Institute for Essential Services Reform (IESR) meminta pemerintah untuk mempersiapkan peta jalan transisi batu bara guna mengantisipasi dampak sosial dan ekonomi yang terjadi dari penurunan permintaan batu bara di masa depan.

"Strategi diversifikasi ekonomi pada daerah-daerah penghasil batu bara harus segera disusun dan masuk dalam perencanaan pembangunan nasional,” kata Direktur Eksekutif Fabby Tumiwa dalam keterangannya dikutip di Jakarta, Senin.

Dalam kajian IESR berjudul Deep decarbonization of Indonesia’s energy system: A pathway to zero emissions mengungkapkan Indonesia bisa mencapai nir-emisi di sistem ketenagalistrikan pada tahun 2045 dan sistem energi pada tahun 2050 dengan pemanfaatan 100 persen energi terbarukan.

Satu dekade ke depan merupakan fase kritis untuk memulai transformasi energi dan memastikan pencapaian target Paris Agreement.

"Dalam 10 tahun mendatang, kita harus meningkatkan energi terbarukan secara besar-besaran, membatasi penambahan PLTU dan mengurangi pembangkit thermal, serta mendorong efisiensi energi," ujar Fabby Tumiwa.

IESR menilai PLTU batu bara tidak lagi kompetitif dibandingkan pembangkit listrik energi terbarukan. Bahkan, sejumlah negara, seperti Korea Selatan dan Jepang, dan lebih dari 100 lembaga finansial di dunia memutuskan untuk berhenti memberikan pendanaan proyek PLTU.

Proyeksi Badan Energi Internasional (IEA) dalam kajian World Energy Outlook 2020 memperlihatkan, pada tahun 2040 saja, Levelized Cost of Electricity (LCOE) PLTU di dunia akan menjadi 5,5 sen sampai 22,5 sen per kWh, jauh lebih besar dibandingkan PLTS yang hanya 1,3 sen sampai 3 sen per kWh.

Tren ini menunjukkan risiko yang besar untuk PLTU menjadi aset terdampar dan harga listrik yang mahal.

IESR mengapresiasi pemerintah yang memasukkan unsur transisi energi yang berkeadilan dengan menyertakan isu gender, energi berkeadilan, dan kelompok rentan.

Selain itu perubahan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) juga mulai memperlihatkan kesadaran pemerintah terhadap potensi aset terdampar dan migrasi ke pekerjaan hijau sebagai dampak dari transisi energi.

Dewan Energi Nasional (DEN) saat ini masih menginventarisir skenario aksi mitigasi per sektor dan subsektor energi hingga karbon netral. Hasil tersebut sebagai bahan komunikasi ke publik terkait skenario pemerintah.

Pada 2022 DEN menargetkan tersedianya peta jalan transisi energi yang sudah menjadi dokumen resmi termasuk skenario peaking dan karbon netral serta aksi mitigasi sektor energi.

"Penyusunan peta jalan transisi energi merupakan program kerja DEN periode 2021-2025 dan transisi energi dilatarbelakangi antara lain oleh tren global mengenai pembangunan energi rendah karbon dan energi bersih dan konstelasi transisi energi dengan kebijakan dan regulasi energi," kata Anggota DEN Satya Widya Yudha.

Pewarta: Sugiharto Purnama

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021