Empat mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) membuat masker khusus bagi para tuna rungu dengan bahan baku limbah sedotan.
Menurut anggota tim pembuat masker tersebut, Habibah Alifatus Syaidah di Malang, Jawa Timur, Senin, pemilihan bahan dasar limbah sedotan ini bertujuan untuk mengurangi sampah plastik yang sering ditemui.
“Ini menjadi salah satu upaya kita bersama agar terus menjaga lingkungan dan mengurangi penggunaan sampah plastik. Limbah sedotan ini sebagai bahan dasar strap masker (pengait masker)," ujarnya.
Ia mengaku penggunaan masker di setiap aktivitas menjadi sebuah keharusan dalam situasi pandemi seperti saat ini untuk mencegah penyebaran COVID-19. Hanya saja, penggunaan masker ini menyulitkan para disabilitas tuna rungu dalam berkomunikasi.
Melihat permasalahan tersebut, lanjutnya, tim dari lintas program studi itu membuat inovasi masker transparan sebagai solusinya.
Lebih lanjut, Habibah mengatakan selain menggunakan bahan limbah sedotan, masker kain tembus pandang yang mereka buat itu terdiri dari dua lapis masker. Lapis luar pertama seperti masker biasa yang berisikan filter penyaring. Filter tersebut diharuskan untuk diganti tiga hari sekali.
Sementara lapis kedua yang berada di dalam merupakan masker transparan, sehingga orang dapat melihat ekspresi dan gerak bibir dari para tuna rungu dan memudahkan dalam berkomunikasi.
Ia menjelaskan ide masker ini berawal dari mata kuliah kewirausahaan yang mereka jalani di UMM. Saat itu, Habibah dan timnya membuat model usaha penjualan masker dengan desain yang unik. Keunikan itulah yang menjadi potensi dari model usaha yang mereka bangun hingga akhirnya mendaftarkannya ke Program Kreatifitas Mahasiswa-Kewirausahaan (PKM-K), apalagi, diperkuat dengan dorongan serta motivasi dari dosen kewirausahaan.
PKM-K yang digarap oleh Habibah Alifatus Syaidah, Aulia Amanda, Briliant Ghaustin Yoly Ala, dan Annisa Firdaus Ramadhini ini lolos pendanaan dari Direkorat Jendral Perguruan Tinggi (DIKTI) pada Mei lalu.
Saat ini mereka berada di tengah proses pembuatan masker dan akan dipasarkan pekan depan secara daring. Harga masker dipatok di kisaran Rp35.000-Rp40.000. Harga tersebut sudah termasuk masker, tiga filter serta strap masker.
“Proses pemasaran akan kami mulai pekan depan secara daring. Menurut kami, ini harga yang cukup terjangkau mengingat pembeli bisa mendapatkan satu paket lengkap masker,” ujarnya.
Mahasiswi kelahiran Kediri, Jawa Timur ini berharap masker transparan tersebut bisa menjadi opsi untuk membantu komunikasi tuna rungu di tengah pandemi. Dia juga ingin agar usaha ini bisa menjadi peluang bisnis yang baru.
“Komunikasi adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan. Oleh karena itu, dengan adanya inovasi kami ini, semoga bisa memberikan manfaat luas kepada masyarakat, utamanya mereka para disabilitas tuna rungu,” ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
Menurut anggota tim pembuat masker tersebut, Habibah Alifatus Syaidah di Malang, Jawa Timur, Senin, pemilihan bahan dasar limbah sedotan ini bertujuan untuk mengurangi sampah plastik yang sering ditemui.
“Ini menjadi salah satu upaya kita bersama agar terus menjaga lingkungan dan mengurangi penggunaan sampah plastik. Limbah sedotan ini sebagai bahan dasar strap masker (pengait masker)," ujarnya.
Ia mengaku penggunaan masker di setiap aktivitas menjadi sebuah keharusan dalam situasi pandemi seperti saat ini untuk mencegah penyebaran COVID-19. Hanya saja, penggunaan masker ini menyulitkan para disabilitas tuna rungu dalam berkomunikasi.
Melihat permasalahan tersebut, lanjutnya, tim dari lintas program studi itu membuat inovasi masker transparan sebagai solusinya.
Lebih lanjut, Habibah mengatakan selain menggunakan bahan limbah sedotan, masker kain tembus pandang yang mereka buat itu terdiri dari dua lapis masker. Lapis luar pertama seperti masker biasa yang berisikan filter penyaring. Filter tersebut diharuskan untuk diganti tiga hari sekali.
Sementara lapis kedua yang berada di dalam merupakan masker transparan, sehingga orang dapat melihat ekspresi dan gerak bibir dari para tuna rungu dan memudahkan dalam berkomunikasi.
Ia menjelaskan ide masker ini berawal dari mata kuliah kewirausahaan yang mereka jalani di UMM. Saat itu, Habibah dan timnya membuat model usaha penjualan masker dengan desain yang unik. Keunikan itulah yang menjadi potensi dari model usaha yang mereka bangun hingga akhirnya mendaftarkannya ke Program Kreatifitas Mahasiswa-Kewirausahaan (PKM-K), apalagi, diperkuat dengan dorongan serta motivasi dari dosen kewirausahaan.
PKM-K yang digarap oleh Habibah Alifatus Syaidah, Aulia Amanda, Briliant Ghaustin Yoly Ala, dan Annisa Firdaus Ramadhini ini lolos pendanaan dari Direkorat Jendral Perguruan Tinggi (DIKTI) pada Mei lalu.
Saat ini mereka berada di tengah proses pembuatan masker dan akan dipasarkan pekan depan secara daring. Harga masker dipatok di kisaran Rp35.000-Rp40.000. Harga tersebut sudah termasuk masker, tiga filter serta strap masker.
“Proses pemasaran akan kami mulai pekan depan secara daring. Menurut kami, ini harga yang cukup terjangkau mengingat pembeli bisa mendapatkan satu paket lengkap masker,” ujarnya.
Mahasiswi kelahiran Kediri, Jawa Timur ini berharap masker transparan tersebut bisa menjadi opsi untuk membantu komunikasi tuna rungu di tengah pandemi. Dia juga ingin agar usaha ini bisa menjadi peluang bisnis yang baru.
“Komunikasi adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan. Oleh karena itu, dengan adanya inovasi kami ini, semoga bisa memberikan manfaat luas kepada masyarakat, utamanya mereka para disabilitas tuna rungu,” ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021