Kota Bengkulu (ANTARA) - Provinsi Bengkulu sebagai salah satu daerah penghasil batu bara perlu mulai mempertimbangkan diversifikasi ekonomi melalui pengembangan komoditas lain yang lebih berkelanjutan seiring fluktuasi harga coal yang cenderung menurun dalam beberapa waktu terakhir.
Bengkulu memiliki sejumlah potensi ekonomi hijau seperti kelapa dan kelapa sawit sebagai alternatif batu bara yang menjadi andalan ekspor provinsi berjuluk Bumi Rafflesia ini.
Soal potensi energi dan ekonomi berkelanjutan, Presiden Joko Widodo menyoroti pentingnya pengembangan ekonomi hijau, seperti eksplorasi lebih lanjut terhadap potensi kelapa di Indonesia.
Kelapa memiliki potensi yang signifikan dengan luas lahan mencapai 3,8 juta hektare dengan produksi 2,8 juta ton per tahun.
Baca juga: BI optimis inflasi Bengkulu 2024 berada dalam target nasional
“Ke depan, ekonomi hijau merupakan peluang, merupakan potensi yang sangat besar bagi negara kita Indonesia, baik itu yang berkaitan dengan cokelat, bakau, vanili, kopi, lada, cengkeh dan yang lain-lainnya. Dan yang terutama yang memiliki potensi besar adalah kelapa,” kata Jokowi dalam Konferensi dan Pameran Kelapa Internasional (Cocotech) Ke-51 di Surabaya, Juli lalu.
Indonesia berhasil mengekspor kelapa dengan nilai mencapai 1,55 miliar dolar AS, angka yang sangat besar dan masih bisa ditingkatkan melalui hilirisasi komoditas kelapa.
Hilirisasi tersebut mencakup pengolahan kelapa menjadi produk bernilai tambah seperti bioenergi, bioethanol, dan bioavtur, yang tidak hanya meningkatkan nilai ekonomis kelapa, tetapi juga mendukung ekonomi hijau berkelanjutan.
Selain itu, hilirisasi juga dapat disertai dengan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan produk bernilai tinggi seperti briket, cocopeat, dan cocofiber atau biasa disingkat bricofi.
Bricofi memiliki nilai ekonomi tinggi sebagai bagian dari siklus ekonomi hijau berkelanjutan.
Adapun briket terbuat dari tempurung kelapa yang dikarbonisasi dan diolah menjadi bahan bakar alternatif. Cocopeat dibuat dari serbuk kelapa yang dapat digunakan sebagai media tanam yang ramah lingkungan.
Baca juga: OJK: Penyaluran kredit bank di Bengkulu tumbuh positif dan sehat
Sementara itu, cocofiber adalah serabut kelapa yang diolah menjadi bahan baku untuk berbagai produk, seperti matras dan tekstil.
Hal tersebut menggambarkan bahwa komoditas kelapa sejatinya memiliki potensi besar jika dikelola dengan baik, terutama oleh sejumlah pelaku usaha di berbagai tempat di Indonesia.
Harga batu bara merosot
Laporan Bank Dunia menunjukkan adanya risiko penurunan harga batu bara akibat pasokan yang melimpah di pasar global dan pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih lambat dari perkiraan. Bank Dunia memproyeksikan tren koreksi harga batu bara akan terus berlanjut hingga 2025.