuk menekan tingkat ancaman kepunahan gajah, menurut Alexander, pemerintah semestinya tidak lagi mengeluarkan izin pembukaan hutan yang menjadi habitat gajah Sumatera.

Di setiap lahan perkebunan harus juga disisakan area yang cukup untuk habitat gajah sesuai dengan pemetaan tata ruang.

"Harus ada area konservasi khusus gajah yang menjadi tujuan arah kegiatan pengusiran gajah. Saat ini pengusiran gajah tidak jelas mau diarahkan kemana karena tidak ada area khusus gajah," ujarnya.

TNBT hanya memungkinkan di pinggiran kawasannya saja karena topografi di bagian dalam kawasan terlalu curam untuk dilalui gajah.

Bila habitat gajah terus berkurang maka potensi konflik dengan manusia dipastikan meningkat. Gajah akan mencari makan di kebun masyarakat atau perusahaan, karena tidak ada lagi sumber makanan dalam hutan.

"Korban jiwa akan timbul pada kedua belah pihak dan pada akhirnya gajah Sumatera akan punah," tambah Alexander.

Populasi gajah Sumatera yang hidup liar di Jambi diperkirakan tinggal tersisa 150 ekor dan beberapa pecahan kelompok sudah masuk ke wilayah Riau. Sedangkan di Sumatera perkiraan populasi total gajah kurang dari 2000 ekor. *

Pewarta: Oleh Edy Supriyadi

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013