Pemerintah China bersikeras menolak rencana Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melakukan penyelidikan tahap selanjutnya atas asal-usul COVID-19.
"China menolak usulan itu karena tidak berdasarkan hasil penelitian pertama yang dilakukan para pakar China dan asing di Wuhan, Provinsi Hubei, pada awal tahun ini," kata Wakil Menteri Luar Negeri China Ma Zhaoxu di Beijing, Jumat.
Di depan 160 duta besar, perwakilan pemerintahan asing, dan jurnalis asing itu, Ma menyatakan bahwa rencana tersebut tanpa berkonsultasi dengan semua negara anggota WHO.
Ia menyebutkan lebih dari 70 negara telah berkirim surat kepada WHO untuk mendukung laporan hasil penyelidikan pertama WHO-China dan menolak politisasi asal-usul COVID-19.
Menurut dia, laporan hasil penelitian bersama WHO-China di Wuhan sudah diakui secara luas sehingga layak menjadikan dasar.
"Virus itu tidak mengenal batas dan jarak. China, sama dengan negara-negara lain, menjadi korban dari pandemi ini dan kami semua berharap untuk mengurut asal dan memutus mata rantai sesegera mungkin," ujarnya.
Pihaknya siap bekerja sama dengan pihak-pihak lain mencari urutan virus tersebut yang bisa dipertanggungjawabkan secara sains.
Prof Liang Wannian, selaku ketua tim peneliti China dalam penelitian gabungan yang digelar WHO di Wuhan pada awal tahun lalu, menambahkan mengenai konsensus para ilmuwan yang tidak menemukan adanya kebocoran laboratorium.
"Studi tahap selanjutnya harus dilakukan di banyak tempat di seluruh dunia yang mencakup negara-negara, seperti tempat keberadaan kelelawar tapal kuda dan trenggiling China, negara-negara yang tidak memiliki pengujian yang memadai, tempat-tempat dengan data hewan dan manusia yang dinyatakan positif SARS-CoV-2 dan tempat pemasok pasar Wuhan Huanan melalui rantai pasokan dingin," ujarnya.
Gu Jinhui dari Komisi Kesehatan Nasional China dalam kesempatan itu mengungkapkan bahwa 174 kasus yang ditemukan pada awal wabah merebak di Wuhan pada Januari 2020 datanya masih mentah sehingga tidak diizinkan disalin atau didokumentasikan oleh peneliti asing.
"Jika Anda membaca laporan hasil penelitian terdahulu dengan saksama, maka semua rumor atas data itu akan saling bertentangan," ujarnya.
Hampir seluruh perwakilan kantor pemerintahan, organisasi, dan media asing yang ada di China mengikuti briefing yang digelar secara luring dan daring tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
"China menolak usulan itu karena tidak berdasarkan hasil penelitian pertama yang dilakukan para pakar China dan asing di Wuhan, Provinsi Hubei, pada awal tahun ini," kata Wakil Menteri Luar Negeri China Ma Zhaoxu di Beijing, Jumat.
Di depan 160 duta besar, perwakilan pemerintahan asing, dan jurnalis asing itu, Ma menyatakan bahwa rencana tersebut tanpa berkonsultasi dengan semua negara anggota WHO.
Ia menyebutkan lebih dari 70 negara telah berkirim surat kepada WHO untuk mendukung laporan hasil penyelidikan pertama WHO-China dan menolak politisasi asal-usul COVID-19.
Menurut dia, laporan hasil penelitian bersama WHO-China di Wuhan sudah diakui secara luas sehingga layak menjadikan dasar.
"Virus itu tidak mengenal batas dan jarak. China, sama dengan negara-negara lain, menjadi korban dari pandemi ini dan kami semua berharap untuk mengurut asal dan memutus mata rantai sesegera mungkin," ujarnya.
Pihaknya siap bekerja sama dengan pihak-pihak lain mencari urutan virus tersebut yang bisa dipertanggungjawabkan secara sains.
Prof Liang Wannian, selaku ketua tim peneliti China dalam penelitian gabungan yang digelar WHO di Wuhan pada awal tahun lalu, menambahkan mengenai konsensus para ilmuwan yang tidak menemukan adanya kebocoran laboratorium.
"Studi tahap selanjutnya harus dilakukan di banyak tempat di seluruh dunia yang mencakup negara-negara, seperti tempat keberadaan kelelawar tapal kuda dan trenggiling China, negara-negara yang tidak memiliki pengujian yang memadai, tempat-tempat dengan data hewan dan manusia yang dinyatakan positif SARS-CoV-2 dan tempat pemasok pasar Wuhan Huanan melalui rantai pasokan dingin," ujarnya.
Gu Jinhui dari Komisi Kesehatan Nasional China dalam kesempatan itu mengungkapkan bahwa 174 kasus yang ditemukan pada awal wabah merebak di Wuhan pada Januari 2020 datanya masih mentah sehingga tidak diizinkan disalin atau didokumentasikan oleh peneliti asing.
"Jika Anda membaca laporan hasil penelitian terdahulu dengan saksama, maka semua rumor atas data itu akan saling bertentangan," ujarnya.
Hampir seluruh perwakilan kantor pemerintahan, organisasi, dan media asing yang ada di China mengikuti briefing yang digelar secara luring dan daring tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021