Bengkulu (Antara Bengkulu) - Sebanyak 13 orang warga dari tiga desa di Kecamatan Kabawetan, Kabupaten Kepahiang, mendatangi Kantor Gubernur Bengkulu menuntut agar pemerintah kabupaten menghentikan upaya penggusuran kebun kopi masyarakat di wilayah itu.

"Kami menuntut Pemerintah Kabupaten Kepahiang segera menghentikan upaya penggusuran kebun kopi milik ratusan petani di wilayah Kabawetan," kata Ponimin, perwakilan warga Desa Tugurejo, Selasa.

Ia mengatakan hal itu saat berdialog dengan Asisten Bidang Pemerintahan Pemerintah Provinsi Bengkulu Sumardi di Kantor Gubernur Bengkulu.

Para petani itu meminta dukungan Pemprov Bengkulu atas penggarapan lahan di dalam Hak Guna Usaha PT Sarana Mandiri Mukti.

Sebanyak 150 kepala keluarga yang berasal dari tiga desa yakni Tugurejo, Airsempiang dan Mekarsari terancam tergusur tanaman kopinya.

Penggusuran tersebut terkait rencana Pemerintah Kabupaten Kepahiang yang mengalihkan lokasi pembangunan sekolah pertanian negeri.

"Karena lahan itu adalah milik Pemprov Bengkulu jadi kami meminta pemerintah provinsi menghentikan pemeritah kabupaten yang berniat menggusur petani," katanya.

Petani lainnya, Apri dari Desa Airsempiang, mengatakan petani tidak punya harapan lain jika pemerintah menggusur mereka dari lahan kebun kopinya.

Saat ini, kata dia, Pemerintah Kabupaten Kepahiang sudah menempatkan satu alat berat di lokasi itu.

"Saat kami tanya ke petugas operasi alat berat itu, rencananya digunakan untuk meratakan tanah lokasi pembangunan sekolah pertanian," ujarnya.

Kondisi di lapangan, kata dia, warga sudah resah dan jika tidak ada solusi, maka konflik horizontal berpotensi terjadi.

Selain lahan seluas 250 hektare yang masuk HGU PT Sarana Mandiri Mukti itu, warga tiga desa lainnya di kecamatan tersebut yakni Desa Tangsibaru, Tangsiduren dan Airsempiang sebanyak 60 kepala keluarga diusir dari lahan garapan.

"Alasan pengusiran kami karena pemerintah akan menanam tanaman sengon di atas lahan yang sudah digarap 60 kepala keluarga, yang memang masih dalam HGU PT Sarana Mandiri Mukti," katanya.

Salah seorang oknum perusahaan PT Sarana Mandiri Mukti yang dalam izinnya membudidayakan teh, mengusir warga dengan alasan akan menanam sengon.

Wagianto, perwakilan 60 kepala keluarga petani yang terusir akibat pembudidayaan sengon, meminta pemerintah menertibkan pengelolaan lahan HGU PT Sarana Mandiri Mukti itu.

"Kami harapkan pemerintah daerah juga mengeluarkan lahan itu dari HGU, terutama yang sudah dikelola warga berpuluh tahun," ujarnya.

Lahan di wilayah itu sudah dikelola warga sejak 1980, sedangkan HGU terbit pada 1986.

Asisten I Sekretaris Provinsi Bengkulu Sumardi mengatakan akan menurunkan tim penyelesaian konflik ke lapangan.

"Tim terpadu akan diturunkan untuk memetakan lahan yang digarap petani, potensi konflik, hingga potensi kemiskinan jika terusir dari lahan itu," katanya.

Ia mengatakan segera berkoordinasi dengan Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah untuk menerbitkan surat larangan penggusuran petani dari lahan garapan mereka.

Data yang diperoleh dari organisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Bengkulu yang mendampingi petani ke Pemprov Bengkulu, diketahui luas HGU PT Sarana Mandiri Mukti 2.500 hektare dan seluas 250 hektare merupakan garapan petani.

Ketua SPI Provinsi Bengkulu Hendarman mengatakan petani mencurigai di balik agenda tukar guling tersebut terdapat rencana lain dari pemerintah daerah yakni menjadikan kawasan itu sebagai objek wisata air panas dan investasi panas bumi atau geothermal.

"Sebab petani menyaksikan bahwa pada 2012 ada kegiatan eksplorasi yakni pengeboran untuk mengetahui potensi panas bumi di lokasi itu," katanya. (Antara)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013