Ada rencana ironis gubernur Jawa Barat (Pikiran Rakyat Online, 12 September 2013) di bidang pendidikan, yakni mengintervensi kuota penerimaan mahasiswa baru khususnya bagi ITB, IPB, dan Unpad.

Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tersebut mengharuskan  menerima mahasiswa baru sebanyak 50 persen berasal dari Jawa Barat mulai tahun ajaran 2014.

Keinginan itu dinilai merupakan langkah mundur dalam pengelolaan pendidikan tinggi negeri.

Sebab apabila wacana ini benar-benar terlaksana, maka sistem pendidikan tinggi yang sudah dikembangkan dan dilaksanakan akan rusak dan mengalami kemunduran serta bertentangan dengan amanat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi khususnya Pasal 6(b) bahwa Perguruan Tinggi diselenggarakan dengan prinsip "demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa".

Bilamana rencana kuota seperti itu juga diikuti daerah lain, akan menonjolkan kedaerahan, yang justru mendorong persaingan antar daerah yang tidak sehat, terutama untuk Indonesia sebagai negara kesatuan.  

Kalau itu terjadi, pecahnya negara ini akan dimulai dari pecahnya perguruan tinggi di indonesa, yang dimulai oleh Jawa Barat.

PTN unggulan yang ada di Jawa Barat seperti ITB, IPB, dan Unpad memiliki visi dan misi yang bersifat nasional dan bahkan internasional.  

Khusus untuk ITB dan IPB yang merupakan pecahan dari Universitas Indonesia didirikan untuk bisa mengembangkan dan menjawab masalah ilmu dan teknologi di bidang rekayasa (engineering) dan pertanian dalam arti luas untuk wilayah Indonesia.  

Pendiri negeri ini tidak pernah bercita-cita dalam mendirikan dua PTN tersebut hanya untuk menjawab dan mengatasi masalah Jawa Barat.  

Hal ini jugalah yang membuat dua PTN ini menjadi lebih unik dari PTN lainnya di Indonesia mulai dari penerimaan mahasiswa yang bersifat nasional dan beragam dari seluruh penjuru Indonesia sampai perekrutan dosennya yang juga multi etnis.  

Masih segar dalam ingatan kita slogan ITB dalam menyambut mahasiswa barunya dengan spanduk "Selamat Datang Putra-putri Indonesia Terbaik"  dan tidak pernah menyambut dengan slogan "Selamat Datang Putra-Putri Jawa Barat Terbaik".  

Spanduk ini juga menggambarkan bahwa mahasiswa baru di ITB selalu diisi dengan multietnis dari seluruh penjuru Indonesia maupun internasional.

Hal yang sama juga terjadi di IPB bahwa mahasiswa barunya selalu diisi dengan mahasiswa yang majemuk (plural) mulai dari Aceh sampai Irian Jaya.  

IPB selama ini memiliki kebijakan untuk mempercepat perkembangan pertanian di Indonesia maka umumnya mahasiswa baru selalu diisi dengan perwakilan dari seluruh pelosok tanah air dengan seleksi tertentu.  

Dengan pengalaman dan data base yang cukup, maka IPB saat ini bukan hanya sukses dalam penerimaan mahasiswa baru melalui jalur tanpa testing namun juga berhasil menyusun peta kemampuan sekolah menengah atas di Indonesia secara umum.  
  
Keberhasilan IPB dalam penerimaan mahasiswa baru melalui jalur tanpa testing sudah menjadi kebijakan nasional saat ini.

Dengan membuat kebijakan atau intervensi dalam sistem penerimaan mahasiswa baru khususnya bagi ITB dan IPB akan merusak sistem dan budaya yang sudah baik khususnya bagi kedua PTN unggulan ini sehingga kebijakan ini akan mubajir dan merusak sistem pendidikan itu sendiri.

    
                      Aset nasional  
Semenjak pendiriannya, ITB dan IPB didirikan untuk menjawab masalah-masalah yang ada dalam bidang rekayasa dan pertanian di Indonesia.  

Dalam perkembanganya sampai saat ini, dua PTN ini bukan lagi hanya bersifat aset nasional akan tetapi juga sudah merupakan aset internasional karena kedua PTN ini sangat unik atau spesialis dalam bidangnya masing-masing sehingga tidak jarang ditemui banyak mahasiswa asing yang belajar di dua PTN ini.  

Keberagaman (pluralisme) mahasiswa maupun dosen dalam dua PTN ini membuat sistem pendidikan yang lebih heterogen dan memacu pengembangan PTN ini untuk lebih cepat berkembang dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri lainnya di Indonesia.  

Umumnya, kemajukan dalam sebuah komunitas dapat memacu anggota komunitas itu berlomba-lomba untuk maju baik untuk memajukan dirinya sendiri maupun kelompoknya.

Kekuatan komunitas yang heterogen umumnya juga jauh lebih kuat dibandingkan dibandingkan dengan komunitas yang homogen.  

Dengan demikian adanya wacana atau rencana intervensi dari Gubernur Jawa Barat untuk mengharuskan PTN unggulan di Jawa Barat menerima 50 persen mahasiswa baru dari Jawa Barat mulai tahun ajaran 2014 akan membawa dampak negatif bagi PTN tersebut yang nantinya akan menurunkan mutu dan daya saing PTN tersebut.

ITB dan IPB merupakan perguruan tinggi yang spesialis di bidangnya masing-masing dan para calon mahasiswa juga tidak selalu punya keinginan dan kemampuan untuk mengembangkan ilmu dalam bidang yang dikembangkan oleh ITB dan IPB.

Secara umum, keahlian mahasiswa di ITB dan IPB mayoritas berasal dari kelompok IPA di SMU serta tidak semua siswa yang mampu dari segi akademik dari Jawa Barat tertarik pada bidang rekayasa atau pertanian.

Dengan demikian, memaksakan quota 50% mahasiswa baru dari Jawa Barat khususnya untuk ITB dan IPB sama halnya dengan memaksa calon mahasiswa yang tidak mampu dan tidak sesuai dengan keinginan untuk belajar di ITB dan IPB yang nantinya dapat berdampak negatif pada hasil akhirnya.

Biaya operasional dan pengembangan PTN khususnya di Jawa Barat secara umum berasal dari pemerintah pusat dan masyakarat (mahasiswa tersebut) sehingga wajar kalau pendidikan di PTN ini dapat dinikmati oleh para mahasiswa yang berasal dari mana saja di Indonesia bahkan luar negeri tanpa adanya pemaksaan quota.  
Umumnya, sistem pendidikan yang baik adalah terbuka untuk umum tanpa pembatasan asal, suku, agama, dan warna kulit.  Negara Indonesia yang menganut "Bhinneka tungal ika" seyogianya mengimplementasikan sistem pendidikan yang terbuka untuk umum tanpa membedakan asal, suku, agama, dan warna kulit.

Pemaksaan quota mahasiswa dari Jawa Barat sampai 50 persen khususnya untuk ITB dan IPB akan mematikan kesempatan orang lain dari daerah lain yang mungkin memiliki kemampuan dan keinginan yang lebih besar dari calon mahasiswa yang berasal dari Jawa Barat tersebut.

Pemaksaan kuota ini juga akan sangat berdampak bagi fungsi perguruan tinggi itu untuk dapat menjawab masalah nasional khususnya di bidang rekayasa dan pertanian dalam arti luas.  

Semuanya ini akan merusak sistem pendidikan perguruan tinggi yang sudah terbangun khususnya bagi ITB dan IPB maupun bagi pemerintah pusat yang mengharapkan banyak hasil untuk menjawab permasalahan yang ada di masyarakat Indonesia.

Untuk meningkatkan daya serap siswa SMU di Jawa Barat khususnya untuk ITB dan IPB maka sebaiknya pemerintah Jawa Barat meningkatkan kualitas pendidikan SMU di Jawa Barat termasuk dengan peningkatan kesejahteraan pada guru-gurunya.

Peningkatan sarana dan prasarana SMU serta kualitas guru-gurunya akan dapat meningkatkan kualitas lulusan SMU dari Jawa Barat.  

Kualitas guru-guru SMU dapat dilakukan dengan memberikan beasiswa untuk peningkatan jenjang pendidikan serta peningkatan kesejahteraan.  
  
Dengan demikian, diharapkan lulusan SMU daerah Jawa Barat dapat bersaing dengan bebas dengan daerah lainnya untuk dapat diterima di ITB dan IPB dan bahkan ke perguruan tinggi negeri lainnya seperti UI dan UGM. (Antara)

*) Dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor serta pengamat masalah pendidikan

Pewarta: Oleh Bisman Nababan PhD*

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013