Jakarta (ANTARA Bengkulu) - Film "Surat Cinta Buat Sang Prada" terpilih sebagai film kompetisi dokumenter terbaik dan meraih South to South (StoS) Film Festival Award, pada malam penganugerahan South to South (StoS) film Festival IV 2012 di Jakarta, Minggu malam.
Siaran pers panitia StoS Film Festival di Jakarta, senin, menyebutkan Dewan Juri film kompetisi dokumenter yang terdiri atas Arief Ash Shiddiq, Darwin Nugraha dan Nanang Sujana menyatakan Film "Surat Cinta Buat Sang Prada " ini layak menjadi film kompetisi dokumenter terbaik karena film tersebut berfokus pada permasalahan, dipaparkan secara sederhana namun mampu membawa persoalan dibalik peristiwa yang ada dalam film ini.
"Surat Buat Sang Prada' merupakan buah karya Wenda Maria Imakulatas Tokomonowir, yang menceritakan kisah nyata, dalam surat video dari seorang perempuan Papua Maria 'Eti' Goreti untuk seorang prajurit Indonesia, Samsul Bacharudin, yang pernah bertugas di kampungnya, Bupul di perbatasan Indonesia-PNG.
Mereka memiliki relasi yang berbuah seorang anak perempuan. Samsul mentelantarkan Eti ketika ia mengandung. Setelah lahir, Eti pun berjuang seorang diri untuk menghidupi anaknya di bawah diskriminasi dan caci maki warga.
Kendati menjadi kontroversial di kampungnya, Eti tetap berharap agar Sang prajurit bisa kembali kepadanya untuk menemui putri mereka.
Dewan juri juga memberikan penghargaan "Special Mention" untuk film Dokumenter pendek yang berjudul Sop Buntut, karya Sutradara Deden Ramadani.
Film ini dianggap dewan juri dekat dengan subyek, menguasai permasalahan dengan riset yang matang. Persoalan yang diangkat juga merupakan persoalan mendasar tentang masa depan bangsa namun disajikan dengan ringan.
Sementara Film Dokumenter TV Terbaik diberikan kepada Film "Demi Goresan Kapur", produksi DAAI TV, karya Ari Trismana. Film ini dianggap telah memilih subyeknya dengan tepat dalam memotret Semangat Tanpa Batas, tidak "mengeksploitasi" kemiskinan sebagai barang dagangan, dan mengkritik pemerintah, namun tidak menggebu-gebu tapi sangat menohok.
Sementara itu, untuk kompetisi film fiksi, Dewan Juri yang terdiri atas Adrian Jonathan Pasaribu, Perdana Kartawiyuda dan Catharina Dwihastarini menyatakan tidak ada yang terpilih di festival IV kali ini. Menurut dewan juri karya-karya yang telah diterima belum ada yang terasa unggul dibandingkan dengan lainnya.
Direktur Festival ,Ferdinand Ismael menyatakan bahwa Semangat Tanpa Batas tidak akan berhenti sampai di sini, karena mereka akan membawa film-film festival ini ke kampung-kampung, pelosok, sekolah dan kampus.
"Kami ingin film-film ini menjadi filmnya rakyat. Mencerdaskan dan memberikan inspirasi untuk tumbuhnya gerakan-gerakan solidaritas yang lebih luas lagi. Di sinilah inti jiwanya dari South to South Film Festival," jelas Ferdinand.
Penutupan South to South Film Festival juga dihadiri sejumlah aktivis, para film maker independen dan juga penampilan musisi Glenn Fredly.
(T.D009/A011)4
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
Siaran pers panitia StoS Film Festival di Jakarta, senin, menyebutkan Dewan Juri film kompetisi dokumenter yang terdiri atas Arief Ash Shiddiq, Darwin Nugraha dan Nanang Sujana menyatakan Film "Surat Cinta Buat Sang Prada " ini layak menjadi film kompetisi dokumenter terbaik karena film tersebut berfokus pada permasalahan, dipaparkan secara sederhana namun mampu membawa persoalan dibalik peristiwa yang ada dalam film ini.
"Surat Buat Sang Prada' merupakan buah karya Wenda Maria Imakulatas Tokomonowir, yang menceritakan kisah nyata, dalam surat video dari seorang perempuan Papua Maria 'Eti' Goreti untuk seorang prajurit Indonesia, Samsul Bacharudin, yang pernah bertugas di kampungnya, Bupul di perbatasan Indonesia-PNG.
Mereka memiliki relasi yang berbuah seorang anak perempuan. Samsul mentelantarkan Eti ketika ia mengandung. Setelah lahir, Eti pun berjuang seorang diri untuk menghidupi anaknya di bawah diskriminasi dan caci maki warga.
Kendati menjadi kontroversial di kampungnya, Eti tetap berharap agar Sang prajurit bisa kembali kepadanya untuk menemui putri mereka.
Dewan juri juga memberikan penghargaan "Special Mention" untuk film Dokumenter pendek yang berjudul Sop Buntut, karya Sutradara Deden Ramadani.
Film ini dianggap dewan juri dekat dengan subyek, menguasai permasalahan dengan riset yang matang. Persoalan yang diangkat juga merupakan persoalan mendasar tentang masa depan bangsa namun disajikan dengan ringan.
Sementara Film Dokumenter TV Terbaik diberikan kepada Film "Demi Goresan Kapur", produksi DAAI TV, karya Ari Trismana. Film ini dianggap telah memilih subyeknya dengan tepat dalam memotret Semangat Tanpa Batas, tidak "mengeksploitasi" kemiskinan sebagai barang dagangan, dan mengkritik pemerintah, namun tidak menggebu-gebu tapi sangat menohok.
Sementara itu, untuk kompetisi film fiksi, Dewan Juri yang terdiri atas Adrian Jonathan Pasaribu, Perdana Kartawiyuda dan Catharina Dwihastarini menyatakan tidak ada yang terpilih di festival IV kali ini. Menurut dewan juri karya-karya yang telah diterima belum ada yang terasa unggul dibandingkan dengan lainnya.
Direktur Festival ,Ferdinand Ismael menyatakan bahwa Semangat Tanpa Batas tidak akan berhenti sampai di sini, karena mereka akan membawa film-film festival ini ke kampung-kampung, pelosok, sekolah dan kampus.
"Kami ingin film-film ini menjadi filmnya rakyat. Mencerdaskan dan memberikan inspirasi untuk tumbuhnya gerakan-gerakan solidaritas yang lebih luas lagi. Di sinilah inti jiwanya dari South to South Film Festival," jelas Ferdinand.
Penutupan South to South Film Festival juga dihadiri sejumlah aktivis, para film maker independen dan juga penampilan musisi Glenn Fredly.
(T.D009/A011)4
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012