Wellington (Antara/Xinhua-OANA) - Salah satu spesies burung penyanyi yang paling khas diduga telah kembali dari ambang kepunahan berkat proyek relokasi yang menetapkan habitat baru di satu pulau yang nyaris bebas dari pemangsa, kata Departemen Pelestarian Alam Selandia Baru (DOC), Senin.

Satu tim DOC telah merelokasi 41 burung kecil alpine rock wren --yang juga dikenal sebagai tuke di Maori-- dari sekitar Fiordland di barat-daya jauh negeri tersebut di South Island ke Secretary Island selama 2008 sampai 2011. Dan jumlah hewan itu jadi 66 pada April, demikian isi satu pernyataan DOC.

"Keamanan yang meningkat di pulau tersebut, tempat predator tidak terlalu menjadi ancaman, memberi jaminan bagi burung itu dari kepunahan di daratan utama," kata penjaga hutan DOC Megan Willans di dalam pernyataan tersebut.

Dari ke-66 burung di pulau itu, tempat populasi predator, cerpelai, dikendalikan secara ketat, 63 telah menetas dan besar di sana, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin siang. Itu menunjukkan burung tersebut telah cukup mapan untuk berkembang-biak.

Rock wren adalah satu-satunya burung alpine sesungguhnya di Selandia Baru dan salah satu spesies burung paling kuno di dunia.

Burung tersebut berpangkal dari spesies yang ada lebih dari 80 juta tahun lalu dan memiliki kesamaan struktur sangat dekat dengan setiap kelompok lain burung di dunia.

Di antara ketujuh spesies wren yang hidup di Selandia Baru ketika manusia tiba, rock wren dan rifleman adalah dua speseis yang mampu bertahan hidup sampai saat ini.

Penyebaran burung itu di seluruh habitat aslinya di bagian barat South Island kini terpenggal-penggal, dan kemunculannya baru-baru ini menunjukkan sebanyak 20 persen hewan lokal yang dikenal tak pernah menampakkan diri dalam 20 tahun belakangan.

Rock wren rentan terhadap pemangsa cerpelai dan tikus. Kedua spesies itu memangsa telur dan anak rock wren di sarang, dan cerpelai juga memangsa rock wren dewasa di sarang mereka.

Alpine rock wren adalah salah satu dari banyak spesies asli Selandia Baru yang dipercaya para ahli dapat punah dalam waktu 50 tahun jika tak ada langkah untuk menyelamatkan mereka. (Antara)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013