Denpasar (Antara Bengkulu) -  Ratusan wisatawan mancanegara yang keluar dari hotel berbintang Pantai Kuta, yang jaraknya tidak begitu jauh dari tempatnya menginap, merupakan pemandangan keseharian di objek wisata andalan Pulau Dewata.

Angin laut menerpa tubuh-tubuh berkilap yang berbaring santai di pasir putih di bawah sinar mantahari. Deburan ombak bergelombang dahsyat tidak menghambat wisatawan untuk berenang.

Justru di tengah gulungan ombak yang dahsyat itulah mereka yang menyenangi bermain papan selancar, khususnya wisatawan Australia, menikmati "surganya", meskipun resikonya sangat tinggi.

Kuta adalah ikon bisnis pelancongan Pulau Dewata, sehingga ada ungkapan kalau pelesiran ke Pulau Seribu Pura itu belum menginjakkan kaki ke Kuta namanya belum ke Bali.

Dengan demikian wisatawan mancanegara maupun  masyarakat dari berbagai daerah di Nusantara, termasuk masyarakat lokal Bali senantiasa menjadikan Kuta sebagai arena bermain, berwisata,  berdagang, menawarkan jasa atau sekedat bersantai.

Bali yang setiap tahunnya menerima kunjungan wisman sekitar tiga juta orang dan wisatawan nusantara hampir dua kali lipatnya sebagian besar menyempatkan diri untuk menikmati keindahan alam dan panorama pantai Kuta.

Atas dasar itulah pihak swasta  berperanserta secara aktif untuk mengembalikan Pantai Kuta dan sekitarnya sebagai habitat penyu yang dilakukan dengan membantu penetasan, pemeliharaan tukik (anak penyu) hingga besar yang memenuhi syarat untuk dilepas ke perairan bebas," tutur  Geri Centura dari PT Coca-Cola Amatil Indonesia (CCAI).

Pihaknya berperanserta dalan pengembangan dan pelestarian penyu di pantai Kuta dan sekitarnya itu selama lima tahun terakir sejak tahun 2009 telah menetaskan sekitar 75.272 butir telur penyu.

Dari penetasan telur penyu itu 50 persen di antaranya berhasil hingga menjadi tukik yang siap dilepas ke perairan bebas. Pelestarian dan pengembangan penyu tersebut  sesuai dengan komitmen pihak perusahaan swasta yang tercantum dalam salah satu pilar tanggung jawab sosial perusahaan  (corporate social responsibility-CSR).

Perusahaan yang bergerak dalam produksi minuman kemasan itu tahap pertama tahun 2009 menetaskan telur penyu sebanyak 4.450 butir meningkat menjadi 8.725 ekor pada tahun 2010 dan  tahun 2011 tercatat 5.243 butir.

Sedangkan tahun 2012 tercatat 29.272 butir dan selama delapan bulan periode Januari-Agustus 2013 mencapai 26.582 butir.

"Penetasan telur penyu itu juga dilakukan bekerja sama dengan berbagai pihak, khususnya Satgas Pantai Kuta diharapkan semakin intensif pada masa-masa mendatang," harap Geri Centura.

Upaya pengembalian Pantai Kuta dan sekitarnya sebagai habitat penyu diharapkan mampu meningkatkan citra pantai berpasir putih yang selama ini menjadi tempat wisatawan mancanegara menjemur diri sambil menikmati deburan ombak.

 Selain mengembalikan Pantai Kuta sebagai habitat penyu, pihaknya juga berperanserta untuk ikut menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan objek wisata andalan di Pulau Dewata itu.

    
                       Semua pihak peduli
Untuk mengembalikan Pantai Kuta dan sekitarnya serta perairan Bali pada umumnya sebagai habitat penyu semua pihak mempunyai kepedulian yang tinggi untuk meningkatkan populasi penyu yang kini sudah berada diambang kepunahan.

Ratusan peserta Festival Legian, Kabupaten Badung, Bali, pekan lalu juga melepas 120 ekor tukik di Pantai Legian sebagai upaya melestarikan habitat penyu. Pelepasan tukik tidak hanya pada acara-acara tertentu, namun dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.

Ketua Panitia Festival Legian Nyoman Sarjana menurutkan, kelompok masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, bahkan wisatawan mancanegara ada yang  membudidayakan tukik sebagai bentuk kepeduliannya terhadap lingkungan setempat.

Turis dalam menikmati liburan di Bali umumnya sangat antusias mengikuti pelepasan tukik di perairan bebas di Pantai Kuta dan sekitarnya.

Demikian pula sejumlah hotel berbintang mempunyai kepedulian yang sama, termasuk melepas tukik di kawasan Tanjung Benoa, Nusa Dua maupun pesisir utara dan barat Pulau Dewata.

Masyarakat dan nelayan di Bali juga ikut mendukung aksi sosial tersebut, sekaligus diimbangi dengan kesadaran  untuk tidak menangkap penyu, binatang langka yang dilindungi Undang-Undang.

"Si lambat" warna tumbuhnya agak hijau ini, statusnya dilindungi UU RI No.5 tahun 1990 dan PP RI No.7 tahun 1999, secara internasional status CITES yaitu Appendix I sejak tahun 2001. Jenis ancaman binatang purba ini ialah perburuan, perdagangan, degradasi dan kehilangan habitat.

Satwa yang memiliki jelajah migrasi "tanpa batas" ini, hidup di seluruh perairan Indonesia dan Papua Nugini serta seluruh daerah tropis dan sub tropis di dunia.

Oleh sebab itu Bali sebagai daerah tujuan wisata sejak sepuluh tahun terakhir secara berkesinambungan melepas tukik ke perairan bebas, sebagai salah satu bentuk kepedulian.

Bahkan sejumlah nelayan yang terhimpun dalam Kelompok Pelestarian Penyu (KPP) Kurma Asih Perancak, Kabupaten Jembrana, menekuni aktivitas penetasan penyu.

Anak penyu hasil penetasan non alamiah itu, setelah dirawat intensif selama enam bulan, kemudian dilepas ke habitatnya di lautan biru kawasan Perancak, Kabupaten Jembrana, daerah ujung barat Pulau Dewata.

Upaya penetasan telur dari salah satu jenis binatang purba, sudah digeluti sejak awal 1997, dibalik isu adanya pembantaian penyu di Bali maupun di beberapa daerah lain di Nusantara.

Kesadaran nelayan yang mulai tumbuh terhadap kondisi populasi penyu yang berada diambang kepunahan itu, kini lebih dipacu lagi oleh Badan Suaka Alam dan Margasatwa Dunia (WWF) bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSAD) Provinsi Bali. (Antara)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013