Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah didakwa menerima suap senilai 150 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1,596 miliar) dan Rp2,5 miliar terkait dengan pengadaan proyek di Provinsi Sulsel, gratifikasi senilai Rp6,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,128 miliar) sehingga total seluruhnya adalah Rp12,812 miliar.
Dalam dakwaan pertama, Nurdin Abdullah diduga menerima suap dari Agung Sucipto selaku pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba untuk memenangkan perusahaan milik Agung dalam pelelangan proyek pekerjaan di Dinas PUTR Sulsel, dan memberikan Persetujuan Bantuan Keuangan Sulsel terhadap Proyek Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021.
"Terdakwa Nurdin Abdullah selaku Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2018-2023 bersama-sama dengan Edy Rahmat selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulawesi Selatan menerima secara langsung uang tunai sejumlah 150 ribu dolar Singapura dan melalui Edy Rahmat uang tunai sejumlah Rp2,5 miliar," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Asri Irwan, saat membacakan surat dakwaan pada sidang di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis.
Sidang dilakukan dengan menggunakan fasilitas "teleconference", dengan Nurdin Abdullah mengikuti sidang dari Gedung KPK Jakarta, sedangkan majelis hakim, sebagian JPU dan penasihat hukum hadir di Pengadilan Negeri Makassar, Sulsel.
Nurdin telah mengenal Edy Rahmat sejak menjadi Bupati Bantaeng 2008-2018, saat Edy masih menjadi Kasi Preservasi Jalan dan Jembatan, sedangkan Agung Sucipto dikenal sejak 2013 karena perusahaannya banyak mengerjakan proyek pemerintah di Bantaeng.
Pada awal 2019, di rumah jabatan gubernur Sulsel, Agung meminta bantuan Nurdin agar perusahaan miliknya mendapat proyek pemerintahan.
"Saat itu terdakwa menerima uang tunai sejumlah 150 ribu dolar Singapura dari Agung Sucipto. Terdakwa berjanji akan mengusahakan agar perusahaan milik Agung bisa mendapat proyek," kata jaksa Asri.
Selain itu, Nurdin juga menyampaikan kepada Agung jika ingin memberikan sesuatu nanti bisa melalui Edy Rahmat.
Nurdin pada 2019 lalu mengangkat orang-orang kepercayaannya di Pemprov Sulsel, yaitu Plt Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sari Pudjiastuti, dan Edy Rahmat sebagai Kasi Bina Marga Dinas PUTR.
Pada Oktober-November 2019, Nurdin memanggil Sari Pudjiastuti dan meminta Sari untuk memenangkan beberapa kontraktor dalam pelelangan yang dilakukan di lingkungan Biro Pengadaan Barang dan Jasa, di antaranya Agung Sucipto untuk Paket Pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan tahun anggaran 2020. Sari lalu melakukan hal tersebut.
"Sari menyampaikan kepada seluruh Anggota Pokja 2 agar memenangkan perusahaan milik Agung Sucipto yaitu PT Cahaya Sepang Bulukumba dalam pelelangan menyampaikan kepada seluruh Anggota Pokja 2 tersebut, agar memenangkan perusahaan ini. 'Ini ada atensi dari Bapak' dan atas arahan tersebut, seluruh anggota Pokja 2 menyanggupinya," ujar jaksa.
Pada 8 Juni 2020 diumumkan pemenang lelang Pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan TA 2020 dengan nilai anggaran Rp16.367.615.000 dimenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba dengan nilai kontrak sebesar Rp15.711.736.067,34.
Setelah Sari Pudjiastuti diangkat menjadi Kabiro Pengadaan Barang dan Jasa pada Agustus 2020, Sari kembali dipanggil ke rumah pribadi di Perumahan Dosen Unhas Makassar terkait percepatan tender tahun 2020, agar penyerapan anggaran maksimal. Sari mengusulkan pekerjaan yang bersumber dari Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Terdakwa meminta Sari Pudjiastuti agar memenangkan beberapa kontraktor dalam pelelangan yang di antaranya adalah Agung Sucipto untuk paket pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 yang dananya bersumber dari Dana PEN Tahun Anggaran 2020," ujar jaksa Asri.
Sari kembali melaksanakan pesan tersebut dan meminta Pokja 7 untuk memenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba milik Agung Sucipto, dengan mengatakan "Ini titipan Bapak" dan atas arahan tersebut, seluruh anggota Pokja 7 menyanggupinya.
Pada 2 Desember 2020 diumumkan pemenang lelang paket jalan ruas Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 yang dananya bersumber dari Dana PEN Tahun Anggaran 2020 dengan pagu anggaran Rp19.295.078.867,18 dimenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba dengan kontrak sebesar Rp19.062.235.132,34.
Setelah diumumkan sebagai pemenang, Sari menerima uang sebesar Rp60 juta dari Agung di Lobby Hotel Myko and Convention Center Mall Panakkukang, dan dibagi-bagikan kepada anggota Pokja 7.
Selanjutnya pada 19 Februari 2021, Agung Sucipto menghubungi Edy Rahmat dan menyampaikan agar proposal Bantuan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Sinjai TA 2021 senilai Rp26.551.213.000 yang diajukan Bupati Sinjai Andi Seto Gadhista Asapa disetujui.
Bila bantuan disetujui, maka yang akan mengerjakan proyek tersebut adalah Agung Sucipto dan Harry Syamsuddin.
"Selain itu, Agung Sucipto juga menjanjikan akan memberikan 'fee' sejumlah 7 persen kepada terdakwa jika bantuan disetujui dan dikucurkan Pemprov Sulawesi Selatan kepada pemkab Sinjai," ungkap jaksa Asri.
Atas permintaan Agung, Edy lalu menyampaikan kepada Nurdin dan Nurdin pun setuju.
"Masih di bulan Februari 2021, terdakwa memanggil Edy Rahmat ke rumah jabatan gubernur dan meminta Edy menyampaikan kepada Agung bahwa terdakwa memerlukan uang itu, dengan kalimat 'tolong sampaikan ke Agung, kita ini mau bantu relawan' yang kemudian dijawab oleh Edy Rahmat 'Siap, nanti saya sampaikan ke Pak Agung'," kata jaksa.
Edy lalu menyampaikan pesan Nurdin itu, dengan kalimat "Ada penyampaian dari Pak Gub, ada keperluan untuk membantu relawan', dan dijawab oleh Agung "Oh iya.. nanti kalau sudah ada saya kabarin".
Pada 21 Februari 2021, Agung lalu menyiapkan uang sejumlah Rp2,5 miliar, dengan rincian Rp1,45 miliar dari rekening pribadi Agung dan Rp1,05 miliar dari Harry Syamsuddin.
Agung lalu menyerahkan uang itu kepada Edy Rahmat pada 26 Februari 2021 sekitar pukul 20:25 WITA, di pinggir jalan tidak jauh Rumah Makan Nelayan Makassar. Uang dikemas dalam koper hijau dengan total uang Rp2 miliar dan tas ransel hitam dengan total uang Rp500 juta serta 3 bundel Proposal Bantuan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Sinjai TA 2021.
Namun, karena sudah malam, maka Edy pulang ke rumahnya dengan membawa uang dan proposal, tidak lama kemudian petugas KPK mengamankan Edy Rahmat beserta uang dan proposal dan selanjutnya petugas KPK juga mengamankan Nurdin serta Agung Sucipto.
Dalam dakwaan kedua, Nurdin Abdullah didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp6,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Sulsel periode 2018-2023.
Atas perbuatannya, Nurdin Abdullah didakwa dan diancam pidana berdasarkan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP
Nurdin menghadapi ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
Dalam dakwaan pertama, Nurdin Abdullah diduga menerima suap dari Agung Sucipto selaku pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba untuk memenangkan perusahaan milik Agung dalam pelelangan proyek pekerjaan di Dinas PUTR Sulsel, dan memberikan Persetujuan Bantuan Keuangan Sulsel terhadap Proyek Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021.
"Terdakwa Nurdin Abdullah selaku Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2018-2023 bersama-sama dengan Edy Rahmat selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulawesi Selatan menerima secara langsung uang tunai sejumlah 150 ribu dolar Singapura dan melalui Edy Rahmat uang tunai sejumlah Rp2,5 miliar," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Asri Irwan, saat membacakan surat dakwaan pada sidang di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis.
Sidang dilakukan dengan menggunakan fasilitas "teleconference", dengan Nurdin Abdullah mengikuti sidang dari Gedung KPK Jakarta, sedangkan majelis hakim, sebagian JPU dan penasihat hukum hadir di Pengadilan Negeri Makassar, Sulsel.
Nurdin telah mengenal Edy Rahmat sejak menjadi Bupati Bantaeng 2008-2018, saat Edy masih menjadi Kasi Preservasi Jalan dan Jembatan, sedangkan Agung Sucipto dikenal sejak 2013 karena perusahaannya banyak mengerjakan proyek pemerintah di Bantaeng.
Pada awal 2019, di rumah jabatan gubernur Sulsel, Agung meminta bantuan Nurdin agar perusahaan miliknya mendapat proyek pemerintahan.
"Saat itu terdakwa menerima uang tunai sejumlah 150 ribu dolar Singapura dari Agung Sucipto. Terdakwa berjanji akan mengusahakan agar perusahaan milik Agung bisa mendapat proyek," kata jaksa Asri.
Selain itu, Nurdin juga menyampaikan kepada Agung jika ingin memberikan sesuatu nanti bisa melalui Edy Rahmat.
Nurdin pada 2019 lalu mengangkat orang-orang kepercayaannya di Pemprov Sulsel, yaitu Plt Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sari Pudjiastuti, dan Edy Rahmat sebagai Kasi Bina Marga Dinas PUTR.
Pada Oktober-November 2019, Nurdin memanggil Sari Pudjiastuti dan meminta Sari untuk memenangkan beberapa kontraktor dalam pelelangan yang dilakukan di lingkungan Biro Pengadaan Barang dan Jasa, di antaranya Agung Sucipto untuk Paket Pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan tahun anggaran 2020. Sari lalu melakukan hal tersebut.
"Sari menyampaikan kepada seluruh Anggota Pokja 2 agar memenangkan perusahaan milik Agung Sucipto yaitu PT Cahaya Sepang Bulukumba dalam pelelangan menyampaikan kepada seluruh Anggota Pokja 2 tersebut, agar memenangkan perusahaan ini. 'Ini ada atensi dari Bapak' dan atas arahan tersebut, seluruh anggota Pokja 2 menyanggupinya," ujar jaksa.
Pada 8 Juni 2020 diumumkan pemenang lelang Pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan TA 2020 dengan nilai anggaran Rp16.367.615.000 dimenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba dengan nilai kontrak sebesar Rp15.711.736.067,34.
Setelah Sari Pudjiastuti diangkat menjadi Kabiro Pengadaan Barang dan Jasa pada Agustus 2020, Sari kembali dipanggil ke rumah pribadi di Perumahan Dosen Unhas Makassar terkait percepatan tender tahun 2020, agar penyerapan anggaran maksimal. Sari mengusulkan pekerjaan yang bersumber dari Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Terdakwa meminta Sari Pudjiastuti agar memenangkan beberapa kontraktor dalam pelelangan yang di antaranya adalah Agung Sucipto untuk paket pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 yang dananya bersumber dari Dana PEN Tahun Anggaran 2020," ujar jaksa Asri.
Sari kembali melaksanakan pesan tersebut dan meminta Pokja 7 untuk memenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba milik Agung Sucipto, dengan mengatakan "Ini titipan Bapak" dan atas arahan tersebut, seluruh anggota Pokja 7 menyanggupinya.
Pada 2 Desember 2020 diumumkan pemenang lelang paket jalan ruas Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 yang dananya bersumber dari Dana PEN Tahun Anggaran 2020 dengan pagu anggaran Rp19.295.078.867,18 dimenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba dengan kontrak sebesar Rp19.062.235.132,34.
Setelah diumumkan sebagai pemenang, Sari menerima uang sebesar Rp60 juta dari Agung di Lobby Hotel Myko and Convention Center Mall Panakkukang, dan dibagi-bagikan kepada anggota Pokja 7.
Selanjutnya pada 19 Februari 2021, Agung Sucipto menghubungi Edy Rahmat dan menyampaikan agar proposal Bantuan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Sinjai TA 2021 senilai Rp26.551.213.000 yang diajukan Bupati Sinjai Andi Seto Gadhista Asapa disetujui.
Bila bantuan disetujui, maka yang akan mengerjakan proyek tersebut adalah Agung Sucipto dan Harry Syamsuddin.
"Selain itu, Agung Sucipto juga menjanjikan akan memberikan 'fee' sejumlah 7 persen kepada terdakwa jika bantuan disetujui dan dikucurkan Pemprov Sulawesi Selatan kepada pemkab Sinjai," ungkap jaksa Asri.
Atas permintaan Agung, Edy lalu menyampaikan kepada Nurdin dan Nurdin pun setuju.
"Masih di bulan Februari 2021, terdakwa memanggil Edy Rahmat ke rumah jabatan gubernur dan meminta Edy menyampaikan kepada Agung bahwa terdakwa memerlukan uang itu, dengan kalimat 'tolong sampaikan ke Agung, kita ini mau bantu relawan' yang kemudian dijawab oleh Edy Rahmat 'Siap, nanti saya sampaikan ke Pak Agung'," kata jaksa.
Edy lalu menyampaikan pesan Nurdin itu, dengan kalimat "Ada penyampaian dari Pak Gub, ada keperluan untuk membantu relawan', dan dijawab oleh Agung "Oh iya.. nanti kalau sudah ada saya kabarin".
Pada 21 Februari 2021, Agung lalu menyiapkan uang sejumlah Rp2,5 miliar, dengan rincian Rp1,45 miliar dari rekening pribadi Agung dan Rp1,05 miliar dari Harry Syamsuddin.
Agung lalu menyerahkan uang itu kepada Edy Rahmat pada 26 Februari 2021 sekitar pukul 20:25 WITA, di pinggir jalan tidak jauh Rumah Makan Nelayan Makassar. Uang dikemas dalam koper hijau dengan total uang Rp2 miliar dan tas ransel hitam dengan total uang Rp500 juta serta 3 bundel Proposal Bantuan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Sinjai TA 2021.
Namun, karena sudah malam, maka Edy pulang ke rumahnya dengan membawa uang dan proposal, tidak lama kemudian petugas KPK mengamankan Edy Rahmat beserta uang dan proposal dan selanjutnya petugas KPK juga mengamankan Nurdin serta Agung Sucipto.
Dalam dakwaan kedua, Nurdin Abdullah didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp6,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Sulsel periode 2018-2023.
Atas perbuatannya, Nurdin Abdullah didakwa dan diancam pidana berdasarkan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP
Nurdin menghadapi ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021