Penyidik Polres Metro Jakarta Barat memeriksa direktur PT. ASA berinisial Y sebagai tersangka kasus penimbunan obat untuk pasien COVID-19.
"Benar, hari ini kita telah melakukan pemeriksaan terhadap direktur PT. ASA yakni saudara Y," kata Kanit Reskrim Polres Jakarta Barat AKP Fahmi Fiandri, Selasa.
Fahmi mengatakan Y diperiksa selama hampir empat jam dari pukul 12.00 hingga pukul 16.00 WIB.
Selama pemeriksaan, Y pun menerima 67 pertanyaan oleh penyidik terkait perannya dalam menimbun obat-obatan tersebut.
Fahmi mengatakan tersangka Y tidak ditahan melainkan dikenakan wajib lapor karena masalah kesehatan.
"Untuk sekarang dia wajib lapor karena yang bersangkutan memiliki penyakit syaraf yang berdampak kepada kakinya," kata Fahmi.
Fahmi mengatakan nantinya masih akan memeriksa beberapa pihak terkait kasus penimbunan obat COVID-19 tersebut.
Sebelumnya, dua petinggi PT ASA berinisial Y (58) dan S (56) ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana penimbunan obat untuk pasien COVID-19.
"Kita tetapkan dua tersangka pada kasus ini yaitu direktur dan komisaris dari PT ASA ini. Kita jerat dengan UU Perdagangan UU Perlindungan Konsumen dan UU Pengendalian Wabah Penyakit Menular," kata Wakil Kepala Polres Metro Jakarta Barat AKBP Bismo Teguh Prakoso di Jakarta, Jumat (30/7).
Kedua tersangka tersebut menurut Bismo terbukti menimbun obat jenis Azithromycine Dehydrate, Flucadex dan beberapa obat lain di sebuah gudang Jakarta Barat.
Bismo mengatakan awalnya PT. ASA menerima persediaan obat tersebut sejak 5 Juni 2021 lalu. Namun, saat beberapa pelanggan meminta obat tersebut, pihak perusahaan kerap berdalih bahwa tidak memiliki stok obat.
Alasan yang sama juga dikatakan pihak perusahaan kala melakukan rapat via daring dengan pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Dalam 'zoom meet' menanyakan stok obat COVID ini yang selalu dijawab tidak ada dan tidak dilaporkan. Tidak kooperatif dalam pelaporan," ujar Bismo.
Tersangka pun menimbun obat-obatan tersebut hingga harganya menjadi tinggi di pasaran.
Tersangka memasang harga Rp600.000 hingga Rp700.000 per kotak sedangkan umumnya satu tablet hanya dijual Rp7.500.
"Harga Rp1.700 untuk satu tablet. Satu kotak isinya 20 tablet. Mereka ini harganya bisa mencapai Rp600.000 sampai Rp700.000 satu kotak," tutur Bismo.
Polisi pun menyita 730 kota obat Azythromycine Dehydrate dan beberapa obat lain yang diperuntukkan untuk pasien COVID-19.
"Kita jerat tersangka dengan UU Perdagangan UU Perlindungan Konsumen dan UU Pengendalian Wabah Penyakit Menular. Ancaman hukuman lima tahun penjara," ungkap Bimo.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
"Benar, hari ini kita telah melakukan pemeriksaan terhadap direktur PT. ASA yakni saudara Y," kata Kanit Reskrim Polres Jakarta Barat AKP Fahmi Fiandri, Selasa.
Fahmi mengatakan Y diperiksa selama hampir empat jam dari pukul 12.00 hingga pukul 16.00 WIB.
Selama pemeriksaan, Y pun menerima 67 pertanyaan oleh penyidik terkait perannya dalam menimbun obat-obatan tersebut.
Fahmi mengatakan tersangka Y tidak ditahan melainkan dikenakan wajib lapor karena masalah kesehatan.
"Untuk sekarang dia wajib lapor karena yang bersangkutan memiliki penyakit syaraf yang berdampak kepada kakinya," kata Fahmi.
Fahmi mengatakan nantinya masih akan memeriksa beberapa pihak terkait kasus penimbunan obat COVID-19 tersebut.
Sebelumnya, dua petinggi PT ASA berinisial Y (58) dan S (56) ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana penimbunan obat untuk pasien COVID-19.
"Kita tetapkan dua tersangka pada kasus ini yaitu direktur dan komisaris dari PT ASA ini. Kita jerat dengan UU Perdagangan UU Perlindungan Konsumen dan UU Pengendalian Wabah Penyakit Menular," kata Wakil Kepala Polres Metro Jakarta Barat AKBP Bismo Teguh Prakoso di Jakarta, Jumat (30/7).
Kedua tersangka tersebut menurut Bismo terbukti menimbun obat jenis Azithromycine Dehydrate, Flucadex dan beberapa obat lain di sebuah gudang Jakarta Barat.
Bismo mengatakan awalnya PT. ASA menerima persediaan obat tersebut sejak 5 Juni 2021 lalu. Namun, saat beberapa pelanggan meminta obat tersebut, pihak perusahaan kerap berdalih bahwa tidak memiliki stok obat.
Alasan yang sama juga dikatakan pihak perusahaan kala melakukan rapat via daring dengan pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Dalam 'zoom meet' menanyakan stok obat COVID ini yang selalu dijawab tidak ada dan tidak dilaporkan. Tidak kooperatif dalam pelaporan," ujar Bismo.
Tersangka pun menimbun obat-obatan tersebut hingga harganya menjadi tinggi di pasaran.
Tersangka memasang harga Rp600.000 hingga Rp700.000 per kotak sedangkan umumnya satu tablet hanya dijual Rp7.500.
"Harga Rp1.700 untuk satu tablet. Satu kotak isinya 20 tablet. Mereka ini harganya bisa mencapai Rp600.000 sampai Rp700.000 satu kotak," tutur Bismo.
Polisi pun menyita 730 kota obat Azythromycine Dehydrate dan beberapa obat lain yang diperuntukkan untuk pasien COVID-19.
"Kita jerat tersangka dengan UU Perdagangan UU Perlindungan Konsumen dan UU Pengendalian Wabah Penyakit Menular. Ancaman hukuman lima tahun penjara," ungkap Bimo.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021