Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya mengatakan ada tiga faktor yang menjadi landasan pemerintah mengebut pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada 2025 mendatang.

Ketiga faktor tersebut adalah potensi yang sangat besar, instalasi cepat, dan harga yang makin kompetitif dibandingkan beberapa waktu lalu.

"Salah satu energi terbarukan yang didorong adalah energi surya karena potensinya sangat besar, masa pembangunannya sangat cepat 12-18 bulan, dan harganya juga sudah cukup kompetitif," kata Chrisnawan dalam webinar yang dipantau di Jakarta, Senin.

Saat ini, kata dia, pemerintah sedang menyiapkan sejumlah dukungan regulasi untuk mendorong pengembangan energi surya agar selaras dengan target netralitas karbon pada 2060.

Beberapa regulasi yang diharapkan segera terbit di antaranya Peraturan Presiden tentang tarif energi baru terbarukan, RUU EBT, dan RUPTL PLN 2021-2030.

Pemerintah membagi tiga jenis PLTS berdasarkan luas dan peruntukan pembangkit yaitu PLTS atap, PLTS skala besar, dan PLTS terapung.

Chrisnawan menyampaikan target pengembangan PLTS atap sebesar 3,6 GigaWatt (GW) pada 2025 dengan menyasar pelanggan rumah tangga. Sejumlah regulasi yang digodok adalah nilai ekspor energi listrik dari semula 65 persen menjadi 100 persen, jangka waktu kelebihan listrik masyarakat di PLN diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan, dan potensi carbon trading yang bisa dimanfaatkan.
 

Kemudian ada PLTS skala besar yang melibatkan kalangan industri dalam negeri untuk membangunnya. Pemerintah menargetkan kapasitas terpasang PLTS skala besar mencapai 6,4 GW.

Selanjutnya terdapat jenis PLTS terapung yang tergolong melimpah dengan pemetaan potensi mencapai 27 GW dari waduk dan danau. 

Lebih lanjut Chrisnawan menerangkan bahwa pengembangan PLTS menjadi sinyal untuk mendorong pengembangan industri modul surya dalam negeri yang kini hanya 17 unit dengan kapasitas 525 GW. 

Sementara itu pemerintah menargetkan angka kapasitas listrik surya mencapai 3,6 GW pada 2025 dengan kebutuhan pasar 600-1.200 MegaWatt (MW).

"Ini juga memberikan tambahan effort bagi mereka untuk lebih mengembangkan dan semakin masuknya juga industri dalam negeri untuk tumbuh kembali," kata Chrisnawan.

Dia menambahkan target pembangunan PLTS yang ditetapkan pemerintah dan PLN merupakan sinyal kuat bagi industri dalam negeri untuk berpartisipasi aktif, sehingga nantinya program yang dicanangkan terkait pengembangan PLTS tidak terisi oleh barang-barang impor.

"Kami tidak menginginkan negara ini sebagai pasar, tetapi bagaimana koordinasi ataupun sinergitas antara kebutuhan dan pengembangan EBT dalam hal ini PLTS dapat juga mendorong peningkatan tumbuhnya industri dalam negeri," ujar Chrisnawan.
 

Pewarta: Sugiharto Purnama

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021